Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Friday, April 2, 2010

Filsafat Ilmu - BAB VI Penalaran

Friday, April 2, 2010
Bab VI
PENALARAN




1. Catatan Awal

Berpikir ilmiah berbeda dengan berpikir biasa. Kebenaran, yang menjadi tujuan ilmu, dicapai melalui sarana dan metode khusus, yang dinamakan metode ilmiah. Dalam dunia ilmu, dikenal beberapa sarana berpikir ilmiah, yakni bahasa, logika, matematika, dan statistik. Bahasa sangat penting dalam pergaulan sehari-hari dan dunia keilmuan. Bahasa merupakan pembeda antara manusia dan hewan. Hanya manusia dapat berbahasa. Mungkin orang berkata: ada sejumlah jenis hewan yang bisa berbahasa, sebab itu bahasa bukan monopoli manusia. Tetapi kita harus menjawab keberatan ini dengan berkata bahwa apa yang disinyalir sebagai bahasa pada hewan-hewan tertentu itu bukan bahasa, melainkan gejala prabahasa. Kekhasan manusia dengan bahasa ini menyebabkan manusia sering djnamakan animal symbolicum (hewan yang menggunakan simbol).

Anda dapat membayangkan bagaimana jadinya kehidupan ilmu seandainya tidak ada bahasa. Logika adalah cabang filsafat yang menyelidiki kelurusan berpikir (ketepatan berpikir). Ada logika deduktif, ada pula logika induktif. Pada logika deduktif, kesimpulan lebih sempit dari premis. Pada logika induktif, kesimpulan lebih luas dari premis. Jadi, pada logika deduktif, penalaran bergerak dari hal-hal umum (universal) kepada hal khusus (partikular). Sebaliknya pada logika induktif, penalaran bergerak dari hal-hal khusus kepada yang umum (sebab mulai dengan pengalaman). Dengan demikian logika berhubungan erat dengan matematika (logika deduktif) dan statistik (logika induktif). Tetapi, logika lebih sederhana penalarannya, matematika lebih terinci. Menurut Bertrand Russel, logika adalah man muda matematika, sedangkan matematika adalah masa dewasa logika (Tim UGM, h1m.78-90).

2. Bentuk-bentuk Pemikiran

Ada tiga bentuk pemikiran, yakni pengertian (konsep), pernyataan (proposisi), dan penalaran (reasoning).

Pengertian merupakan suatu yang abstrak. Pengertian terbentuk bersamaan dengan observasi empiris. Ketika kita melihat pohon, awan, langit, dan laut, terbentuklah pengertian tentang pohon, awan, langit, dan laut dalam pikiran. Jadi, aktivitas pikiran terjadi bersamaan dengan aktivitas indera. Tepat tidaknya pengertian, bergantung pada tepat tidaknya observasi empiris. Sekali terbentuk, pengertian menjadi data dalam proses berfikir lebih lanjut. Oleh sebab itu pengertian disebut juga data empirik atau data psikologis.

Pengertian disampaikan dalam wujud lambang, yakni bahasa. Dalam bahasa, lambang pengertian ialah kata. Kata sebagai fungsi pengertian disebut term.
Tidak ada pengertian yang berdiri -sendiri. Selalu ada rangkaian-rangkaian pengertian. Dan rangkaian pengertian itulah yang disebut pemyataan atau proposisi. Sexing proposisi juga disebut kalimat. Kalau dalam pengertian terbentuk konsep pohon, awan, langit, dan laut, kini muncul rangkaian pengertian itu. Maka kita katakan: Saya melihat pohon nyiur, Kami memandang awan putih berarak, kami memandang langil, atau kami merindukan laut

Sebuah proposisi terdiri dari tiga unsur yakni subyek, predikat, dan kata penghubung. Predikat adalah pengertian yang menerangkan, subyek adalah pengertian yang diterangkan, dan kata penghubung (kopula) mengakui atau memungkiri hubungan antara subyek dan predikat.

