Bab IV Proses Pengambilan Keputusan dan Perilaku Konsumen
Learning Objectives
1. Memberi pemahaman tentang lingkup keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen.
2. Menjelaskan tentang klasifikasi keputusan pembelian konsumen.
3. Memberi penjelasan tentang arti penting perilaku konsumen dalam perencanaan strategi pemasaran.
Perencanaan dan pengembangan strategi pemasaran membutuhkan pemahaman mendasar tentang perilaku konsumen. Bentuk keputusan pembelian terhadap merek dan kelompok produk akan tergantung dan tipe konsumen yang dilayani perusahaan yaitu: konsumen akhir dan konsumen industrial atau organisasional. Pemahaman perilaku konsumen secara menyeluruh mencakup tujuh kunci yaitu: bahwa perilaku konsumen pada dasarnya adalah suatu proses yang kompleks yang mencakup berbagai aktivitas, peran, dan keterlibatan manusia, pada berbagai keadaan dan pengaruf faktor lingkungan. Berbagai hal yang terkait dengan proses pengambilan keputusan pembelian untuk kedua tipe pembeli akan dibahas secara rinci pada bagian ini.
Untuk setiap tipe pembeli, proses keputusan pembelian akan dicoba diuraikan tiga tipe perilaku pembelian yang didasarkan atas situasi yang dihadapi konsumen: keputusan pembelian terpadu, kebiasaan, dan keputusan pembelian yang tidak banyak membutuhkan pemikiran atau upaya khusus untuk menentukan pilihan. Keputusan konsumen untuk membeli sebuah mobil adalah satu contoh tipe keputusan yang sifatnya kompleks dan terpadu. Hal ini disebabkan keputusan diambil setelah dilakukan pertimbangan berbagai faktor melalui serangkaian kegiatan pencarian informasi, evaluasi alternatif, pada akhirnya penentuan produk. Sementara itu tipe keputusan lain mungkin tidak perlu dasar pertimbangan yang rumit seperti itu. Keputusan pembelian dapat saja diambil dengan upaya minimal karena hanya mendasarkan din pada kepuasan masa lalu terhadap penggunaan suatu produk. Tipe pembelian semacam ini merupakan tipe kebiasaan, yang pada akhirnya menciptakan loyalitas konsumen terhadap produk dan perusahaan.
4.1. LINGKUP KEPUTUSAN PEMBELIAN
Keputusan pembelian yang dilakukan konsumen akan mencakup pertimbangan berbagai aspek. Pada umumnya konsentrasi pemasaran lebih diarahkan pada keputusan tentang pemilihan alternatif terhadap merek produk tertentu. Hal ini disebabkan strategi pemasaran seringkali dikembangkan bagi pencapaian target untuk merek produk tertentu. Walaupun demikian, ini bukan berarti bahwa keputusan pembelian akan ditentukan oleh keputusan tentang merek individual saja. Harus juga diingat bahwa konsumen mengambil keputusan untuk membeli didasarkan atas suatu hierarkhi proses seperti telah diuraikan pada bagian awal buku ini.
Di dalam proses penentuan alternatif keputusan pada setiap hierarkhi, seorang konsumen juga akan menentukan sumber informasi yang akan dijadikan dasar pengambilan keputusan. Beberapa sumber informasi yang dapat dipergunakan oleh konsumen antara lain: dealer, keluarga, teman, dan media massa. Memang, pemahaman terhadap sumber informasi saja dirasa belum cukup. Bagi manajer pemasaran fokus utama dari semuanya itu adalah pada implikasi strategi pemasaran yang akan dipergunakan bagi kepentingan perusahaan. Sebagai Contoh: 1. Keputusan tentang kategori produk: - Memberi rerangka yang luas dalam memahami lingkup persaingan produk. - Pengamatan terhadap trend permintaan industri memungkinkan perusahaan mengidentifikasi dampaknya terhadap produk perusahaan. 2. Keputusan tentang merek produk: - Memberikan dasar bagi manajemen dalam membandingkan kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan produk pesaing. - Memberikan pemilciran meluncurkan produk barn untuk melayani kebutuhan yang belum terpenuhi. 3. Keputusan tentang sumber informasi: - Memberikan dasar bagi manajemen tentang bentuk informasi yang diperlukan untuk mempengaruhi konsumen dalam pembelian produk. - Sebagai pegangan dasar bagi manajemen dalam mengarahkan isi pesan pada target pasar yang dilayani.
4.2. KLASIFIKASI KEPUTUSAN PEMBELI
Proses pengklasifikasian keputusan pembeli dapat dilakukan dengan menggunakan matriks berdimensi aspek kebutuhan informasi dan tipe keputusan yang akan dimabil. Rancangan matriks berdimensi informasi dan keputusan pembelian disajikan pada Gambar 4.1. Konsep yang dikembangkan pada gambar itu berlaku baik untuk konsumen individual maupun konsumen organisasional. Hanya saja, perbedaan keputusan yang diambil nampak dan situasi yang dihadapi oleh konsumen individual maupun organisasional.
Dimensi pertama pada sajian Gambar 4.1. menunjukkan perbedaan antara pengambilan keputusan dan kebiasaan yang dilakukan konsumen. Sebagai contoh, pembelian kendaraan bermotor pada umumnya menunjukkan proses yang pengambilan keputusan yang serius. Artinya, membutuhkan kelengkapan informasi sebelum keputusan diambil. Sedangkan untuk pembelian barang-barang seperti halnya deodorant, pasta gigi, dan sabun hampir dapat dikatakan tanpa membutuhkan proses pengambilan keputusan yang berbelit. Sehingga keputusan pembelian untuk produk-produk semacam itu termasuk dalam kebiasaan. Walaupun demikian, dapat terjadi pembelian parfum bagi konsumen tertentu akan banyak membutuhkan pertimbangan khusus sebelum melakukan pembelian.
Dimensi kedua menggambarkan tentang perbedaan kerumitan dalam proses pengambilan keputusan. Dikatakan pengambilan keputusan yang terpadu atau kompleks (high-involve¬ment purchase) karena pada umumnya produk yang dibeli mempunyai arti khusus dan biasanya terkait dengan konsep diri seseorang. Sedang dikatakan keputusan pembelian ringan (low-involvement purchase) karena hampir setiap pembelian dilakukan secara rutin sehingga tidak mempunyai arti yang khusus. Pembelian produk termasuk dalam kategori ini antara lain adalah untuk pemenuhan kebutuhan bahan habis pakai sehari-hari.
Penggunaan kedua dimensi tersebut pada gilirannya menghasilkan empat alternatif keputusan konsumen. Pertama, pengambilan keputusan yang kompleks, terjadi apabila keterikatan individu cukup besar pada berbagai pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan pembelian dilakukan setelah melalui rangkaian proses pencarian informasi sampai dengan evaluasi terhadap merek produk. Tipe keputusan kedua dikenal dengan loyalitas merek (brand loyalty). Keputusan ini terjadi apabila keterikatan individu pada pertimbangan produk cukup tinggi, tetapi konsumen relatifjarang mengambil keputusan yang baru. Dengan kata lain, konsumen hanya melakukan pembelian ulang. Sebagai contoh,
pembelian untuk deodorant, pasta gigi, dan parfum adalah merupakan contoh keputusan pembelian yang menuntut keterlibatan dan keterikatan konsumen yang tinggi. Tetapi setelah konsumen menemukan satu merek produk yang cocok dengan kebutuhannya, ada kecenderungan is melanjutkan pembelian merek produk yang sama.
Tipe keputusan ketiga dikenal dengan keputusan pembelian tiba-tiba atau impulse purchasing. Dikatakan demikian karena konsumen tidak membutuhkan banyak pertimbangan untuk melakukan pembelian. Proses keputusan dapat dilakukan dengan cepat, tanpa harus menunggu pencarian informasi dan judgement tertentu untuk memilih produk. Bagi konsumen, merek itu sendiri sudah cukup dipergunakan sebagai dasar untuk membandingkan produk. Satu hal lagi yang perlu diingat dalam tipe keputusan ini adalah bahwa konsumen relatif tidak menghadapi switching costs yang tinggi untuk berganti merek produk.
