Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Friday, April 2, 2010

Filsafat Ilmu - BAB III Asal Usul dan Hakikat Pengetahuan

Friday, April 2, 2010
BAB III
ASAL USUL DAN HAKIKAT PENGETAHUAN




1. Catatan Awal

Bagian ini merupakan pembahasan untuk menjawab pertanyaan: dari mana asal usul pengetahuan? Dengan kata lain, kita ingin menjawab pertanyaan: bagaimana pengetahuan itu lahir? Kalau suatu pagi ada sebuah mobil berwarna merah lewat di depan rumah saya, dan saya mengatakan bahwa saya melihat mobil berwarna hijau, bagaimana ceritanya sampai saya tahu bahwa ada mobil berwarna hijau lewat di hadapan saya? Ada berbagai cara menjelaskan hal itu. Rena Descartes, misainya, akan memberikan jawaban yan glain dari John Locke, misalnya. Locke memberikan jawaban berbeda dengan Henri Bergon. Dan inilah yang coba dibahas dalam bab ini.

2. Asal Usul Pengetahuan
Secara garis besar, ada lima jawaban terhadap pertanyaan tentang asal usul pengetahuan manusia, yakni rasionalisme, empirisme, fenomenalisme Kant, intuisionisme, dan metode ilmiah. Berikut pembahasan tentang setiap aliran secara singkat.

2.1. Rasionalisme
Tokoh-tokohnya kebanyakan para filsuf abad pertengahan, seperti Agustinus, Johanes Scotus, Avicenna, dan para filsuf modern seperti Rene Descartes, Spinoza, Leibniz, Fichte, Hegel. Plato juga termasuk kelompok ini. Juga Galilea Galilei dan Leonardo da Vinci.

Rasionalisme mengajarkan bahwa asal usul pengetahuan ialah rasio. Para penganut rasionalisme tidak menyangkal peran indra, tetapi mengatakan bahwa peran indra sangat kecil. Yang lebih aktif justru rasio. Mereka mengatakan, pengetahuan manusia sebetulnya sudah ada lebih dulu dalam rasio berupa kategori-kategori. Ketika indra menangkap obyek, maka obyek-obyek yang ditangkap itu hanya dicocokkan saja dengan kategori yang sudah ada lebih dulu dalam rasio. Jadi, menurut mereka, pengalaman adalah pelengkap bagi akal.

Plato membedakan pengetahuan indrawi dan pengetahuan ideal. Pengetahuan indrawi lewat pancaindra, katanya, bukan pengetahuan yang sebenarnya. Itu tidak lebih dari hanya kesan-kesan yang bersifat sementara karena menyangkut kejadian-kejadian yang senantiasa berubah. Oleh sebab itu apa yang ditangkap itu tidak mencerminkan kenyataan yang sebenarnya. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan rasio karena menyangkut dunia idea yang bersifat tetap. Ajaran ini berkaitan dengan dua dunia yang diajarkan Plato, yakni dunia idea dan dunia materi. Materi, menurut dia, hanyalah pencerminan dari dunia idea. Kursi yang ada di klas tidak nyata, karena hanya merupakan bayangan dari ide cermin yang ada di dunia idea. Jadi, pengetahuan indra tentang kursi bukar} pengetahuan yang sebenarnya. Maka, menurut Plato, ide-ide yang bersifat umum merupakan bentuk-bentuk yang bersifat tetap, karena terlepas dari sifat indrawi dan dipakai sebagai sarana untuk menetapkan pedoman dan norma-norma bila kita hendak mengetahui hakikat di balik gejala-gejala (Prof.Dr G.Nuchelmans, Filsafat Pengetahuan, dalam Berpikir Secara Kefilsafatan, 89-90)

Rene Descartes, lewat diktum terkenalnya Cogito, ergo sum (saya berpikir, maka saya ada) memberikan peran sangat menentukan bagi rasio dalam proses lahirnya pengetahuan. Menurut Descartes, segala sesuatu yang bersifat terang dan jelas (clara et distincta) bagi akal budi dapat digunakan sebagai dasar yang tak perlu dibuktikan lagi kebenarannya untuk melakukan penjabaran terhadap pernyataan-pernyataan yang lain. Metode Descartes ini disebut metode kera$u-raguan atau metode apriori.

