Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Saturday, January 14, 2012

Manajemen Pemasaran - Orientasi dan Lingkup Pemasaran

Saturday, January 14, 2012


Bab I Orientasi dan Lingkup Pemasaran 

Learning Objectives

• Menjelaskan perkembangan orientasi pemikiran manajemen pemasaran.
• Memberikan pemahaman tentang lingkup kegiatan pemasaran secara menyeluruh, baik makro maupun mikro.

Pengaruh globalisasi terhadap pola kehidupan masyarakat di berbagai belahan bumi dapat diamati dengan jelas. Isu globalisasi atau sebut saja "revolusi dingin" bermula dengan merambah-luasnya jaringan teknologi informasi. Perkembangan teknologi informasi memungkinkan masyarakat yang berada di berbagai belahan bumi dapat saling berinteraksi dan melakukan transaksi, tanpa harus terganggu dengan batas geografis. Lebih dari itu, perubahan lain terasa pada pola perilaku masyarakat dalam membelanjakan dananya yang kini juga mulai terasa bergeser dari pola yang bersifat "konvensional" ke dalam bentuk pola konsumsi "modern". Artinya, masyarakat kini mulai menyukai cara berbelanja yang efisien dan tidak banyak membutuhkan kertas kerja. Sebagai contoh, penggunaan kartu kredit memungkinkan masyarakat khususnya mereka yang mobilitasnya tinggi untuk berbelanja di mana pun tanpa harus direpotkan dengan membawa setumpuk uang kartal.

Adanya perubahan pola perilaku masyarakat ini lah yang pada gilirannya menempatkan fungsi pemasaran sebagai muara bagi seluruh kegiatan fungsi bisnis. Per definisi, pemasaran diartikan sebagai keseluruhan aktivitas yang diarahkan untuk mengidentifikasi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Oleh karenanya tidak salah untuk dikatakan bila pemasaran, tanpa mengabaikan arti penting fungsi-fungsi bisnis yang lain, merupakan "ujung tombak" bagi kehidupan organisasi khususnya dalam menghadapi perubahan lingkungan yang terjadi. Secara skematis, proses yang terjadi dalam fungsi pemasaran disajikan pada Gambar 1.1.

Pengembangan strategi pemasaran dalam hal ini diarahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keiginan konsumen pada pasar yang dilayani. Upaya yang ditempuh organisasi untuk mempengaruhi pelanggan dalam membeli suatu produk paling tidak dilakukan dengan kombinasi empat faktor. Pertama, menawarkan sesuatu yang bernilai atau produk bagi konsumen baik berupa barang atau jasa. Kedua, menetapkan harga produk yang wajar, artinya penjual dan pembeli dapat saling memperoleh manfaat dan produk. Ketiga, berusaha mengkomunikasikan atau melakukan promosi atas manfaat produk yang dihasilkan kepada



Komponen Strategi Pemasaran
1. Produk yang dapat memenuhi kebutuhan
2. Promosi yang dilakukan untuk mengkomunikasikan manfaat produk
3. Saluran distribusi yang memungkinkan ketersediaan produk pada saat dibutuhkan
4. Harga jual yang memungkinkan proses pertukaran terjadi antara penjual dan pembeli

target pasar yang dilayani. Keempat, merancang model distribusi yang mampu menjamin ketersediaan produk di berbagai tempat dan situasi. Pada akhirnya, informasi yang diperoleh dan tindakan yang dilakukan konsumen akan dipergunakan kembali oleh pemasar sebagai umpan balik bagi perancangan strategi pemasaran berikutnya.

Atas dasar pemikiran tersebut di atas, maka sebenarnya perancangan strategi pemasaran membutuhkan proses perencanaan yang terpadu di dalam intern perusahaan untuk mampu menyesuaikan dan/atau bahkan mempengaruhi lingkungan (seperti persaingan, sosial budaya, ekonomi, hukum dan politik). Perencanaan pemasaran dalam hal ini akan lebih menitikberatkan pada mekanisme yang dapat dikendalikan secara langsung oleh manajer pemasaran atau lebih merefleksikan tentang konsepsi pemasaran secara mikro. Sedangkan lingkungan pemasaran, dalam batas-batas tertentu, adalah di luar bidang garap manajer pemasaran. Sangat sulit bagi seorang manajer pemasaran untuk mampu mengendalikan lingkungan pemsaran makro dalam pelaksanaan kegiatannya. Tujuan utama pembahasan dalam buku ini adalah pada lingkup pemasaran secara mikro; yaitu dengan melakukan proses identifikasi kesempatan pemasaran, perencanaan strategi pemasaran, implementasi, dan kemudian pengendalian aktifitas pemasaran.

