Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Monday, June 7, 2010

Kesultanan Bima - Maklumat 22 Nopember 1945

Monday, June 7, 2010
Kami Sultan Kerajaan Bima, menyatakan dengan sepenuhnya bahwa :

1. Pemerintah Kerajaan Bima, suatu daerah Istimewa dari Negara Republik Indonesia yang berdiri di belakang Pemerintah Republik Indonesia ;
2. Kami menyatakan, bahwa pada dasarnya segala kekuasaan dalam daerah Pemerintahan Kerajaan Bima terletak di tangan kami, oleh karena itu berhubung pada suasana dewasa ini, maka kekuasaan-kekuasaan sampai ini tidak di tangan kami, maka dengan sendirinya kembali ke tangan kami;
3. Kami menyatakan dengan sepenuhnya, bahwa berhubung Pemerintahan lingkungan kerajaan Bima bersifat langsung dengan pusat Negara Republik Indonesia.
4. Kami memerintahkan dan percaya kepada sekalian penduduk dan seluruh kerajaan Bima, mereka akan bersifat sesuai dengan sabda kami ternyata di atas.

Bima, 22 Nopember 1945
Seri Sultan Bima,

TTD

Muhammad Salahuddin

(dirubah dalam EYD karena naskah asli menggunakan ejaan lama. Sumber : Arsip surat-surat penting dan Dokumen Sultan Muhammad Salahuddin)

Maklumat di atas merupakan sebuah keberanian yang luar biasa dari Sultan Muhammad Salahuddin untuk memproklamirkan bahwa Bima adalah kesultanan pertama di Nusantara yang berdiri dibelakang Republik Indonesia yang baru beberapa bulan ddiproklamirkan oleh Dwi Tunggal Seokarno-Hatta. Semantara pada saat itu, Jepang masih terus menancapkan kuku-kuku kekauasaannya di Bima dengan memberikan keyakinan kepada Sultan dan Rakyat bahwa posisinya masih kuat dalam kancah Perang Dunia II setelah pengeboman Heroshima dan Nagasaaki.

Makluimat itu juga sekaligus merupakan sebuah pengorbanan besar yang dipersembahkan oleh Sultan Muhammad salahuddin untuk masa depan Bima dan Ibu Pertiwi Indonesia Raya. Karena sejak tanggal 22 Nopember 1945, Bendera Kerajaan Bima yang telah berkibar gagah perkasa selama lebih dari tiga abad harus diturunkan dan diganti dengan Merah Putih. Hal ini menunjukkan bahwa Sultan Muhammad Salahuddin adalah seoarang negarawan sejati yang berjiwa nasionalis dan berpandangan jauh kedepan untuk sebuah Indonesia Raya.

Kecintaannya terhadap Indonesia dan Merah Putih juga dibuktikan pada saat peruindingan dengan NICA di atas Kapal Australia di Pelabuhan Bima pada tanggal 2 Januari 1946. Dihadapan militer NICA dan moncong meriam yang siap ditembakkan ke arah Kota Bima, Sultan Muhammad Salahuddin tetap bersikukuh pada pendiriaannya untuk tidak mengibarkan Bendera Merah Putih Biru. Berikut kutipan perundingannya :

Australia : Datangnya Tentara Belanda di Bima juga tidak bikin apa-apa.
Sultan : Tadi saya sudah kasih tahu untuk menjaga keamanan NICA susah sekali, oleh Karena itu saya minta Australia saja,jadi NICA tidak usah datang di Bima.
Australia : Tuan punya bicara memang betul, tapi tuan harus pikir sedalam - dalamnya. Serta maklum tentang keamanan.
Belanda : Kita bukan orang jahat, tetapi datang dengan baik-baik.
Sultan : Tuan harus maklum, Bima bukan Sumbawa. Kita disini berdiri di belakang Republik Indonesia, Kerajaan Yang Istimewa.
Belanda : Republik Indonesia tidak ada
Australia : Sekarang Sekutu bicara tentang Republik Indonesia belum ada..Hanya Sekutu bicara jangan perang serta urus-urus negeri dan lain-lain.
Belanda : Bendera Indonesia tidak dapat dipakai karena banyak perlawanan dan lain- lain, jadi dianggap orang-orang yang memusuhi bendera kami itu adalah perampok dan lain-lain, barangkali diharikemudian akan dipakai.
Sultan : (Berdiri dihadapan serdadu NICA ) Itu saya tidak tahu, hanya saya tahu Bendera kebangsaan saya, jadi tuan tidak boleh anggap begitu.