Akhirnya, tipe keputusan keempat terjadi apabila konsumen tidak banyak membutuhkan pertimbangan dalam menentukan pembelian produk yang disebabkan bukan karena mereka loyal terhadap produk, melainkan disebabkan oleh inertia. Artinya, konsumen memilih dan menentukan merek produk yang relatif dapat memuaskan kebutuhannya, walaupun belum optimal; dan ini disebabkan mereka tidak ingin membuang banyak waktu dan usaha mencari alternatif. Beberapa tipikal produk yang dibeli secara inertia antara lain adalah deterjen, garam, atau pembelian produk-produk tertentu yang sulit untuk dipisahkan karakteristiknya denga jelas. Jadi, konsumen membeli produk itu bukan karena loyalitas pada merek tetapi keinginan untuk menghindari proses keputusan yang berbelit.
Perilaku Konsumen Organisasional
Klasifikasi yang disajikan pada Gambar 4.1. pada dasarnya juga berlaku untuk mengetahui pola keputusan konsumen organisasional. Pada kelompok konsumen yang dimaksud, tipe keputusan dapat dibagi menjadi dua yaitu:
(1) keputusan yang dilakukan hanya sekali (new task decision), dan
(2) keputusan yang dilakukan secara berulang (straight rebuy).
Pembelian sistem pembangkit tenaga atau peralatan berupa mesin-mesin produksi adalah termasuk ke dalam tipe pembelian yang hanya sekali. Tipe keputusan yang dimaksud merupakan keputusan yang kompleks atau terpadu karena memang konsumen belum pernah memutuskan untuk hal yang sama. Oleh karena itu, pencarian informasi secara ekstensif sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi alternatif pemasok dan penentuan spesifikasi produk. Sementara itu tipe keputusan berulang dapat terjadi misalnya untuk pembelian pipa, cat, pita, dan bahan pelumas.
Untuk pembelian barang-barang tersebut dapat dikategorikan sebagai pembelian atas dasar kebiasaan (habitual purchase). Dikatakan demikian karena loyalitas pembelian muncul oleh sebab adanya kepuasaan atas produk, pelayanan, atau harga. Sudah barang tentu, dalam banyak hal seringkali dijumpai tipe pembelian yang berada diantara kategori pembelian sekali dan berulang. Lebih tepat dikatakan modifikasi antara pembelian sekali dan berulang atau disebut juga sebagai modified rebuy." Modifikasi yang dimaksud dapat berupa waktu pembelian, cara pembayaran, atau bahkan pada pemasoknya.
Tipe keputusan pembelian industrial dalam banyak hal dianggap menuntut keterlibatan konsumen yang tinggi dalam proses pengambilan keputusannya. Hal ini dapat terjadi mungkin karena risiko yang melekat pada pembelian produk maupun nilai ekonomis produk yang cukup tinggi. Namun demikian ini bukan berarti model keputusan berulang (low- involvement decision) tidak dapat diterapkan untuk pembelian organisasional. Satu alasan yang sering dikemukakan untuk menggunakan pemasok yang sama, yang berarti tidak banyak membutuhkan pertimbangan untuk memutuskan pembelian, muncul bukan disebabkan pelayanan yang baik atau harga yang murah dan pemasok tersebut melainkan karena konsumen menghindari adaya perubahan, yang berarti meminimisasi risiko.
4.3. PERILAKU KONSUMEN AKHIR DAN IMPLIKASI STRATEGI PEMASARAN Penetapan strategi pemasaran akan sangat tergantung pada bagaimana proses keputusan dilakukan oleh pembeli. Implikasi strategik perilaku konsumen akhir akan dapat dilihat apakah konsumen mengambil keputusan pembelian dalam situasi yang kompleks, atas dasar kebiasaan, atau karena memang tidak banyak membutuhkan pertimbangan khusus untuk melakukan pembelian.
Pengambilan Keputusan yang Kompleks
Proses pengambilan keputusan dalam situasi yang kompleks pada umumnya akan menganut pola seperti disajikan pada Gambar 4.2.
1. Munculnya kebutuhan akan suatu produk dapat disebabkan faktor demografis, psikografis, atau faktor lingkungan eksternal lainnya. Sebagai contoh, kelompok masyarakat yang tergolong eksekutif muda di Indonesia pada generasi 90-an kini bercirikan workaholic atau "gila-kerja" dan obsesif. Artinya, tidak mengenal lelah untuk bekerja dan bahkan cenderung terlalu demonstratif serta "ngotot" dalam pekerjaan. . Gaya hidup dari kalangan eksekutif muda ini pada gilirannya mendorong munculnya berbagai kebutuhan ekekutif muda profesional, misalnya kendaraan, alat komunikasi, dan hiburan.
2. Adanya kebutuhan yang belum terpenuhi akan mendorong seseorang untuk mencari informasi dan lebih tanggap terhadap rangsangan atau stimuli yang berkaitan dengan pemenuhan keutuhan itu. Hal itu dapat bersumber dari iklan, teman, salesman, dan sebagainya. Informasi baru yang diperoleh calon konsumen mungkin saja merubah sikap terhadap merek produk tertentu atau mungkin juga menjadikan konsumen tersebut sadar terhadap adanya berbagai pilihan produk.
3. Konsumen akan melakukan evaluasi terhadap berbagai merek produk yang diperoleh selama proses pencarian informasi. Merek produk dievaluasi atas dasar berbagai kriteria dalam upaya pemenuhan kebutuhan. Sebagai contoh, pembeli kamera akan mempertimbangkan kualitas lensa, kecepatan, aperture, kemudahan menggunakan, dan harga sebagai dasar evaluasi.
4. Proses pembelian dilakukan setelah dilakukan evaluasi terhadap berbagai kriteria. Pembelian itu sendiri sebenarnya merupakan keputusan yang kompleks dan tidak dapat begitu saja dilakukan oleh konsumen dengan segera. Konsumen yang mempertimbangkan membeli kendaraan bermotor mungkin saja tidak langsung melakukan pembelian, walaupun toh sebelumnya sudah melakukan proses evaluasi terhadap berbagai merek. Dasar pertimbangannya mungkin adalah faktor keuangan, waktu, dan tambahan informasi yang mungkin diperoleh.
5. Perilaku pasca pembelian adalah merupakan proses evaluasi setelah seorang konsumen mempelajari dan mengetahui lebih dalam tentang produk yang dibeli. Tiga kemungkinan hasil evaluasi pasca pembelian: kepuasan, ketidakpuasan, dan pertentangan (disso-nance). Indikator adanya kepuasan atau ketidakpuasan konsumen dapat dilihat dari tingkat pembelian ulang terhadap produk perusahaan. Konsumen cenderung melakukan pembelian ulang apabila ia mendapat kepuasan atas produk yang dibeli, demikian sebaliknya. Sedangkan dissonance adalah penerimaan informasi yang negatif atau bertentangan terhadap merek produk yang sudah dibeli. Seringkali informasi tersebut berakibat timbulnya keraguan terhadap produk setelah pembelian. Misalnya, anggap saja seorang konsumen baru saja membeli sebuah Laser Disc merek tertentu. Sesaat setelah pembelian, ia menerima informasi dari seorang teman yang mengatakan bahwa merek Laser Disc yang dibeli sering mengalami kerusakan teknis seperti halnya yang dimiliki teman tersebut. Dalam kondisi semacam itu, secara alami konsumen yang baru saja membeli Laser Disc akan merasa mengambil keputusan yang salah. Banyak konsumen mencoba mengurangi dissonance dengan cara melupakan informasi yang diperoleh atau secara selektif menginterpretasikan sehingga tidak menimbulkan konflik dengan keputusan pembelian yang telah dilakukan.
Fungsi strategi pemasaran dalam hal ini adalah mengurangi perasaan bertentangan afau dissonance dengan cara memperkuat kembali alasan pembelian produk yang telah dilakukan sebelumnya. Kalau demikian halnya, maka apa yang dapat dilakukan oleh seorang pemasar untuk mengurangi dissonance? 1. Memberikan garansi yang memadai dan meyakinkan terhadap pelayanan puma jual yang baik. 2. Mengiklankan kualitas produk yang dapat dipercaya untuk menambah keyakinan pembelian sebelumnya. 3. Menindaklanjuti pembelian dengan cara melakukan kontak langsung untuk memastikan bahwa konsumen memahami tentang penggunaan produk.
Kelima langkah pengambilan keputusan yang kompleks, seperti diuraikan di atas, mempunyai implikasi bagi strategi pemasaran terutama dalam melakukan segmentasi pasar, pengembangan produk, penempatan posisi produk, penetapan harga, distribusi, dan pengiklanan.