1.1. PERSPEKTIF HISTORIS ORIENTASI PEMASARAN


Perkembangan pemikiran pemasaran, disadari atau tidak, sejalan dengan perkembangan peradaban dan kemakmuran masyarakat di berbagai bangsa. Hal ini dapat terjadi, mengingat pemikiran dalam bidang pemasaran selalu melekat dalam kehidupan masyarakat yang selalu berfikir alternatif. Artinya, masyarakat selalu dihadapkan pada suatu pilihan dari sumberdaya yang terbatas untuk mampu memaksimumkan kepuasan. Itu sebabnya, upaya untuk pemenuhan kepuasan terus berkembang sepanjang waktu dengan pola tertentu yang mencirikan tentang masanya. Pada masa sekarang ini, filosofi yang dipergunakan sebagai dasar perencanaan strategi pemasaran didasarkan pada pemahaman atas kebutuhan konsumen yang dikenal dengan konsep pemasaran (marketing concept). Pandangan yang berorientasi pada kebutuhan pasar semacam ini sebenarnya di Amerika Serikat sudah dikembangkan sejak pertengahan tahun 1950-an. Sebelum tahun-tahun itu, pemikiran tentang konsep pemasaran dirasakan masih kurang yang disebabkan oleh dua alasan. Pertama, kebanyakan produsen-pemasar masih menggunakan konsep produksi massal sebagai basis kegiatannya. Kedua, daya beli masyarakat pada masa-masa itu masih relatif terbatas, sehingga kencenderungan masyarakat membeli atas dasar pertimbangan harga murah.

Sedangkan di Indonesia, perkembangan tentang konsep pemasaran berjalan lebih lambat. Artinya, orientasi yang menekankan pada kebu uhan pasar baru dirasakan kepentingannya sekitar tahun-tahun 1980-an yaitu ke dimulainya isu tentang deregulasi. Uraian umum tentang perkembangan pemikiran pemasaran disaji pada bagian berikut.

Marketing dengan Orientasi Produksi 

Sebelum pemikiran pemasaran yang berorientasi pada kebutuhan pasar muncul, kegiatan pemasaran hanya dianggap sebagai pelengkap sektor produksi dan pertanian. Pemasaran dilihat tidak lebih sebagai suatu cara untuk menukarkan komoditas hasil pertanian dengan komoditas lain serta menghantarkan produk manufaktur ke pasar. Konsentrasi manajemen pada masa ini adalah bagaimana menaikkan output dan mengurangi biaya produksi.

Pola pemikiran yang dikembangkan pada era produksi adalah bahwa perusahaan hanya akan bertahan hidup apabila mampu menghasilkan produk dengan spesialisasi tertentu yang mempunyai biaya produksi terendah. Dengan demikian, harga jual produk di pasar juga rendah. "If we can make it, we can sell" adalah filosofi umum yang sering dipergunakan oleh para pemasar pada era produksi.

Pemikiran lebih lanjut dan konsep produksi diarahan untuk mengembangkan produk yang tidak hanya sekedar berharga murah, tetapi juga sekaligus mempunyai kualitas tinggi. Kemampuan menciptaan produk dengan kualitas tinggi dengan harga murah secara otomatis akan menciptakan permintaan akan produk tersebut. Konsep semacam ini didasarkan pada pemikiran bahwa high-quality products adalah merupakan hal yang langka. Oleh karenanya, produk akan menjual dengan sendirinya apabila didukung dengan teknologi yang handal untuk menghasilkan produk berkualitas.

Satu contoh yang dapat dipergunakan thituk menggambarkan aplikasi konsep produksi adalah Polaroid. Edwin H. Land menjalankan perusahaan tersebut dengan prinsip "love-it¬orleave-it" untuk mampu menciptakan permintaan produk kamera. Prinsip tersebut dijalankan dengan mengembangkan produk kamera dengan basis inovasi teknologi. Secara umum, prinsip yang dianut tersebut adalah benar dan memang mampu menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Namun, pada waktu popularitas kamera ukuran 35 milimeter muncul; dan hal ini yang diabaikan oleh Polaroid, maka prinsip yang dianut oleh Edwin H. Land hampir dikatakan tidak berlaku lagi. Karena masyarakat kini menginginkan satu jenis kamera yang praktis dengan harga wajar.

Marketing dengan Orientasi Penjualan 

Pemikiran yang dikembangan pada era produksi telah medorong banyak perusahaan untuk menaikkan kapasitas produksi. Permasalahan yang timbul kemudian tidak hanya terbatas tentang bagaimana memproduksi dalam jumlah banyak, tetapi bagaimana memenangkan persaingan untuk menggaet pelanggan. Dalam situasi seperti itu lah orientasi penjualan muncul; yaitu suatu pemikiran untuk menekankan pada fungsi penjualan demi kelangsungan hidup perusahaan.