Segenap ilmu harus didasarkan pada kepastian-kepastian yang tak dapat diragukan lagi kebenarannya yang secara langsung dilihat oleh akal budi manusia. Dengan metode apriori, kita melakukan penalaran-penalaran berdasarkan proposisi-proposisi yang terlepas dari pengalaman indrawi. Selanjutnya, berdasarkan hasil penalaran tersebut, kita menarik kesimpulan, sampai akhirnya sampai pada proposisi khusus yang mungkin dapat dikukuhkan dengan bahan bukti lewat indra. Seandainya bahan bukti itu belum ada, kita toh sudah mempunyai kepastian mutlak tentang kebenaran proposisi-proposisi khusus itu. Meskipun demikian, Descartes meluangkan banyak waktu untuk melakukan percobaan dan mengadakan pengamatan, dan ini membuktikan bahwa bagi dia deduksi rasionalistik nampaknya belum cukup untuk mendapatkan pengetahuan sempurna tentang kenyataan. Jadi, para penganuf rasionalisme berpendapat bahwa pengetahuan diperoleh lewat kepastian-kepastian yang bersifat apriori yang sudah terdapat pada akal manusia. Pengalaman hanya sekunder. Perlu dicatat disini bahwa mereka sama sekali tidak menolak peranan indra. Mereka hanya mengatakan bahwa daIam proses lahirnya pengetahuan, rasio memainkan peranan lebih dominan, bahkan sangat menentukan.

2.2. Empirisme

Tokoh-tokohnya antara lain John Locke, Berkeley, David Hume. Sedikit banyaknya Goethe dan kaum positivis seperti August Comte juga dapat dimasukkan ke dalam aliran empirisme. Para penganut aliran empirisme tentu saja menentang kaum rasionalis yang begitu memberikan tempat dan peranan bagi akal dalam proses lahirnya pengetahuan. Mereka mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh lewat pengalaman. Penn rasio dalam pengetahuan kecil saja. Yang lebih menentukan adalah pengalaman indra. Akal hanya merupakan tempat penampungan yang secara pasif menerima apa yang diterima indra. John Locke, filsuf Inggris, misalnya menyebut manusia dengan tabula rasa (papan yang kosong). Di atas papan yang kosong itulah dicatat pengalaman-pengalaman yang masuk lewat indra.

Perlu dikemukakan lagi di sini bahwa para empiris samasekali tidak menolak peran rasio dan proposisi-proposisi logik serta matematis. Mereka memang mengakui bahwa kebenaran dari proposisi-proposisi logika dan matematik memang tak dapat diragukan. Mereka hanya menegaskan bahwa yang lebih dominan dalam proses lahirnya pengetahuan adalah pengalaman. Jadi, yang penting di sini falah pengalaman indra. Pengalaman merupakan akibat rangsangan obyek pada alat indra, yang kemudian menimbulkan rangsangan syaraf yang diteruskan ke otak. Di dalam otak dibentuk tanggapan-tanggapan terhadap obyek yang merangsang tadi.

2.3. Fenomenalisme Kant

Ajaran ini dikemukakan oleh Immanuel Kant, seorang filsuf Jerman. Dia berusaha
mendamaikan pertentangan antara empirisme. dan rasionalisme. Menurut Kant, dalam proses pengetahuan unsur rasio dan indra sama-sama berperan. Tidak mungkin yang satu bekerja tanpa yang lain. Indra lianya memberikan data, yakni warna, cita rasa, bau dan lain-lain. Untuk mempunyai pengetahuan (= menghubungkan hal-hal itu) kita harus keluar atau menembus pengalaman. Pengetahuan terjadi dengan menghubung hubungkan, dan ini dilakukan oleh rasio. Menurut Kant, pengetahuan hanya bisa terjadi oleh kerjasama antara pengalaman indra dan akal budi. Kita bisa menjelaskan ini lewat sebuah contoh sederhana. Suatu pagi, saya membaca koran. Di halaman depan, ada foto seorang gadis tersenyum lebar ketika menerima piala penghargaan karena memenangkan lomba mengarang tingkat nasional. Serentak saja saya berteriak: Oh, Anna. Dia adalah teman kelasku di SMA dulu, dan sudah enam tahun kami berpisah. Wajahnya bundar, ada tai lalat di dagunya. Kulitnya kuning, rambutnya lurus, punya lesung pipit kalau tersenyum atau tertawa. Dan ada bekas luka di dekat mata kirinya, agak ke bawah, karena kena lemparan batu. Saya tahu persis kaiena itu ulahku. Dan di foto itu semua tanda pengenalnya ada. Makanya saya pastikan itu Anna. Tapi, lama-lama, saya bertanya: jangan jangan ini hanya mirip Anna saja. Tapi saya meyakinkan diriku, bahwa itu memang orangnya. Ada tahi lalat, semua tanda itu ada. Tapi mana bekas luka di dekat mata kiri itu? Saya melihat dengan lebih teliti. Hampir tidak kelihatan. Tapi apa memang tidak ada bekas luka itu, atau memang karena kertas korannya tidak bagus sehingga luka itu bekas luka itu nyaris tak kelihatan? Lalu saya ambil kaca pembesar, dan oh itu dia, ada bekas luka itu. Saya pastikan bahwa itu Anna. Tapi ada pertanyaan lain lagi: tapi yang di foto ini kok gemuk sekali. Lalu saya
mencari jawaban: enam tahun tak ketemu, dan dalam selang waktu itu tentu bisa dia jadi begitu. Orang tuanya punya pekerjaan baik, penghasilan lumayan, jadi soal makan minum terjamin. Maka masuk akal dia jadi lebih gemuk. Mengapa tidak?