Segmentasi Pasar
Studi tentang proses keputusan pembelian dilakukan dapat dipergunakan untuk menentukan segmen pasar dan pada akhirnya target pasar yang akan dilayani dengan produk perusahaan. Sebagai contoh, dalam pembelian kamera, informasi yang diperoleh mungkin dapat dipergunakan untuk membagi pasar kamera berkualitas ke dalam dua segmen: feature- oriented segment, dan self confidence, quality-oriented segment. Untuk setiap segmen kemudian dapat dikembangkan model kamera, iklan, dan harga yang berbeda-beda. Dapat terjadi, dan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa segmen pasar yang menakankan pada kualitas adalah mereka yang tergolong berpenghasilan tinggi, usia dewasa, dan mempunyai kedudukan manajerial-profesional. Dengan informasi semacam ini, maka seorang pemasar dapat memperoleh pedoman dalam merancang tema iklan dan pemilihan media.
Pengembangan Produk
Pemahaman terhadap kebutuhan konsumen akan berpengaruh terhadap proses pengembangan produk. Dengan menggunakan contoh yang sama, maka ada kecenderungan bahwa segmen pasar yang berorientasi pada feature produk akan cenderung memilih model kamera yang banyak menawarkan option fungsional yang membantu dalam pengambilan gambar. Sedangkan segmen pasar yang berorientasi pada kualitas akan cenderung menekankan pada kualitas lensa sebagai dasar pertimbangan pembelian produk.
Penempatan Posisi Produk dalam Persaingan (Product Positioning)
Pemahaman terhadap proses keputusan pembelian yang kompleks juga akan menentukan ketepatan pemasar untuk memilih dan menempatkan posisi produk dalam persaingan. Kebutuhan akan kualitas, feature, speed, kemudahan mengoperasikan, dan harga produk masing-masing dapat dipergunakan untuk menciptakan keunikan produk perusahaan dibanding produk pesaing.
Pengiklanan
Pengaruh proses pengambilan keputusan kompleks terhadap strategi pengiklanan dapat diamati pada cara pemasar mengarahkan kampanye produk melalui pengiklanan. Bagi seorang photographer profesional, pengiklanan yang dilakukan harus bertujuan informatif. Jadi, tidak hanya sekedar penyajian kualitas gambar, harga, dan kemudahan pengoperasian.
Distribusi
Produk yang dibeli melalui serangkaian proses keputusan pembelian yang kompleks cenderung didistribusikan secara selektif dibanding cara ekstensif. Distribusi selektif memungkinkan pemasar menetapkan image tentang kualitas produk dan melakukan pengendalian pemasaran sampai pada level tingkat pengecer.
Harga
Dalam kasus keputusan pembelian yang kompleks, konsumen cenderung kurang sensitif terhadap harga untuk suatu merek produk tertentu. Hal ini dapat terjadi karena konsumen dihadapkan pada kendala waktu dan keterbatasan informasi untuk pengambilan keputusan. Oleh sebab itu, keputusan pembelian yang dilakukan cenderung tidak hanya menggunakan harga sebagai patokan dasar. Sebaliknya, untuk tipe keputusan pembelian yang berulang, pada umumnya konsumen menunjukkan sensitifitas terhadap harga yang relatif lebih tinggi. Konsekuensinya, dasar keputusan pembelian ditentukan oleh harga jual produk. Seorang konsumen akan dengan mudah berganti merek atau pemasok hanya karena pertimbangan harga jual produk.
Kembali pada masalah keputusan pembelian yang kompleks, bagi manajer pemasaran adanya sensitifitas yang rendah terhadap harga berarti perolehan keunggulan persaingan harus dicapai melalui strategi produk dan promosi. Bahkan untuk beberapa merek produk tertentu, pemasar cenderung skeptis untuk menurunkan harga yang berlebihan karena konsumen mungkin akan menganggap harga rendah mempunyai konotasi dengan kualitas rendah.
Keputusan Pembelian berdasar Kebiasaan dan Loyalitas Merek
Perasaan puas setelah pembelian pada umumnya akan mendorong konsumen untuk melakukan pembelian ulang atau bahkan menjadi kebiasaan membeli. Kebiasaan (habit) adalah cara konsumen untuk memuaskan kebutuhan atas dasar pengalaman dan berupaya menghindari pengambilan keputusan barn melalui pengurangan atau mengeliminasi pencarian informasi dan evaluasi terhadap suatu merek produk tertentu. Dalam jangka panjang, kebiasaan membeli akan mendorong untuk menjadi loyal terhadap merek produk (brand loyalty). Hal ini dapat terjadi karena konsumen mempunyai komitmen yang tinggi terhadap suatu merek produk tertentu sebagai akibat timbulnya kepuasan masa lalu. Proses pembelian atas dasar kebiasaan disajikan pada Gambar 4.3.
Implikasi strategi pemasaran yang dapt dikembangkan dengan adanya pola pembelian atas dasar kebiasaan sangat berbeda dengan keputusan pembelian yang kompleks. Perbedaan itu dapat dilihat dari rancangan strategi produk, harga, promosi, dan distribusi.
Produk
Produk yang dibeli atas dasar kebiasaan pada umumnya dikemas khusus dengan karakteristik yang sudah baku sehingga hampir dikatakan tidak memerlukan pelayanan
puma jual atau garansi. Hal ini berbeda dengan keputusan pembelian yang kompleks, di mana konsumen dihadapkan pada produk yang secara teknis lebih rumit dan umumnya tidak tahan lama. Dengan demikian, layanan puma jual dan garansi menjadi hal yang begitu penting bagi konsumen.
Harga
Seringkali cara yang ditempuh pesaing untuk merebut konsumen yang loyal pada merek tertentu adalah dengan mencoba menawarkan produk dengan harga khusus atau penjualan khusus. Cara lain yang dapat dipergunakan adalah dengan membagikan sample produk secara gratis. Sebaliknya, cara-cara seperti ini menjadi tidak efektif kalau dipergunakan untuk tipe keputusan pembelian yang kompleks.
Promosi
Bentuk promosi di dalam toko (in-store promotion) dalam banyak hal akan sangat efektif untuk merangsang konsumen membeli atas dasar kebiasaan. Display produk yang menarik akan thendorong konsumen untuk melakukan pembelian. Kini beberapa supermarket juga sudah mulai mengembangkan pengiklanan di dalam toko (in-store advertising) dengan memperdengarkan lagu-lagu yang diselingi "jingle" untuk produk misalnya potato chips, teh, susu, juice, deterjen, pasta gigi, dan bahkan telur ayam.
Distribusi
Penggunaan saluran distribusi yang intensif akan sangat mendorong penjualan untuk keputusan pembelian atas dasar kebiasaan. Hal ini disebabkan frekuensi pembelian yang dilakukan konsumen relatif cukup tinggi sehingga mereka enggan untuk membuang waktu hanya untuk membanding-bandingkan produk di toko yang lain. Lebih dari itu, untuk jenis barang-barang konvenien penggunaan saluran distribusi yang intensif akan mempunyai dampak yang kuat untuk mengingatkan konsumen. Berbeda dengan keputusan pembelian yang kompleks, saluran distribusi yang dipergunakan cenderung selektif karena konsumen membutuhkan layanan khusus melalui cara-cara personal selling.
Implikasi Strategi Pemasaran Produk yang dibeli dengan cara impulse dan inertia.
Pembelian produk yang dilakukan dengan cara impulse atau tiba-tiba dan inertia atau tidak aktif adalah merupakan bentuk pembelian yang tidak melibatkan banyak pertimbangan bagi konsumen (low-involvement purchase). Keputusan pembelian dengan cara inertia kadangkala bahkan dikatakan tanpa proses pengambilan keputusan. Artinya, konsumen memilih produk secara random atau membeli produk dengan merek yang sama hanya untuk sekedar mengindari banyaknya pilihan. Jadi, bukan karena konsumen loyal terhadap merek produk tertentu tetapi karena memang tidak komitmen atau sikap yang kuat terhadap merek produk tertentu.
Sedangkan pada tipe keputusan pembelian dengan cara impulse atau tiba-tiba agak sedikit dengan inertia karena pembelian impulse masih menunjukkan proses yang aktif dalam mengambil keputusan untuk membeli produk. Reaksi konsumen untuk memilih merek produk tertentu dilakukan dengan tiba-tiba, sehingga perbedaan merek produk saja sudah cukup dipergunakan sebagai alasan untuk melakukan pembelian. Motivasi untuk beralih dari merek reguler bukan disebabkan ketidakpuasan seperti halnya dalam keputusan pembelian yang kompleks; tetapi hal itu lebih disebabkan konsumen ingin memperoleh sesuatu yang baru. Keterlibatan konsumen yang rendah dalam proses pengambilan keputusan ini berakibat pada bentuk rancangan strategi pemasaran.