Orientasi penjualan berkembang dalam situasi di mana konsumen tidak ingin membeli produk dalam jumlah banyak kecuali perusahaan sedikit "memaksa" dengan cara mempengaruhi atau memberi "iming-iming" untuk pembelian suatu produk. Titik berat kegiatan bukan pada kebutuhan konsumen tetapi pada usaha perusahaan untuk melakukan penjualan. Dengan kata lain, perusahaan akan menekankan pada upaya untuk menjual sesuatu yang dapat dibuat; dengan berbagai cara yang diperlukan bagi pencapaian tujuan itu. Keuntungan akan diperoleh dengan menaikkan volume penjualan produk perushaan.

Prinsip dasar yang lebih menekankan pada aspek produk ini terus berlanjut hingga kadangkala justru mengaburkan arti penting pemasaran bagi kehidupan perusahaan. Akibatnya, masyarakat cenderung berkonotasi bahwa kegiatan pemasaran tidak lebih dan uapaya mempengaruhi untuk berkonsumsi, bukan pada upaya pemenuhan kebutuhan. Adanya pandangan bernada "negatif' ini lah yang pada gilirannya merubah orientasi perusahaan ke dalam bentuk era perusahaan yang menekankan pada fungsi pemasaran secara menyeluruh; yaitu ketika perusahaan mengembangkan perencanaan pemasaran dalam jangka panjang yang didasari dengan konsep pemasaran.

Arti Penting Konsep Pemasaran 

Dalam era kompetisi yang kian tidak mengenal batas geografis, pemahaman atas kebutuhan konsumen pada pasar yang dialayani akan menentukan keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan. Konsep pemasaran dalam hal ini berintikan bahwa seluruh kegiatan organisasi perusahaan diarahkan untuk dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Seperti disajikan pada Gambar 1.2, ide dasar yang dikembangkan pada konsep ini bukan lagi menitikberatkan pada produk sebagai ujung tombak kegiatan, tetapi pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen. Menurut pandangan dalam konsep pemasaran, keuntungan bagi perusahaan akan diperoleh dengan sendirinya apabila konsumen merasa puas atas produk perusahaan; atau dengan kata lain produk itu akan menjual dengan sendirinya jikalau konsumen merasa terpuaskan dengan produk perusahaan.

Nampaknya konsep pemasaran ini bukan merupakan hal yang baru, karena memang sudah dikembangkan sejak beberapa waktu lamanya. Namun sebenarnya dibalik kesederhanaan prinsip yang banyak dikembangkan tersebut, tersingkap makna yang luas. Hal ini tidak hanya sekedar bagaimana perusahaan mendapatkan laba saja, melainkan juga


bagaimana menjalankan kegiatan bisnis dan pandangan konsumen. Itu sebabnya penerapan konsep atau filosofi pemasaran secara konkrit akan membutuhkan kemauan dan tekad menyeluruh dan fungsi-fungsi bisnis yang ada. Egoisme pada masing-masing fungsi tidak dimungkinkan lagi mengingat semuanya diarahkan pada satu tujuan yang sama, yaitu pemuasan kebutuhan dan keinginan pelanggan.

Secara singkat ada tiga hal utama yang dijadikan pilar untuk penyangga konsep pemasaran: orientasi konsumen, integrasi kegiatan pemasaran, dan kejelasan tujuan yang ingin dicapai. Perusahaan yang ingin mengembangkan strategi pemasaran dengan menitikberatkan pada produk saja seringkali tidak cukup perhatian untuk mengarahkan kegiatan pemasaran pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen. Organisasi yang demikian hanya mempertimbangkan produk sebagai "alat" utama untuk hidup dan berkembang; sehingga menjadikan perusahaan kurang peka terhadap informasi pasar serta pengendalian biaya-biaya pemasaran. Walaupun produk itu sendiri cukup penting perannya dalam perancangan strategi pemasaran, namun peran mendasar konsep pemasaran sebagai filosofi yang menggabungkan baik strategi korporasi dan strategi pemasaran tidak dapat diabaikan begitu saja.

Sedangkan integrasi kegiatan pemasaran dimaksudkan mengarahkan sumberdaya perusahaan pada satu tujuan yang sama. Ini berarti, untuk melaksanakan konsep pemasaran secara utuh, perusahaan harus mampu mengintegrasikan dan mengendalikan variabel¬variabel penentu permintaan produk perusahaan untuk memuaskan kebutuhan pelanggan dan sekaligus mencapai tujuan yang ditetapkan. Variabel-variabel yang dimaksud adalah merupakan kombinasi empat hal: produk yang terdiri atas barang dan/atau jasa yang ditawarkan perusahaan, harga yang ditawarkan untuk produk, komunikasi pemasaran, dan upaya penyampaian produk ke pelanggan.