Contoh di atas menunjukkan bahwa di sini indra dan rasio sama-sama berperan. Mata melihat gambar, tapi ingatan juga berperan. Saya ingat bahwa Anna itu dulunya punya ciri-ciri seperti itu. Semua itu harus digabung dengan apa yang dilihat mata. Dan akhimya saya pastikan baliwa itu Anna, temanku itu.

2.4. Intuisionisme

Paham ini diajarkan oleh Henri Bergon, seorang filsuf Prancis. Bergson membedakan pengetahuan atas pengetahuan diskursif dan pengetahuan intuitif. Pengetahuan diskursif bersifat analitis, dan diperoleh melalui perantara dan simbol. Pengetahuan seperti ini dinyatakan dalam simbol, yakni bahasa. Jadi, ini merupakan pengetahuan tidak langsung. Kalau saya menceritakan pengalaman saya, maka saya menggunakan bahasa. Jadi, pengetahuan yang diperoleh dengan cara ini bersifat tidak langsung. Sebaliknya pengetahuan intuitif bersifat langsung, sebab tidak dikomunikasikan melalui media simbol. Pengetahuan ini diperoleh lewat intuisi, pengalaman langsung orang yang bersangkutan. Jelas, pengetahuan seperti ini lebih lengkap. la menghadirkan pengalaman dan pengetahuan yang lengkap bagi orang yang mengalaminya. Tapi, alhasil pengetahuan jenis ini bersifat subyektif, sebab hanya dialami oleh orang tersebut. Menurut intuisionisme, pengetahuan yang lengkap hanya diperoleh lewat intuisi, yakni penglihatan langsung. Pada pengalaman itu orang seperti melihat kilatan cahaya yang memberikan kepadanya pengetahuan tentang sesuatu secara tuntas. Jadi, ini merupakan pengetahuan lengkap, sedangkan pengetahuan diskursif bersifat nisbih dan parsial. Jelaslah, bahwa sifat pengetahuan dalam intuisionisme (lebih subyektif dibanding pengetahuan rasionalis dan empiris yang lebih obyektif.

2.5. Metode Ilmiah

Ini digunakan oleh para ilmuwan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang sesuatu. Metode ilmiahbiasanya terdiri dari unsur-unsur berikut:
2.5.1. Sejumlah pengamatan (pengalaman) yang digunakan sebagai dasar untuk merumuskan masalah.
2.5.2. Hipotesa untuk penyelesaian yang berupa saran. Ini bersifat sementara dan perlu diverifikasi lebih lanjut. Dalam hipotesa, kebenaran masih bersifat probabilitas (kemungkinan). Kegiatan akal bergerak keluar dari pengalaman, mencari suatu bentuk untuk menyusun fakta-fakta dalam kerangka tertentu. Hipotesa dilakukan melalui penalaran induksi, dan memuat kalkulasi dan deduksi.
2.5.3. Eksperimentasi: ini merupakan kajian terhadap hipotesa. Hipotesa yang kebenarannya dapat dibuktikan clan diperkuat.dinamakan hukum. Sedangkan, di atas hukum terdapat teori.
Jadi, unsur utama dalam metode ilmiah ialah penggunaan akal, pengalaman, clan hipotesa. Kalau kelima macam jawaban di atas dipadatkan, maka kita temukan dua kelompok besar, yakni intuisi di satu pihak, dan rasionalime-empirisme-kritisime-metode ilmiah di pihak lain. Semuanya berusaha untuk nienjelaskan lahirnya atau asal usul pengetahuan.