Pengiklanan
Oleh karena konsumen cenderung tidak memperhatikan bentuk iklan yang disajikan, maka peran pengiklanan dalam model keputusan yang keterlibatan konsumen begitu rendah adalah menciptakan keakraban (familiarity) dan asosiasi yang positif terhadap merek produk. Sebagai konsekuensinya, bentuk iklan dalam model keputusan semacam ini harus diarahkan pada:
1. Menekankan pada pengulangan atau repetisi untuk lebih mengenalkan dan mengakrabkan merek produk. 2. Menenkankan pada beberapa point kunci dalam penyampaian pesan yang singkat.
3. Menjaga visualisasi produk di depan konsumen secara terus menerus karena konsumen cenderung pasif dan melupakan dengan cepat.
4. Menggunakan simbol dan imajinasi untuk membentuk asosiasi dengan merek produk mendorong untuk mengingatkan merek produk pada konsumen.
5. Menggunakan display dan bentuk promosi lain yang dapat dilakukan di dalam toko karena seringkali keputusan pembelian dilakukan di dalam toko pada saat berbelanja.
Pemilihan Media Komunikasi Pemasaran
Media komunikasipemasaran yang cukup efektif dipergunakan untuk low-involvement product adalah televisi. Hal ini disebabkan konsumen yang pasif dalam menerima pesan dapat segera dipengaruhi dengan cara yang visual tanpa memaksa konsumen untuk mengevaluasi isi pesan. Penggunaan media televisi juga berarti meminimisasi kesempatan konsumen untuk melakukan refleksi.
Penetapan Harga
Harga jual dalam kategori low-involvement purchase memegang peran yang cukup penting. Oleh karenanya bentuk-bentuk paket penjualan yang menekankan pada penunmar harga akan mendorong konsumen untuk mencoba membeli. - Beberapa Upaya untuk Meningkatkan Keterlibatan Konsumen dalam Pembelian Produk - Beberapa upaya yang dapat dipergunakan oleh pemasar untuk meningkatkan keterlibatan dan komitmen konsumen terhadap merek produk adalah:
1. Mengkaitkan produk dengan isu-isu yang sedang berkembang di masyarakat.
2. Mengkaitkan produk dengan situasi personal. Sevagai contoh iklan minuman kopi yang ditawarkan dalam situasi pagi mungkin akan memberikan situasi yang relevan bagi konsumen.
3. Menonjolkan karakteristik produk tertentu. Pengenalan karakteristik produk yang dianggap penting mungkin dapat juga dipergunakan untuk menintgkatkan keterlibatan dan komitmen konsumen. Pengenalan fluoride dalam pasta gigi akan menaikkan keterlibatan terhadap produk dengan menekankan bahwa fluoride dipergunakan untuk pencegahan kerusakan gigi.
4.4. PERILAKU PEMBELI ORGANISASIONAL DAN STRATEGI PEMASARAN
Perilaku pembeli organisasional mempunyai beberapa kesamaan dengan perilaku pembeli akhir, walaupun demikian banyak juga perbedaannya sehingga membutuhkan perencanaan strategi pemasaran yang berbeda pula.
Kesamaan dengan Perilaku Konsumen Akhir
Pembeli organisasional pada umumnya dilakukan dengan dasar pertimbangan rasional; biaya, kualitas produk, dan pelayanan. Walaupun demikian, dalam banyak hal justru faktor personal dan emotional yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Kalau hal ini terjadi, maka faktor-faktor penentu keputusan pembelian untuk pembeli akhir berlaku juga untuk pembeli organisasional.
Perbedaan dengan Perilaku Konsumen Akhir
Beberapa hal yang menyebabkan perilaku pembeli organisaional berbeda dengan perilaku pembeli akhir adalah:
1. Perilaku pembeli organisasional seringakli melalui proses keputusan kelompok. Artinya, keputusn pembelian ditentukan oleh banyak pihak. Misalnya, agen pembelian, teknisi, manajer produksi, dan manajer umum. Masing-masing individu merupakan satu unit pengambil keputusan atau dikenal dengan decision center.
2. Terdapat ketergantungan yang cukup tinggi antara penjual dan pembeli.
3. Perilaku pasca pembelian merupakan hal yang begitu penting bagi pembeli karena pembeli menghadapi beberapa resiko atas pemasangan dan penggunaan produk yang relatif mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
4. Karena adanya kebutuhan untuk berinteraksi anatar penjual dan pembeli, maka negosiasi sangat dibutuhkan untuk terwujudnya penjualan. Sebagai akibatnya, personal selling adalah merupakan cara yang efektif untuk mempengaruhi pembelian. 5. Pembelian barang industrial dilakukan atas dasar derived demand. Artinya, permintaan terhadap satu jenis barang industrial akan ditentukan oleh permintaan barang lain.
Implikasi Strategi Pemasaran
Pada bagian awal telah diuraikan tiga tipe keputusan organisasional: (1) pembelian berulang yang hanya membutuhkan sedikit informasi (the straight rebuy); (2) pembelian berulang yang (membutuhkan informasi dan evaluasi alternatif (modified rebuy); dan (3) pembelian baru yang membutuhkan informasi dan evaluasi sebelum pembelian dilakukan (the new task). Alternatif kedua dan ketiga pada umumnya adalah merupakan keputusan yang kompleks; sedang pembelian berulang adalah merupakan keputusan atas dasar kebiasaan.
Keputusan Pembelian Kompkleks pada Perilaku Pembeli Organisasional
Proses keputusan pembelian yang kompleks pada pembeli organisasional secara skematis disajikan pada Gambar 4.4. Komponen kunci yang dipergunakan dalam model tersebut pada dasamya sama dengan lima tahapan kunci pada perilaku pembeli akhir. Pencarian informasi pada pembeli organisasional akan lebih banyak bertumpu pada tenaga penjual, tenaga ahli, sumber-sumber resmi yang ditunjuk, dan bahkan dan "mulut-ke -mulut". Proses evaluasi terjadi pada dua tingkatan, pemasok dan merek. Kriteria yang dipergunakan pada pemasok mungkin adalah ketepatan dalam penyampaian (on-time delivery), pemasangan, pelayanan puma jual, dan reputasi perusahaan.
Sedang evaluasi pada merek mungkin adalah pada harga, kinerja produk, dan tampilan khusus yang ditawarkan dalam produk.Keputusan pembelian pada umumnya dilakukan atas dasar kelompok. Hal ini terjadi mungkin karena harga produk relaitf tinggi, pembelian produk baru, produk yang dibeli menggunakan teknologi yang lebih kompleks, dan lingkup organisasi yang akan mempergunakan produk cukup luas.
Evaluasi pasca pembelian akan dilakukan oleh kelompok dan pada umumnya diarahkan untuk menilai efisiensi operasi dan kelayakan pemasok.
Keputusan Pembelian atas Dasar Kebiasaan dan Loyalitas Pemasok untuk Pembeli Organisasional.
Seperti halnya loyalitas pada merek, loyalitas pada pemasok timbul karena adanya kepuasan yang secara alami melekat pada proses keputusan pembelian. Seorang pembeli organisasional yang sudah merasa terpuaskan oleh layanan pemasok mungkin akan menghindari proses pengambilan keputusan yang baru dan pada akhirnya cukup membeli secara rutin dari pemasok yang sama. Loyalitas terhadap pemasok dinilai penting bagi pembeli organisasional karena alasan mengurangi kebutuhan untuk selalu mengambil keputusan dan penggunaan sumberdaya perusahaan yang tidak perlu.
Inertia dalam pembelian produk Industrial
Beberapa alasan subyektif yang mendorong pembeli organisasional membeli pada pemasok tertentu adalah karena alasan adminintrative inertia. Artinya, pembeli mengahadapi kendala untuk melakukan perubahan. Hal ini dapat disebabkan dari unsur personal maupun dari unsur kelembagaannya.
Learning Objectives
1. Memberi pemahaman tentang lingkup keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen.
2. Menjelaskan tentang klasifikasi keputusan pembelian konsumen.
3. Memberi penjelasan tentang arti penting perilaku konsumen dalam perencanaan strategi pemasaran.
Perencanaan dan pengembangan strategi pemasaran membutuhkan pemahaman mendasar tentang perilaku konsumen. Bentuk keputusan pembelian terhadap merek dan kelompok produk akan tergantung dan tipe konsumen yang dilayani perusahaan yaitu: konsumen akhir dan konsumen industrial atau organisasional. Pemahaman perilaku konsumen secara menyeluruh mencakup tujuh kunci yaitu: bahwa perilaku konsumen pada dasarnya adalah suatu proses yang kompleks yang mencakup berbagai aktivitas, peran, dan keterlibatan manusia, pada berbagai keadaan dan pengaruf faktor lingkungan. Berbagai hal yang terkait dengan proses pengambilan keputusan pembelian untuk kedua tipe pembeli akan dibahas secara rinci pada bagian ini.