Di samping itu, adopsi konwpoirhasaran juga membutuhkan pemahaman yang medalam terhadap pasar sasaran bagi produk perusahaan. Untuk maksud tersebut, pihak manajemen harus mampu mengidentifikasi kebutuhan dan preferensi pada pasar sasaran yang dilayani dan kemudian berusaha memberikan solusinya. Artinya, perusahaan tidak hanya sekedar menyajikan produk yang sesuai dengan kebutuhan saja, tetapi juga menjaga loyalitas terhadap produk dan perusahaan. Kalau hal itu dilakukan, maka dua tujuan dapat dicapai sekaligus yaitu kepuasan konsumen dan pemenuhan target perusahaan. Walaupun demikian, dalam praktik, aplikasi konsep pemasaran sangat bervariasi antara satu perusahaan dengan perusahaan lain.

Variasi terjadi karena adanya perbedaan dalam besaran perusahaan, industri, matarantai pemasaran yang dilalui, dan akhirnya tipe konsumen yang dilayani.

Penerapan konsep pemasaran memang bukan merupakan "kerja-semalam", artinya membutuhkan kemauan dan komitmen yang kuat dari para pelaku bisnis untuk menempatkan pelanggan sebagai sentrum kegiatannya. Integrasi dari berbagai fungsi yang semuanya menempatkan kepuasan konsumen sebagai titik tolak kegiatan merupakan suatu upaya besar bagi perusahaan untuk meraih sukses. Upaya ini bukan lah merupakan pekerjaan yang mudah, sebab sampai saat ini masih banyak perusahaan yang lebih menonjolkan kemampuan masing-masing aspek fungsi bisnis yang ada. Dengan demikian perusahaan seolah-olah terkotak-kotak ke dalam berbagai fungsi dan tugas. Barangkali penerapan konsep pemasaran akan sama beratnya dengan konsep manajemen yang saat ini mulai berkembang yaitu konsep Reengineering. Suatu konsep baru di bidang manajemen yang menekankan perubahan mendasar dalam organisasi yang dikemukakan oleh Michael Hammer dalam bukunya Reengineering The Corporation.

Untuk menerapkan konsep reengineering tersebut, paling tidak ada enam kiat yang dapat dipergunakan bagi manajemen yaitu: • Perubahan dilakukan dengan menyususun strategi dasar, artinya mempertimbangkan masak-masak bisnis apa yang ingin dijalankan dan bagaimana cara memperoleh keuntungan dari bisnis tersebut. Union Carbide misalnya melakukan perubahan mendasar dengan menekankan bidang bisnisnya pada produk-produk kimia ketimbang produk¬produk khusus tertentu. Reengineering adalah berkaitan dengan masalah operasional. Oleh karena itu, hanya pilihan strategi yang tepat yang dapat menunjukkan jalan bagi pencapaian tujuan.

• Reengineering adalah proses lintas fungsi yang bertujuan untuk menghapus pengkotak¬kotakan departemen dan bagian. Ini berarti reengineering harus dipimpin oleh seseorang yang mempunyai otoritas mengawasi proses dan awal sampai akhir.
• Memberikan pemahaman tentang arti penting reengineering pada seluruh anggota organisasi. Reengineering tidak akan berjalan apabila tidak ada rasa tanggung jawab dan urgensi dari seluruh anggota organisasi.
• Memulai perubahan dengan melihat dari perspektif pelanggan. Proses ini sepertinya dimulai dengan mengisi apa keinginan pelanggan pada secarik kertas putih. Lembaran kosong itu kemudian diisi dengan berbagai angan-angan yang diinginkan oleh pelanggan. Misalkan pelanggan kini menginginkan pelayanan yang super: cepat, tepat, dan murah.
• Mengikutsertakan konsultan dalam penerapan, artinya ikut serta dalam proses perubahan yang dilaksanakan.
• Kombinasi inisiatif dari atas (top down) dengan inisiatif dari bawah (bottom up) tanpa hams menimbulkan konflik. Untuk maksud tersebut, maka diperlukan figur pemimpin yang mempunyai visi ke depan yang mampu memadukan konsep teknologi dan perubahan radikal dalam organisasi.

Menuju Konsep Pemasaran Berwawasan Lingkungan
 
Kesadaran masyarakat terhadap kelangsungan makhluk hidup di muka bumi telah membawa perspektif baru dalam banyak hal. Konsep pembangunan berkelanjutan (sustain¬able development) ini ternyata membawa pengaruh yang eukup besar dalam bidang pemasaran. Kesadaran tentang arti penting lingkugan alam sebagai tempat berpijak telah menimbulkan kontroversi penerapan konsep pemasaran. Ada pendapat yang menyatakan bahwa penerapan konsep pemasaran bayak mendapat kendala yang disebabkan konsumen dan masyarakat bisnis mempunyai cara pandang yang berbeda dalam melakukan implementasi konsep.

Pemecahan terbaik dari hal tersebut adalah dengan memasukkan pertimbangan implikasi sosial ke dalam formulasi proses pengendalian manajemen. Walaupun implikasi sosial itu secara implisit sebenarnya sudah dimasukkan ke dalam konsep pemasaran, meningkatkan gerakan yang membela konsumen (consumerism) seolah mengingatkan para pemasar untuk selalu memikirkan dampak produk perusahaan bagi kelangsungan dan kemakmuran hidup masyarakat dalam jangka panjang.