(Dikutip dari Buku Peranan Kesultanan Bima Dalam Perjalanan Sejarah Nusantara M. Hilir Ismail )

Tekad dan semangat Sultan Muhammad Salahuddin untuk keutuhan NKRI juga dibuktikan dalam kutipan pidatonya ketika menerima kunjungan Presiden Soekarno di Istana Bima pada tanggal 3 Nopember 1950 yang berbunyi sebagai berikut “ Rindu yang meluas ini bukan baru sekarang saja timbulnya, akan tetapi sejak ledakan Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, pada saat ketika mana terbayanglah di muka kami rakyat di sini wajah Bapak-Bapak pemimpin kita Bung Karno dan Bung Hatta yang sedang memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia, lalu pada saat itu juga tertanamlah dalam jiwa rakyat di sini arti proklamasi yang dijunjung tinggi, harus dipertahankan dan harus dimiliki itu. “ (Salinan kumpulan Pidato Sultan M. Salahuddin ).

Sultan yang dijuluki Ma Ka Kidi Agama (yang menegakkan Agama) itu telah memberikan sumbangsih besar bagi sejarah dan NKRI. Kamis 11 Juli 1951, di Ibukota Negara Kesatuan Repbulik Indonesia yang dibelanya sepanjang hayat dan ketika malam semakin hening dan syahdu, dengan wajah tenang dan untaian senyum Sultan Muhammad Salahuddin berpulang keharibaan Ilahi.

Dua orang Pejabat Negara dan Tokoh Nasional yaitu Kiyai H. Agus Salim dan Moh. Natsir diutus oleh Bung Karno menjemput Jenajahnya untuk dibungkus dengan kain Merah Putih dan disemayamkan di Gedung Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta ( Gedung Proklamasi.).

Rupanya telah menjadi takdir sejarah, setelah Sultan M.Salahuddin wafat keadaan Istana dan Kesultanan Bima mulai redup seperti lentera kehabisan minyak. Era kesultanan yang telah berlangsung selama lebih kurang 322 tahun beralih menjadi Daerah Swapraja Bima (Daerah setingkat Propinsi), kemudian menjadi Daerah Swatantra(Setingkat Kabupaten) yang selanjutnya menjadi Daerah Kabupaten.

Tulisan ini bukan bermaksud mengkultuskan dan memuji seseorang, apalagi seorang raja. Karena ada slentingan juga di tengah masyarakat Bima bahwa mengangkat kembali masalah kerajaan dan kesultanan Bima sama halnya dengan mengembalikan feodalisme di tanah Bima. Tapi apa yang diuraikan di atas adalah fakta sejarah yang mesti diungkap kepada generasi agar mereka tahu bahwa negeri ini telah dibangun di atas cucuran keringat, tetesan darah dan derai air mata leluhurnya.

Tanah Bima hanyalah sejengkal tanah di hamparan ibu pertiwi. Tapi pasang surut perjuangan merebut dan mempertahankan Proklamasi dan NKRI bagai Mercusuar di atas samudera Hindia. Sejarah tetaplah menjadi sejarah yang akan terus bercerita sampai akhir zaman.



Tulisan Asli Oleh : Alan Malingi
http://www.alanmalingi.blogspot.com


Anda Akan Menyukai ini :

0 komentar:

Post a Comment

 

Komentar

Postingan Terakhir