Untuk setiap tipe pembeli, proses keputusan pembelian akan dicoba diuraikan tiga tipe perilaku pembelian yang didasarkan atas situasi yang dihadapi konsumen: keputusan pembelian terpadu, kebiasaan, dan keputusan pembelian yang tidak banyak membutuhkan pemikiran atau upaya khusus untuk menentukan pilihan. Keputusan konsumen untuk membeli sebuah mobil adalah satu contoh tipe keputusan yang sifatnya kompleks dan terpadu. Hal ini disebabkan keputusan diambil setelah dilakukan pertimbangan berbagai faktor melalui serangkaian kegiatan pencarian informasi, evaluasi alternatif, pada akhirnya penentuan produk. Sementara itu tipe keputusan lain mungkin tidak perlu dasar pertimbangan yang rumit seperti itu. Keputusan pembelian dapat saja diambil dengan upaya minimal karena hanya mendasarkan din pada kepuasan masa lalu terhadap penggunaan suatu produk. Tipe pembelian semacam ini merupakan tipe kebiasaan, yang pada akhirnya menciptakan loyalitas konsumen terhadap produk dan perusahaan.
4.1. LINGKUP KEPUTUSAN PEMBELIAN
Keputusan pembelian yang dilakukan konsumen akan mencakup pertimbangan berbagai aspek. Pada umumnya konsentrasi pemasaran lebih diarahkan pada keputusan tentang pemilihan alternatif terhadap merek produk tertentu. Hal ini disebabkan strategi pemasaran seringkali dikembangkan bagi pencapaian target untuk merek produk tertentu. Walaupun demikian, ini bukan berarti bahwa keputusan pembelian akan ditentukan oleh keputusan tentang merek individual saja. Harus juga diingat bahwa konsumen mengambil keputusan untuk membeli didasarkan atas suatu hierarkhi proses seperti telah diuraikan pada bagian awal buku ini.
Di dalam proses penentuan alternatif keputusan pada setiap hierarkhi, seorang konsumen juga akan menentukan sumber informasi yang akan dijadikan dasar pengambilan keputusan. Beberapa sumber informasi yang dapat dipergunakan oleh konsumen antara lain: dealer, keluarga, teman, dan media massa. Memang, pemahaman terhadap sumber informasi saja dirasa belum cukup. Bagi manajer pemasaran fokus utama dari semuanya itu adalah pada implikasi strategi pemasaran yang akan dipergunakan bagi kepentingan perusahaan. Sebagai Contoh: 1. Keputusan tentang kategori produk: - Memberi rerangka yang luas dalam memahami lingkup persaingan produk. - Pengamatan terhadap trend permintaan industri memungkinkan perusahaan mengidentifikasi dampaknya terhadap produk perusahaan. 2. Keputusan tentang merek produk: - Memberikan dasar bagi manajemen dalam membandingkan kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan produk pesaing. - Memberikan pemilciran meluncurkan produk barn untuk melayani kebutuhan yang belum terpenuhi. 3. Keputusan tentang sumber informasi: - Memberikan dasar bagi manajemen tentang bentuk informasi yang diperlukan untuk mempengaruhi konsumen dalam pembelian produk. - Sebagai pegangan dasar bagi manajemen dalam mengarahkan isi pesan pada target pasar yang dilayani.
4.2. KLASIFIKASI KEPUTUSAN PEMBELI
Proses pengklasifikasian keputusan pembeli dapat dilakukan dengan menggunakan matriks berdimensi aspek kebutuhan informasi dan tipe keputusan yang akan dimabil. Rancangan matriks berdimensi informasi dan keputusan pembelian disajikan pada Gambar 4.1. Konsep yang dikembangkan pada gambar itu berlaku baik untuk konsumen individual maupun konsumen organisasional. Hanya saja, perbedaan keputusan yang diambil nampak dan situasi yang dihadapi oleh konsumen individual maupun organisasional.
Dimensi pertama pada sajian Gambar 4.1. menunjukkan perbedaan antara pengambilan keputusan dan kebiasaan yang dilakukan konsumen. Sebagai contoh, pembelian kendaraan bermotor pada umumnya menunjukkan proses yang pengambilan keputusan yang serius. Artinya, membutuhkan kelengkapan informasi sebelum keputusan diambil. Sedangkan untuk pembelian barang-barang seperti halnya deodorant, pasta gigi, dan sabun hampir dapat dikatakan tanpa membutuhkan proses pengambilan keputusan yang berbelit. Sehingga keputusan pembelian untuk produk-produk semacam itu termasuk dalam kebiasaan. Walaupun demikian, dapat terjadi pembelian parfum bagi konsumen tertentu akan banyak membutuhkan pertimbangan khusus sebelum melakukan pembelian.
Dimensi kedua menggambarkan tentang perbedaan kerumitan dalam proses pengambilan keputusan. Dikatakan pengambilan keputusan yang terpadu atau kompleks (high-involve¬ment purchase) karena pada umumnya produk yang dibeli mempunyai arti khusus dan biasanya terkait dengan konsep diri seseorang. Sedang dikatakan keputusan pembelian ringan (low-involvement purchase) karena hampir setiap pembelian dilakukan secara rutin sehingga tidak mempunyai arti yang khusus. Pembelian produk termasuk dalam kategori ini antara lain adalah untuk pemenuhan kebutuhan bahan habis pakai sehari-hari.
Penggunaan kedua dimensi tersebut pada gilirannya menghasilkan empat alternatif keputusan konsumen. Pertama, pengambilan keputusan yang kompleks, terjadi apabila keterikatan individu cukup besar pada berbagai pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan pembelian dilakukan setelah melalui rangkaian proses pencarian informasi sampai dengan evaluasi terhadap merek produk. Tipe keputusan kedua dikenal dengan loyalitas merek (brand loyalty). Keputusan ini terjadi apabila keterikatan individu pada pertimbangan produk cukup tinggi, tetapi konsumen relatifjarang mengambil keputusan yang baru. Dengan kata lain, konsumen hanya melakukan pembelian ulang. Sebagai contoh,
pembelian untuk deodorant, pasta gigi, dan parfum adalah merupakan contoh keputusan pembelian yang menuntut keterlibatan dan keterikatan konsumen yang tinggi. Tetapi setelah konsumen menemukan satu merek produk yang cocok dengan kebutuhannya, ada kecenderungan is melanjutkan pembelian merek produk yang sama.
Tipe keputusan ketiga dikenal dengan keputusan pembelian tiba-tiba atau impulse purchasing. Dikatakan demikian karena konsumen tidak membutuhkan banyak pertimbangan untuk melakukan pembelian. Proses keputusan dapat dilakukan dengan cepat, tanpa harus menunggu pencarian informasi dan judgement tertentu untuk memilih produk. Bagi konsumen, merek itu sendiri sudah cukup dipergunakan sebagai dasar untuk membandingkan produk. Satu hal lagi yang perlu diingat dalam tipe keputusan ini adalah bahwa konsumen relatif tidak menghadapi switching costs yang tinggi untuk berganti merek produk.
Akhirnya, tipe keputusan keempat terjadi apabila konsumen tidak banyak membutuhkan pertimbangan dalam menentukan pembelian produk yang disebabkan bukan karena mereka loyal terhadap produk, melainkan disebabkan oleh inertia. Artinya, konsumen memilih dan menentukan merek produk yang relatif dapat memuaskan kebutuhannya, walaupun belum optimal; dan ini disebabkan mereka tidak ingin membuang banyak waktu dan usaha mencari alternatif. Beberapa tipikal produk yang dibeli secara inertia antara lain adalah deterjen, garam, atau pembelian produk-produk tertentu yang sulit untuk dipisahkan karakteristiknya denga jelas. Jadi, konsumen membeli produk itu bukan karena loyalitas pada merek tetapi keinginan untuk menghindari proses keputusan yang berbelit.
Perilaku Konsumen Organisasional
Klasifikasi yang disajikan pada Gambar 4.1. pada dasarnya juga berlaku untuk mengetahui pola keputusan konsumen organisasional. Pada kelompok konsumen yang dimaksud, tipe keputusan dapat dibagi menjadi dua yaitu:
(1) keputusan yang dilakukan hanya sekali (new task decision), dan
(2) keputusan yang dilakukan secara berulang (straight rebuy).