Satu contoh aktual yang dapat disimak di Indonesia dalam hal ini adalah kreasi yang dilakukan oleh PT Aqua Golden Mississippi dengan mencanangkan program PEDULI Aqua (Program Pengembangan dan Daur Ulang Limbah Aqua) Produsen air minum mineral dalam kemasan dengan merek Aqua ini kini mencanangkan diri sebagai perusahaan yang berwawasan lingkungan, dengan menyelenggarakan program pendaur-ulangan botol bekasnya. Botol bekas Aqua memang tidak begitu diminati oleh para pemulung atau perusahaan pemroses daur-ulang. Oleh karenanya untuk melaksanakan program tersebut, PT. Aqua Golden Mississippi mencoba dengan memberi insentif untuk setiap pengembalian setiap botol bekas Aqua sebesar Rp5 ,- untuk kemasan 500m1 dan 625 ml serta Rp 10,- untuk kemasan 1500 ml.

Program sadar lingkungan kini tidak hanya dilakukan oleh perusahaan manufaktur saja, melainkan juga sudah merambah pada perusahaan jasa. Satu contoh dilakukan oleh Bank Pinaesaan yang mengklaim sebagai Bank Lingkungan.3 Bank yang berpusat di Manado ini mempergunakan isu lingkungan tidak hanya sekedar untuk menempatkan posisi produk dalam persaingan (product positioning) saja, tetapi lebih dari itu membawa missi sosial bagi masyarakat. Bank Pinaesaan kini menawarkan produk-produk yang akrab dengan lingkungan—mulai dari alat pemanas tenaga surya, pembersih udara (air cleanner), sampai tamasya ke negara-negara yang penanganan masalah lingkungannya sudah maju—kepada nasabah yang memiliki deposito dengan jumlah tertentu. Bahkan lebih dari itu, kertas dan dokumen Bank Pinaesaan kini lebih banyak menggunakan bahan hasil daur-ulang (recycled paper).

Satu pelajaran yang dapat diungkap dari dua contoh di atas adalah bahwa sebenarnya gimmick atau "iming-iming" pemasaran yang dilakukan dengan menonjolkan isu lingkungan hanyalah merupakan sebagian kecil dari kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Muatan paling besar dari kepedulian lingkungan ini adalah konsistensi antara produk dan sikap perusahaan dalam aktivitasnya sehari-hari.

Namun demikian, bersahabat dengan lingkungan juga bukan berarti jaminan bagi produk untuk bersahabat dengan konsumen.4 Dalam hal-hal tertentu, para pemasar seringkali hams menghadapi dilema khusunya dalam mengemas produk perusahaan. Banyak pendapat di kalangan pemasar yang menyatakan bahwa diantara manfaat dan kebersahabatan produk dengan lingkungan, terdapat semacam trade off (kompromi). Artinya, jika bersahabat dengan lingkungan ditonjolkan, ada kecenderungan konsumen menganggap manfaat produk tersebut menempati urutan kedua. Walaupun toh pendapat semacam ini tidak sepenuhnya benar, namun banyak yang mengganggap hal itu sebagai alat untuk mengabaikan dengan isu lingkungan.


Bertolak dari kenyataan ini, ada perusahaan yang mengurangi penekanan pada kebershabatan dengan lingkungan, dan sebaliknya menekankan manfaat produk. Misalnya, SOS Kitchen-Safe All Purpose Cleaner. Produk ini mempunyai dua keistimewaan; is terbuat dari bahan-bahan alami, yang berarti bersahabat dengan lingkungan; dan bahan-bahan yang tidak berbahaya, yang berarti mempunyai manfaat berupa keamanan cara pakai. Ternyata produsennya memilih menonjolkan yang terakhir dalam promosinya, karena yakin konsumen lebih memprioritaskan manfaatnya.

Dalam kaitannya dengan cara mengkomunikasikan produk berwawasan lingkungan, maka ada dua hal yang perlu dicermati oleh para pemasar yaitu: persoalan lingkungan yang ada dan seberapa besar solusi yang dapat ditawarkan dari produk perusahaan. Satu hal dapat ditempuh adalah dengan mencantumkan informasi secara rinci dalam kemasan produk. Termasuk di dalamnya adalah bagaimana produk tersebut membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan lingkungan.