3. Hakikat Pengetahuan

Dalam pembahasan di Bab II (Apa Itu Pengetahuan) dikemukakan bahwa pengetahuan adalah kemanunggalan antara subyek dan obyek. Disitu dibahas secara umum tentang apa saja yang merupakan unsur-unsur pengetahuan, dan bagaimana interaksi di antara unsur-unsur tersebut. Tapi, kita masih belum mengetahui dengan jelas hakikat pengetahuan. Dari pembahasan tentang asal-usul pengetahuan di atas, sebetulnya dapat diketahui pula hakikat pengetahuan. Bagi para penganut empirisme, misalnya. hakikat pengetahuan adalah pengalaman indra. Para rasionalis tentu saja menjawabnya lain. Jawaban atas pertanyaan tentang hakikat pengetahuan diberikan oleh aliran idealisme, empirisme, positivisme, dan pragmatisme. Berikut uraian setiap aliran secara ringkas.

3.1. Idealisme

Para penganut aliran idealispie berpandangan bahwa pengetahuan adalah prosesproses mental clan psikologis yang bersifat subyektif. Oleh karena itu, pengetahuan tidak lain merupakan gambaran subyektif tentang suatu kenyataan. Menurut mereka, pengetahuan tidak memberikan gambaran sebenarnya tentang kenyataan yang berada di luar pikiran manusia.

3.2. Empirisme

Tentang asal usul pengetahuan para penganut aliran ini mengatakan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman indra. Tentang hakikat pengetahuan, mereka
mengatakan bahwa pengetahuan adalah pengalaman. Seorang tokoh empirisme radikal adalah David Hume. Dia berpendapat bahwa idea-idea dapat dikembalikan kepada sensasi-sensasi (rangsang indra). Pengalaman merupakan ukuran terakhir dari kenyataan. Apa yang dialami, itulah pengetahuan.

3.3. Positivisme

Kalau idealisme dapat dianggap sebagai kelanjutan dari rasionalisme, maka positivisme merupakan perpanjangan dari empinisme. Para penganut aliran ini menolak kenyataan di luar pengalaman. Mereka mengatakan bahwa kepercayaan yang berdasarkan dogma harus digantikan pengetahuan yang berdasarkan fakta.

3.4. Pragmatisme

Tokoh-tokoh aliaran ini antara lain William James, John Dewey, dan C.S. Pierce. Menurut aliran ini, hakikat pengetahuan terletak dalam manfaat praktisnya bagi kehidupan. Pengetahuan adalah sarana bagi perbuatan. C.S.Pierce mengatakan bahwa yang penting adalah pengaruh sebuah ide atau pengetahuan bagi sebuah rencana. Nilai sebuah pengetahuan tergantung pada penerapannya secara konkrit dalam kehidupan masyarakat. Suatu pengetahuan itu benar bukan karena ia mencemunkan kenyataan obyektif, melainkan karena ia bermanfaat bagi umum. Menurut William James, ukuran kebenaran ditentukan oleh akibat praktisnya Sedangkan John Dewey menegaskan tidak perlu mempersoalkan kebenaran suatu pengetahuan, tapi sejauh mana pengetahuan memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat. (Ali Mudhofir, dalam Filsajat Ilrrtu, 25-26)

4. Rangkuman

Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menarik beberapa pokok scbagai rangkuman di bawah ini:

4.1.Tidak ada penjelasan tunggal tentang asal usul pengetahuan. Alirana-aliran itu antara lain rasionalisme, empirisme, fenomenalisme Kant, dan intuisionisme. Selain itu proses lahirnya pengetahuan juga dapat dijelaskan menurut metode ilmiah, Tetapi pada dasarnya kita dapat menerima bahwa rasio dan indra manusia sama-sama berperan dalam pembentukan pengetahuan. Apa yang dikemukakan Immanuel Kant adalah usaha untuk mendamaikan pertentangan pandangan rasionalisme dan empirisme.

4.2. Tentang hakikat pengetahuan juga kita temukan banyak jawaban, setiapnya menurut aliran tertentu dalam filsafat. Setiap jawaban itu secara sendiri-sendiri memang memberikan gambaran yang kurang lengkap tentang hakikat pengetahuan, tetapi secara bersama-sama dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang apa itu pengetahuan.


0 komentar:

Post a Comment

 

Komentar

Postingan Terakhir