Pembelian sistem pembangkit tenaga atau peralatan berupa mesin-mesin produksi adalah termasuk ke dalam tipe pembelian yang hanya sekali. Tipe keputusan yang dimaksud merupakan keputusan yang kompleks atau terpadu karena memang konsumen belum pernah memutuskan untuk hal yang sama. Oleh karena itu, pencarian informasi secara ekstensif sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi alternatif pemasok dan penentuan spesifikasi produk. Sementara itu tipe keputusan berulang dapat terjadi misalnya untuk pembelian pipa, cat, pita, dan bahan pelumas.
Untuk pembelian barang-barang tersebut dapat dikategorikan sebagai pembelian atas dasar kebiasaan (habitual purchase). Dikatakan demikian karena loyalitas pembelian muncul oleh sebab adanya kepuasaan atas produk, pelayanan, atau harga. Sudah barang tentu, dalam banyak hal seringkali dijumpai tipe pembelian yang berada diantara kategori pembelian sekali dan berulang. Lebih tepat dikatakan modifikasi antara pembelian sekali dan berulang atau disebut juga sebagai modified rebuy." Modifikasi yang dimaksud dapat berupa waktu pembelian, cara pembayaran, atau bahkan pada pemasoknya.
Tipe keputusan pembelian industrial dalam banyak hal dianggap menuntut keterlibatan konsumen yang tinggi dalam proses pengambilan keputusannya. Hal ini dapat terjadi mungkin karena risiko yang melekat pada pembelian produk maupun nilai ekonomis produk yang cukup tinggi. Namun demikian ini bukan berarti model keputusan berulang (low- involvement decision) tidak dapat diterapkan untuk pembelian organisasional. Satu alasan yang sering dikemukakan untuk menggunakan pemasok yang sama, yang berarti tidak banyak membutuhkan pertimbangan untuk memutuskan pembelian, muncul bukan disebabkan pelayanan yang baik atau harga yang murah dan pemasok tersebut melainkan karena konsumen menghindari adaya perubahan, yang berarti meminimisasi risiko.
4.3. PERILAKU KONSUMEN AKHIR DAN IMPLIKASI STRATEGI PEMASARAN Penetapan strategi pemasaran akan sangat tergantung pada bagaimana proses keputusan dilakukan oleh pembeli. Implikasi strategik perilaku konsumen akhir akan dapat dilihat apakah konsumen mengambil keputusan pembelian dalam situasi yang kompleks, atas dasar kebiasaan, atau karena memang tidak banyak membutuhkan pertimbangan khusus untuk melakukan pembelian.
Pengambilan Keputusan yang Kompleks
Proses pengambilan keputusan dalam situasi yang kompleks pada umumnya akan menganut pola seperti disajikan pada Gambar 4.2.
1. Munculnya kebutuhan akan suatu produk dapat disebabkan faktor demografis, psikografis, atau faktor lingkungan eksternal lainnya. Sebagai contoh, kelompok masyarakat yang tergolong eksekutif muda di Indonesia pada generasi 90-an kini bercirikan workaholic atau "gila-kerja" dan obsesif. Artinya, tidak mengenal lelah untuk bekerja dan bahkan cenderung terlalu demonstratif serta "ngotot" dalam pekerjaan. . Gaya hidup dari kalangan eksekutif muda ini pada gilirannya mendorong munculnya berbagai kebutuhan ekekutif muda profesional, misalnya kendaraan, alat komunikasi, dan hiburan.
2. Adanya kebutuhan yang belum terpenuhi akan mendorong seseorang untuk mencari informasi dan lebih tanggap terhadap rangsangan atau stimuli yang berkaitan dengan pemenuhan keutuhan itu. Hal itu dapat bersumber dari iklan, teman, salesman, dan sebagainya. Informasi baru yang diperoleh calon konsumen mungkin saja merubah sikap terhadap merek produk tertentu atau mungkin juga menjadikan konsumen tersebut sadar terhadap adanya berbagai pilihan produk.
3. Konsumen akan melakukan evaluasi terhadap berbagai merek produk yang diperoleh selama proses pencarian informasi. Merek produk dievaluasi atas dasar berbagai kriteria dalam upaya pemenuhan kebutuhan. Sebagai contoh, pembeli kamera akan mempertimbangkan kualitas lensa, kecepatan, aperture, kemudahan menggunakan, dan harga sebagai dasar evaluasi.
4. Proses pembelian dilakukan setelah dilakukan evaluasi terhadap berbagai kriteria. Pembelian itu sendiri sebenarnya merupakan keputusan yang kompleks dan tidak dapat begitu saja dilakukan oleh konsumen dengan segera. Konsumen yang mempertimbangkan membeli kendaraan bermotor mungkin saja tidak langsung melakukan pembelian, walaupun toh sebelumnya sudah melakukan proses evaluasi terhadap berbagai merek. Dasar pertimbangannya mungkin adalah faktor keuangan, waktu, dan tambahan informasi yang mungkin diperoleh.
5. Perilaku pasca pembelian adalah merupakan proses evaluasi setelah seorang konsumen mempelajari dan mengetahui lebih dalam tentang produk yang dibeli. Tiga kemungkinan hasil evaluasi pasca pembelian: kepuasan, ketidakpuasan, dan pertentangan (disso-nance). Indikator adanya kepuasan atau ketidakpuasan konsumen dapat dilihat dari tingkat pembelian ulang terhadap produk perusahaan. Konsumen cenderung melakukan pembelian ulang apabila ia mendapat kepuasan atas produk yang dibeli, demikian sebaliknya. Sedangkan dissonance adalah penerimaan informasi yang negatif atau bertentangan terhadap merek produk yang sudah dibeli. Seringkali informasi tersebut berakibat timbulnya keraguan terhadap produk setelah pembelian. Misalnya, anggap saja seorang konsumen baru saja membeli sebuah Laser Disc merek tertentu. Sesaat setelah pembelian, ia menerima informasi dari seorang teman yang mengatakan bahwa merek Laser Disc yang dibeli sering mengalami kerusakan teknis seperti halnya yang dimiliki teman tersebut. Dalam kondisi semacam itu, secara alami konsumen yang baru saja membeli Laser Disc akan merasa mengambil keputusan yang salah. Banyak konsumen mencoba mengurangi dissonance dengan cara melupakan informasi yang diperoleh atau secara selektif menginterpretasikan sehingga tidak menimbulkan konflik dengan keputusan pembelian yang telah dilakukan.
Fungsi strategi pemasaran dalam hal ini adalah mengurangi perasaan bertentangan afau dissonance dengan cara memperkuat kembali alasan pembelian produk yang telah dilakukan sebelumnya. Kalau demikian halnya, maka apa yang dapat dilakukan oleh seorang pemasar untuk mengurangi dissonance? 1. Memberikan garansi yang memadai dan meyakinkan terhadap pelayanan puma jual yang baik. 2. Mengiklankan kualitas produk yang dapat dipercaya untuk menambah keyakinan pembelian sebelumnya. 3. Menindaklanjuti pembelian dengan cara melakukan kontak langsung untuk memastikan bahwa konsumen memahami tentang penggunaan produk.
Kelima langkah pengambilan keputusan yang kompleks, seperti diuraikan di atas, mempunyai implikasi bagi strategi pemasaran terutama dalam melakukan segmentasi pasar, pengembangan produk, penempatan posisi produk, penetapan harga, distribusi, dan pengiklanan.
Segmentasi Pasar
Studi tentang proses keputusan pembelian dilakukan dapat dipergunakan untuk menentukan segmen pasar dan pada akhirnya target pasar yang akan dilayani dengan produk perusahaan. Sebagai contoh, dalam pembelian kamera, informasi yang diperoleh mungkin dapat dipergunakan untuk membagi pasar kamera berkualitas ke dalam dua segmen: feature- oriented segment, dan self confidence, quality-oriented segment. Untuk setiap segmen kemudian dapat dikembangkan model kamera, iklan, dan harga yang berbeda-beda. Dapat terjadi, dan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa segmen pasar yang menakankan pada kualitas adalah mereka yang tergolong berpenghasilan tinggi, usia dewasa, dan mempunyai kedudukan manajerial-profesional. Dengan informasi semacam ini, maka seorang pemasar dapat memperoleh pedoman dalam merancang tema iklan dan pemilihan media.