Hanya saja, sangat mungkin terjadi penjelasan yang dicantumkan pada kemasasan harus menggunakan bahasa "ilmiah". Namun hal ini bukan menjadi masalah, sepanjang informasi yang dimuat cukup jelas atau mudah dimengerti oleh calon konsumen. Informasi yang berbelit-belit sedapat mungkin dihindarkan, karena konsumen akan berprasangka bahwa produsen menyembunyikan sesuatu dibalik kerumitan bahasa itu. Akan lebih baik lagi apabilaperusahaan jugs menjelaskan konsumen mana yang menjadi sasarannya—karakteristik demografis dan psikografisnya. Lebih dan itu, pemberian label produk yang bersahabat dengan lingkungan juga harus diupayakan menurut semua ketentuan yang berlaku. Penjelasan yang spesifik dan tidak mengundang kesalahan interpretasi akan dinilai efektif bagi upaya menjangkau konsumen secara meluas.

1.2. BIDANG GARAP PEMASARAN

Beberapa contoh yang dipergunakan untuk menjelaskan kegiatan pemasaran selama ini mungkin saja dapat mengacaukan pengertian pemasaran atau mungkin memberi impresi yang sempit terhadap aktivitas pemasaran yang sebenarnya. Banyak contoh aplikasi seringkali memang dipergunakan barang konsumsi, yaitu barang yang didapat atau dibeli untuk tujuan konsumsi akhir.

Kegiatan pemasaran dalam arti yang luas akan mencakup bidang garap yang luas, tidak terbatas hanya pada barang konsumsi saja. Pemasaran industrial atau organisasional, pemasaran internasional, pemasaran jasa, dan pemsaran untuk organisasi nirlaba adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pembahasan pemasaran.

Pemasaran Industrial (Industrial Marketing) 

Pengertian pemasaran industrial dalam hal ini akan banyak berkaitan dengan pemenuhan barang-barang yang dibeli untuk tujuan proses produksi lebih lajut atau dijual kembali. Oleh sebab itu pembahasannya akan lebih tepat untuk perusahaan-perusahaan manufaktur. Pada umumnya pemenuhan barang-barang pada pasar industurial dilakukan oleh pembeli organisasional. Artinya, kelompok pembeli yang melakukan transaksi terdiri atas lembaga atau bentuk organisasi yang mewakili individu-individu. Oleh karenanya sering disebut pemasaran industrial sebagai pemasaran organisasional.

Prinsip dasar yang dikembangkan dalam perancangan strategi pemasaran untuk pembeli industrial atau organisasional dan pembeli akhir adalah sama. Hanya saja yang membedakan adalah pada aplikasinya. Dibanding dengan pembeli pada pasar konsumen, pembeli indus¬trial atau organisasional pada umumnya menuntut pemenuhan kebutuhan barang yang relatif lebih kompleks. Pada umumnya mereka juga memerlukan negosiasi tentang harga dan pelayanan sebelum keputusan pembelian dilakukan.

Dalam kondisi semacam itu, penjual industrial atau organisasional harus mengembangkan strategi pemasaran yang mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan pembeli industrial. Penjualan dengan kontak langsung atau personal selling pada umumnya dianggap cara yang ampuh untuk memberi informasi atau mempengaruhi calon pembeli industrial. Sementara itu, pengiklanan umumnya akan lebih didominasi untuk mempengaruhi atau membujuk untuk pasar konsumen. Lebih dari itu, proses pengembangan produk baru juga terdapat perbedaan. Pengembangan teknologi dianggap hal yang begitu penting pada pasar industrial dibanding dengan pasar konsumen.

Hanya saja, dalam praktik banyak diamati bahwa pasar industrial cenderung "tertinggal" dalam mengadopsi konsep pemasaran, target pasar, posisi produk, dan penggunaan riset konsumen untuk mengetahui kebutuhan calon-calon konsumen. Dalam perkembangan terakhir pemasaran industrial justru kini yang banyak dipergunakan sebagai pemicu kegiatan bisnis.

Pemasaran Internasional 

Perusahaan-perusahaan multinasional atau mungkin lebih tepat dikatakan perusahaan transnasional banyak dijumpai di Indonesia. Perusahaan Coca-cola, IBM, Unilever, Nestle adalah sebagian perusahaan transnasional, yaitu perusahaan-perusahaan yang mempunyai kegiatan operasi di luar batas wilayah geografis suatu negara. Pemasaran internasional dalam hal ini nampak lebih beresiko dan lebih kompleks jika dibanding dengan kegiatan pemasaran yang berlingkup domestik. Beberapa hal yang menyebabkan perancangan strategi untuk pemasaran internasional begitu kompeks antara lain adalah:


• Perbedaan kultural: banyak kasus dijumpai bahwa rancangan strategi pemsaran yang diterapkan di Indonesia tidak dapat diterapkan di negara lain, begitu pula sebaliknya.
• Perbedaan media: strategi pengiklanan seringkali juga tidak dapat dipergunakan secara universal. Sebagai contoh, model-model iklan yang cukup sensual dan menonjolkan keindahan tubuh sangat jarang dijumpai pada negara-negara yang menganut ajaran muslim ketat.
• Perbedaan dalam pola berbisnis: cara orang Amerika melakukan kegiatan bisnis seringkali dianggap hal yang aneh bagi bangsa-bangsa di banyak negara atau demikian pula sebaliknya. Penghargaan atas waktu, pembuatan perjanjian, dan cara seseorang memperoleh keuntungan adalah sebagian dari pola bisnis yang berbeda antar negara, yang pada akhirnya membawa perbedaan dalam merancang strategi pemsarannya.