Pengembangan Produk
Pemahaman terhadap kebutuhan konsumen akan berpengaruh terhadap proses pengembangan produk. Dengan menggunakan contoh yang sama, maka ada kecenderungan bahwa segmen pasar yang berorientasi pada feature produk akan cenderung memilih model kamera yang banyak menawarkan option fungsional yang membantu dalam pengambilan gambar. Sedangkan segmen pasar yang berorientasi pada kualitas akan cenderung menekankan pada kualitas lensa sebagai dasar pertimbangan pembelian produk.
Penempatan Posisi Produk dalam Persaingan (Product Positioning)
Pemahaman terhadap proses keputusan pembelian yang kompleks juga akan menentukan ketepatan pemasar untuk memilih dan menempatkan posisi produk dalam persaingan. Kebutuhan akan kualitas, feature, speed, kemudahan mengoperasikan, dan harga produk masing-masing dapat dipergunakan untuk menciptakan keunikan produk perusahaan dibanding produk pesaing.
Pengiklanan
Pengaruh proses pengambilan keputusan kompleks terhadap strategi pengiklanan dapat diamati pada cara pemasar mengarahkan kampanye produk melalui pengiklanan. Bagi seorang photographer profesional, pengiklanan yang dilakukan harus bertujuan informatif. Jadi, tidak hanya sekedar penyajian kualitas gambar, harga, dan kemudahan pengoperasian.
Distribusi
Produk yang dibeli melalui serangkaian proses keputusan pembelian yang kompleks cenderung didistribusikan secara selektif dibanding cara ekstensif. Distribusi selektif memungkinkan pemasar menetapkan image tentang kualitas produk dan melakukan pengendalian pemasaran sampai pada level tingkat pengecer.
Harga
Dalam kasus keputusan pembelian yang kompleks, konsumen cenderung kurang sensitif terhadap harga untuk suatu merek produk tertentu. Hal ini dapat terjadi karena konsumen dihadapkan pada kendala waktu dan keterbatasan informasi untuk pengambilan keputusan. Oleh sebab itu, keputusan pembelian yang dilakukan cenderung tidak hanya menggunakan harga sebagai patokan dasar. Sebaliknya, untuk tipe keputusan pembelian yang berulang, pada umumnya konsumen menunjukkan sensitifitas terhadap harga yang relatif lebih tinggi. Konsekuensinya, dasar keputusan pembelian ditentukan oleh harga jual produk. Seorang konsumen akan dengan mudah berganti merek atau pemasok hanya karena pertimbangan harga jual produk.
Kembali pada masalah keputusan pembelian yang kompleks, bagi manajer pemasaran adanya sensitifitas yang rendah terhadap harga berarti perolehan keunggulan persaingan harus dicapai melalui strategi produk dan promosi. Bahkan untuk beberapa merek produk tertentu, pemasar cenderung skeptis untuk menurunkan harga yang berlebihan karena konsumen mungkin akan menganggap harga rendah mempunyai konotasi dengan kualitas rendah.
Keputusan Pembelian berdasar Kebiasaan dan Loyalitas Merek
Perasaan puas setelah pembelian pada umumnya akan mendorong konsumen untuk melakukan pembelian ulang atau bahkan menjadi kebiasaan membeli. Kebiasaan (habit) adalah cara konsumen untuk memuaskan kebutuhan atas dasar pengalaman dan berupaya menghindari pengambilan keputusan barn melalui pengurangan atau mengeliminasi pencarian informasi dan evaluasi terhadap suatu merek produk tertentu. Dalam jangka panjang, kebiasaan membeli akan mendorong untuk menjadi loyal terhadap merek produk (brand loyalty). Hal ini dapat terjadi karena konsumen mempunyai komitmen yang tinggi terhadap suatu merek produk tertentu sebagai akibat timbulnya kepuasan masa lalu. Proses pembelian atas dasar kebiasaan disajikan pada Gambar 4.3.
Implikasi strategi pemasaran yang dapt dikembangkan dengan adanya pola pembelian atas dasar kebiasaan sangat berbeda dengan keputusan pembelian yang kompleks. Perbedaan itu dapat dilihat dari rancangan strategi produk, harga, promosi, dan distribusi.
Produk
Produk yang dibeli atas dasar kebiasaan pada umumnya dikemas khusus dengan karakteristik yang sudah baku sehingga hampir dikatakan tidak memerlukan pelayanan
puma jual atau garansi. Hal ini berbeda dengan keputusan pembelian yang kompleks, di mana konsumen dihadapkan pada produk yang secara teknis lebih rumit dan umumnya tidak tahan lama. Dengan demikian, layanan puma jual dan garansi menjadi hal yang begitu penting bagi konsumen.
Harga
Seringkali cara yang ditempuh pesaing untuk merebut konsumen yang loyal pada merek tertentu adalah dengan mencoba menawarkan produk dengan harga khusus atau penjualan khusus. Cara lain yang dapat dipergunakan adalah dengan membagikan sample produk secara gratis. Sebaliknya, cara-cara seperti ini menjadi tidak efektif kalau dipergunakan untuk tipe keputusan pembelian yang kompleks.
Promosi
Bentuk promosi di dalam toko (in-store promotion) dalam banyak hal akan sangat efektif untuk merangsang konsumen membeli atas dasar kebiasaan. Display produk yang menarik akan thendorong konsumen untuk melakukan pembelian. Kini beberapa supermarket juga sudah mulai mengembangkan pengiklanan di dalam toko (in-store advertising) dengan memperdengarkan lagu-lagu yang diselingi "jingle" untuk produk misalnya potato chips, teh, susu, juice, deterjen, pasta gigi, dan bahkan telur ayam.
Distribusi
Penggunaan saluran distribusi yang intensif akan sangat mendorong penjualan untuk keputusan pembelian atas dasar kebiasaan. Hal ini disebabkan frekuensi pembelian yang dilakukan konsumen relatif cukup tinggi sehingga mereka enggan untuk membuang waktu hanya untuk membanding-bandingkan produk di toko yang lain. Lebih dari itu, untuk jenis barang-barang konvenien penggunaan saluran distribusi yang intensif akan mempunyai dampak yang kuat untuk mengingatkan konsumen. Berbeda dengan keputusan pembelian yang kompleks, saluran distribusi yang dipergunakan cenderung selektif karena konsumen membutuhkan layanan khusus melalui cara-cara personal selling.
Implikasi Strategi Pemasaran Produk yang dibeli dengan cara impulse dan inertia.
Pembelian produk yang dilakukan dengan cara impulse atau tiba-tiba dan inertia atau tidak aktif adalah merupakan bentuk pembelian yang tidak melibatkan banyak pertimbangan bagi konsumen (low-involvement purchase). Keputusan pembelian dengan cara inertia kadangkala bahkan dikatakan tanpa proses pengambilan keputusan. Artinya, konsumen memilih produk secara random atau membeli produk dengan merek yang sama hanya untuk sekedar mengindari banyaknya pilihan. Jadi, bukan karena konsumen loyal terhadap merek produk tertentu tetapi karena memang tidak komitmen atau sikap yang kuat terhadap merek produk tertentu.
Sedangkan pada tipe keputusan pembelian dengan cara impulse atau tiba-tiba agak sedikit dengan inertia karena pembelian impulse masih menunjukkan proses yang aktif dalam mengambil keputusan untuk membeli produk. Reaksi konsumen untuk memilih merek produk tertentu dilakukan dengan tiba-tiba, sehingga perbedaan merek produk saja sudah cukup dipergunakan sebagai alasan untuk melakukan pembelian. Motivasi untuk beralih dari merek reguler bukan disebabkan ketidakpuasan seperti halnya dalam keputusan pembelian yang kompleks; tetapi hal itu lebih disebabkan konsumen ingin memperoleh sesuatu yang baru. Keterlibatan konsumen yang rendah dalam proses pengambilan keputusan ini berakibat pada bentuk rancangan strategi pemasaran.
Pengiklanan
Oleh karena konsumen cenderung tidak memperhatikan bentuk iklan yang disajikan, maka peran pengiklanan dalam model keputusan yang keterlibatan konsumen begitu rendah adalah menciptakan keakraban (familiarity) dan asosiasi yang positif terhadap merek produk. Sebagai konsekuensinya, bentuk iklan dalam model keputusan semacam ini harus diarahkan pada:
1. Menekankan pada pengulangan atau repetisi untuk lebih mengenalkan dan mengakrabkan merek produk. 2. Menenkankan pada beberapa point kunci dalam penyampaian pesan yang singkat.
3. Menjaga visualisasi produk di depan konsumen secara terus menerus karena konsumen cenderung pasif dan melupakan dengan cepat.
4. Menggunakan simbol dan imajinasi untuk membentuk asosiasi dengan merek produk mendorong untuk mengingatkan merek produk pada konsumen.
5. Menggunakan display dan bentuk promosi lain yang dapat dilakukan di dalam toko karena seringkali keputusan pembelian dilakukan di dalam toko pada saat berbelanja.
Pemilihan Media Komunikasi Pemasaran
Media komunikasipemasaran yang cukup efektif dipergunakan untuk low-involvement product adalah televisi. Hal ini disebabkan konsumen yang pasif dalam menerima pesan dapat segera dipengaruhi dengan cara yang visual tanpa memaksa konsumen untuk mengevaluasi isi pesan. Penggunaan media televisi juga berarti meminimisasi kesempatan konsumen untuk melakukan refleksi.
Penetapan Harga
Harga jual dalam kategori low-involvement purchase memegang peran yang cukup penting. Oleh karenanya bentuk-bentuk paket penjualan yang menekankan pada penunmar harga akan mendorong konsumen untuk mencoba membeli. - Beberapa Upaya untuk Meningkatkan Keterlibatan Konsumen dalam Pembelian Produk - Beberapa upaya yang dapat dipergunakan oleh pemasar untuk meningkatkan keterlibatan dan komitmen konsumen terhadap merek produk adalah:
1. Mengkaitkan produk dengan isu-isu yang sedang berkembang di masyarakat.
2. Mengkaitkan produk dengan situasi personal. Sevagai contoh iklan minuman kopi yang ditawarkan dalam situasi pagi mungkin akan memberikan situasi yang relevan bagi konsumen.
3. Menonjolkan karakteristik produk tertentu. Pengenalan karakteristik produk yang dianggap penting mungkin dapat juga dipergunakan untuk menintgkatkan keterlibatan dan komitmen konsumen. Pengenalan fluoride dalam pasta gigi akan menaikkan keterlibatan terhadap produk dengan menekankan bahwa fluoride dipergunakan untuk pencegahan kerusakan gigi.
4.4. PERILAKU PEMBELI ORGANISASIONAL DAN STRATEGI PEMASARAN
Perilaku pembeli organisasional mempunyai beberapa kesamaan dengan perilaku pembeli akhir, walaupun demikian banyak juga perbedaannya sehingga membutuhkan perencanaan strategi pemasaran yang berbeda pula.
Kesamaan dengan Perilaku Konsumen Akhir
Pembeli organisasional pada umumnya dilakukan dengan dasar pertimbangan rasional; biaya, kualitas produk, dan pelayanan. Walaupun demikian, dalam banyak hal justru faktor personal dan emotional yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Kalau hal ini terjadi, maka faktor-faktor penentu keputusan pembelian untuk pembeli akhir berlaku juga untuk pembeli organisasional.
Perbedaan dengan Perilaku Konsumen Akhir
Beberapa hal yang menyebabkan perilaku pembeli organisaional berbeda dengan perilaku pembeli akhir adalah:
1. Perilaku pembeli organisasional seringakli melalui proses keputusan kelompok. Artinya, keputusn pembelian ditentukan oleh banyak pihak. Misalnya, agen pembelian, teknisi, manajer produksi, dan manajer umum. Masing-masing individu merupakan satu unit pengambil keputusan atau dikenal dengan decision center.
2. Terdapat ketergantungan yang cukup tinggi antara penjual dan pembeli.
3. Perilaku pasca pembelian merupakan hal yang begitu penting bagi pembeli karena pembeli menghadapi beberapa resiko atas pemasangan dan penggunaan produk yang relatif mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
4. Karena adanya kebutuhan untuk berinteraksi anatar penjual dan pembeli, maka negosiasi sangat dibutuhkan untuk terwujudnya penjualan. Sebagai akibatnya, personal selling adalah merupakan cara yang efektif untuk mempengaruhi pembelian. 5. Pembelian barang industrial dilakukan atas dasar derived demand. Artinya, permintaan terhadap satu jenis barang industrial akan ditentukan oleh permintaan barang lain.
Implikasi Strategi Pemasaran
Pada bagian awal telah diuraikan tiga tipe keputusan organisasional: (1) pembelian berulang yang hanya membutuhkan sedikit informasi (the straight rebuy); (2) pembelian berulang yang (membutuhkan informasi dan evaluasi alternatif (modified rebuy); dan (3) pembelian baru yang membutuhkan informasi dan evaluasi sebelum pembelian dilakukan (the new task). Alternatif kedua dan ketiga pada umumnya adalah merupakan keputusan yang kompleks; sedang pembelian berulang adalah merupakan keputusan atas dasar kebiasaan.
Keputusan Pembelian Kompkleks pada Perilaku Pembeli Organisasional
Proses keputusan pembelian yang kompleks pada pembeli organisasional secara skematis disajikan pada Gambar 4.4. Komponen kunci yang dipergunakan dalam model tersebut pada dasamya sama dengan lima tahapan kunci pada perilaku pembeli akhir. Pencarian informasi pada pembeli organisasional akan lebih banyak bertumpu pada tenaga penjual, tenaga ahli, sumber-sumber resmi yang ditunjuk, dan bahkan dan "mulut-ke -mulut". Proses evaluasi terjadi pada dua tingkatan, pemasok dan merek. Kriteria yang dipergunakan pada pemasok mungkin adalah ketepatan dalam penyampaian (on-time delivery), pemasangan, pelayanan puma jual, dan reputasi perusahaan.
Sedang evaluasi pada merek mungkin adalah pada harga, kinerja produk, dan tampilan khusus yang ditawarkan dalam produk.Keputusan pembelian pada umumnya dilakukan atas dasar kelompok. Hal ini terjadi mungkin karena harga produk relaitf tinggi, pembelian produk baru, produk yang dibeli menggunakan teknologi yang lebih kompleks, dan lingkup organisasi yang akan mempergunakan produk cukup luas.
Evaluasi pasca pembelian akan dilakukan oleh kelompok dan pada umumnya diarahkan untuk menilai efisiensi operasi dan kelayakan pemasok.
Keputusan Pembelian atas Dasar Kebiasaan dan Loyalitas Pemasok untuk Pembeli Organisasional.
Seperti halnya loyalitas pada merek, loyalitas pada pemasok timbul karena adanya kepuasan yang secara alami melekat pada proses keputusan pembelian. Seorang pembeli organisasional yang sudah merasa terpuaskan oleh layanan pemasok mungkin akan menghindari proses pengambilan keputusan yang baru dan pada akhirnya cukup membeli secara rutin dari pemasok yang sama. Loyalitas terhadap pemasok dinilai penting bagi pembeli organisasional karena alasan mengurangi kebutuhan untuk selalu mengambil keputusan dan penggunaan sumberdaya perusahaan yang tidak perlu.
Inertia dalam pembelian produk Industrial
Beberapa alasan subyektif yang mendorong pembeli organisasional membeli pada pemasok tertentu adalah karena alasan adminintrative inertia. Artinya, pembeli mengahadapi kendala untuk melakukan perubahan. Hal ini dapat disebabkan dari unsur personal maupun dari unsur kelembagaannya.
Lanjut ke Manajemen Pemasaran-Segmentasi Pasar Dan Penentuan Posisi Produk
Sebelumnya :
Manajemen Pemasaran - Orientasi dan Lingkup Pemasaran
Manajemen Pemasaran - Identifikasi Kesempatan Pemasaran
Manajemen Pemasaran - Analisis Lingkungan Pemasaran Makro
Anda Akan Menyukai ini :
Literatur Ekonomi | Ekonomi Mikro | Buku Komputer | Buku Gratis | Kumpulan Buku | Contoh Makalah | Makalah Management | Makalah Manajemen | Ekonomi Islam | Ilmu Ekonomi | Sistem Ekonomi Indonesia | Free Novels | Novel Melayu | Sistem Informasi Akuntansi | Ilmu Akuntansi | Buku Akuntansi | Dasar Akuntansi | Jurnal Akuntansi | Artikel Akuntansi | Laporan Keuangan Perusahaan Jasa | Skripsi Akuntansi | Sistem Informasi Manajemen | Artikel Manajemen | Manajemen Sumber Daya Manusia | Manajemen Pemasaran | Konsep Dasar Manajemen | Cerpen Indonesia | Cerpen Remaja | Cerpen Cinta | Novel Cerpen | Motivasi Diri | Politik Amerika | Psikologi Anak | Psikologi Sosial | Psikologi Pendidikan | Psikologi Remaja | Pengertian Psikologi | Artikel Ekonomi
0 komentar:
Post a Comment