Pemasaran Jasa 

Perkembangan sektor jasa pada umumnya akan mengikuti perkembangan perekonomian negara pada umumnya. Pemasaran jasa, dalam hal ini juga akan bervariasi mengikuti pola perkembangan perekonomian yang ada. Munculnya lembaga perbankan, broker, restaurant, hotel, asuransi, museum, dan theatre adalah merupakan indikasi berkembangnya sektor jasa.

Kegiatan pemasaran jasa, dalam hal-hal tertentu, akan berbeda dengan model pemsaran yang dikembangkan untuk pemasaran barang. Jasa tidak dapat didistribusikan atau disimpan seperti halnya dengan barang. Selain itu jasa juga tidak dapat ditransfer dari pedagang besar ke pengecer dan pada akhirnta ke konsumen. Pada umumnya jasa ditransfer lang sung dari produsen ke konsumen. Lebih dari itu, jasa lebih bervariasi dibanding dengan barang sehingga kadangkala sukar untuk distandardisasi. Sebagai contoh, standar pelayanan untuk bank mestinya juga berbeda dengan standar pelayanan untuk restaurant.

Pemasaran Untuk Organisasi Nirlaba 

Satu bidang garap pemasaran yang relatif baru dikembangkan adalah pemasaran untuk organisasi nirlaba. Museum, rumah sakit, lembaga pendidikan, dan organisasi massa adalah merupakan bentuk-bentuk organisasi yang kini juga membutuhkan sentuhan bidang pemasaran. Pemasaran untuk bentuk-bentuk organisasi tersebut sering juga dikenal dengan pemasaran sosial (social marketing).

Beberapa perbedaan mendasar kegiatan pemasaran untuk organisasi yang berorientasi profit dan organisasi nirlaba adalah:
• Orientasinya pada isu publik (kesehatan, ekologi)
• Lebih banyak mendapat sorotan massa • Banyak tergantung pada donasi.

1.3. PERENCANAAN PEMASARAN MIKRO 

Deskripsi pemasaran secara eksplisit tidak menjelaskan tentang dinamika proses yang dibutuhkan untuk memformulasi dan mengiplementasi strategi pemasaran. Peran seorang manajer pemasaran dalam kaitannya dengan proses perencanaan pemasaran adalah mengidentifikasi kesempatan dan kemudian menterjemahkan kesempatan tersebut ke dalam bentuk strategi pemasaran.

Secara ringkas, perencanaan pemasaran dapat terjadi pada dua tingkatan: tingkat produk dan tingkat korporasi. Pada tingkat produk, tugas utamanya adalah melakukan identifikasi kesempatan untuk penciptaan produk baru atau revitalisasi produk yang sudah ada. Kedua tugas ini lah yang merupakan tanggung jawab manajer madya atau dalam hal ini manajer pemasaran. Sedangkan pada tingkat korporasi, perencanaan pemasaran diarahkan untuk evaluasi total bauran produk perusahaan. Perencanaan pemasaran pada tingkat korporat adalah merupakan alat yang dipergunakan untuk menentukan langkah dan pencapaian tujuan perusahaan dalam jangka panjang. Dengan kata lain, perencanaan perusahaan merupakan cerminan alokasi sumberdaya perusahaan kepada masing-masing manajer yang pada akhirnya memungkinkan perencanaan pemasaran pada tingkat produk. Itu sebabnya perencanaan pemasaran pada tingkat korporat adalah merupakan tanggung jawab manajer puncak.

Perencanaan Pemasaran Pada Tingkat Produk 

Proses perencanaan pemasaran pada tingkat produk secara singkat disajikan pada gambar 1.3. berikut.

Tujuan Pemasaran 

Penetapan tujuan pemasaran dilakukan sebagai pegangan dasar bagi manajer madya di dalam memformulasi strategi. Proses penetapan tujuan ini dapat dilakukan dengan melakukan identifikasi kesempatan yang memungkinkan perusahaa dapat mengembangkan manfaat maksimum dibanding pesaing.


Identifikasi Kesempatan 

Proses identifikasi kesempatan pemasaran pada dasarnya adalah •menggali lebih jauh tentang kebutuhan manusia yang belum terpenuhi dengan produk yang ada. Rd ini berarti peran riset pemasaran sangat menentukan kejelian pemasar dalam menentukan tin gkat kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi.

Fokus Perencanaan Pemasaran 

Setelah melakukan identifikasi kesempatan, manajemen harus menentukan , perencanaan pemasaran yaitu apakah kesempatan pemasaran tersebut dilakukan uen&an mengembangkan produk baru atau mengembangkan produk yang sudah ada. Secara singkat fokus perencanaan pemasaran diarahkan pada tiga hal:
• Pengembangan produk baru
• Memperluas lini produk yang sudah ada
• Revitaliasi merek produk yang ada.

Pengembangan Strategi Pemasaran 

Strategi pemasaran adalah merupakan hasil dari perencanan pemasaran. Pengembangan strategi pemasaran memerlukan serangkai an tahapan: identifikasi segmen pasar, target pasar, penentuan posisi produk, dan formulasi bauran pemasaran.

Evaluasi dan Pengendalian 

Proses evaluasi dan pengendalian pada prinsipnya adalah mencari bentuk kesesuaian antara pendapatan dan biaya-biaya pemasaran yang nyata dan prakiraan. Proses penyesuaian mungkin perlu dilakukan apabila volume penjualan yang diperoleh di bawah target atau biaya-biaya pemasaran melebihi ekspektasi.

Perencanaan Pemasaran Pada Tingkat Korporat
 
Proses perencanaan pemasaran pada tingkat korporat dalam hal ini dilakukan untuk dapat memperoleh kesesuaian antara kesempatan investasi dan sumberdaya perusahaan. Secara ringkasi perencanaan pemasaran pada tingkat korporat disajikan pada Gambar 1.4. berikut.

Penetapan Tujuan Umum Perusahaan 

Kinerj a pemasaran produk baru atau produk perusahaan yang sudah ada akan ditentukan oleh beberapa kriteria yang berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Namun demikian, secara umum kinerj a pemasaran dapat ditentukan dengan membandingkan target pengembalian investasi atau sering dikenal dengan Return on Investment (ROI) dengan standar keuntungan bebas resiko yang ada. Logika sederhana menyatakan bahwa perusahaan akan di nilai "balk" apabila mampu mencapai target ROI di atas tingkat keuntungan bebas resiko.

Evaluasi Alternatif Kesempatan Pasar 

Perencanaan pemasaran pada tingkat korporat juga harus melakukan penilaian terhadap


berbagai alternatif kesempatan pasar yang ada. Proses evaluasi dalam praktik banyak dilakukan oleh suatu komite yang ditunjuk oleh manajemen puncak. Pada prinsipnya komite yang ditunjuk hams marnpu mempertimbangkan proses pengembangan internal dengan kesempatan investasi yang dilakukan dengan pengembangan eksternal. Pertimbangan yang dipergunakan juga tetap mendasarkan diri pada asas manfaat dan biaya.

Pengembangan Strategi Pemasaran pada Tingkat Korporat 

Perencanaan pemasaran, seperti sudah disebut pada bagian awal, adalah merupakan guidelines bagi pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang. Perusahaan dapat menempuh beberapa strategi pertumbuhan tergantung pada konsentrasinya pada revitalisasi produk yang ada, pengembangan produk baru, atau akuisisi eksternal untuk kegiatan bisnis yang baru. Apapun bentuk strategi pertumbuhan yang dipilih, semuanya dirancang untuk mampu memaksimumkan bauran antara produk dan pasar baik untuk produk baru, dengan pasar baru maupun untuk produk lama, pasar lama.


Alokasi sumberdaya pada tingkat korporat ini kadangkala memang terasa sulit dan rumit. Hal ini disebabkan keputusan yang diambil merupakan perencanaan sentral bagi upaya pendanaan dan pada akhirnya penentuan kinerja perusahaan.

Evaluasi dan Pengendalian 

Strategi pertumbuhan yang dikembangkan pada tingkat korporat mensyaratkan bahwa kebutuhan dana harus dapat dialokasikan pada berbagai periode waktu. Pada akhir periode perencanaan, manajer puncak kemudian harus memberikan penilaian atas kinerja yang dicapai dengan ekspektasi awal yang ditunjukkan pada prakiraan.

1.4. SISTEM PEMASARAN MAKRO 

Dalam mengembangkan perencanaan pemasaran, manajer pemasaran harus mempertimbangkan beberapa faktor lingkungan yang membentuk dan mempengaruhi permintaan. Beberapa dimensi lingkungan yang membentuk sistem pemasaran makro bahwa fokus utama sistem pemasaran makro adalah konsumen. Lapisan berikutnya adalah komponen-komponen dasar pada strategi pemasaran. Elemen ketiga terdiri atas lembaga-lembaga penunjang pelaksnaan strategi pemasaran. Akhirnya, lingkungan eksternal akan melingkupi keseluruhan aktivitas pemasaran perusahaan.

Lanjut ke Manajemen Pemasaran - Identifikasi Kesempatan Pemasaran
 
Anda Akan Menyukai ini :

0 komentar:

Post a Comment

 

Komentar

Postingan Terakhir