Biasanya dibedakan dua macam proposisi, yakni proposisi empirik atau proposisi dasar, dan proposisi mutlak (necessary proposition). Proposisi mutlak adalah pernyata.an yang dapat diverifikasi secara empirik. Proposisi mutlak adalah proposisi yang jelas dengan sendirinya (self=evident) sehingga tidak perlu dibuktikan secara empiris..


Contoh proposisi empirik:

Anjing hitam itu besar
Anjing itu hitam
Anjing hitam itu lucu
Laut berwarna biru

Contoh proposisi mutlak:

Janda adalah wanita yang pernah kawin
Duda adalah pria yang pernah kawln
Segala sesuatu niunpunyat sebab
Bagian lebih kecil dari yang dibagi
Dua garis sejajar tidak pernah bertemu

Berdasarkan hubungan subyek dan predikat, proposisi dibedakan atas proposisi hipotetik
dan proposisi kategorik. Pada proposisi hipotetik, hubungan predikat dan subyek bergantung pada syarat. Pada proposisi kategorik, hubungan predikat dan subyek tidak bersyarat.

Demikian penjelasan sinbkat tenting pengertian dan proposisi. Karena merupakan bentuk pemikiran yang lebih rumit, maka penalaran dibahas secara khusus di bawah ini (meskipun secara sangat singkat).

3. Penalaran (reasoning)

Penalaran adalah bentuk tertinggi dari pemikiran, dan sebab itu lebih rumit dibanding
pengertian dan proposisi.

3. 1. Apa itu penalaran?

Secara sederhana penalaran dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan kesimpulan
berdasarkan proposisi-proposisi yang mendahuluinya.
Contoh:

Logam I dipanasi dan memuai

Logam 2 dipanasi dan memuai

Logam 3 dipanasi dan memuai

Logam 4 dipanasi dan memuai

Logam 5 dipanas dan memuai

dan seterusnya
Jadi: semua logam yang dipanasi memuai

3.2. Konklusi dan premis

Dari contoh di atas, dapat kita katakan bahwa penalaran ialah gerak pikiran dari proposisil dan seterusnya, hingga proposisi terakhir (= kesimpulan). Jadi, penalaran merupakan suatu proses pikiran. Sebuah penalaran terdiri atas: premis dan kesimpulan. Premis dibedakan menjadi premis mayor dan premis minor.

3.3. Penalaran deduktif dan induktif

Biasanya dibedakan dua macam penalaran, yakni penalaran deduktif dan penalaran induktif. Pada penalaran deduktif, konklusi lebih sempit dari premis. Pada penalaran induktif, konklusi lebih luas dari premis.


Contoh penalaran deduktif:

Semua manusia akan muti (premis mayor)

Bambang adulah manusia (premis minor)

Jadi: Bumbang akan mati (konklusi)


Contoh penalaran induktif:

Logam 1 memuui kulau dipunuskan (premis mayor)

Logam 2 memuai kalau dipanaskan (premis minor)

Semua logam memuai kalau dipanaskan (konklusi)

4. Hukum-hukum Penalaran

Perlu dipahami bahwa "yang benar" tidak sama dengan "yang logis". Yang benar adalah
suatu proposisi. Sebuah proposisi itu benar kalau ada kesusuaian antara subyek dan predikat. Yang logis adalah penalaran. Suatu penalaran dinamakan logis kalau mempunyai bentuk yang tepat, dan sebab itu penalaran itu sahih. Nah, dengan asumsi bahwa bentuk penalaran itu sahih, maka hubungan kebenaran antara premis dan konklusi dapat dirumuskan dalam hukum-hukum penalaran sebagai berikut:

Hukum pertama:

apabila premis benar, konklusi benar

Contoh:

Semuu manusia akan muti

Ali adalah manusia

Jadi: Ali akan mati

Di sini, premis mayor dan premis minor benar. Oleh sebab itu konklusinya juga benar.

Hukum Kedua:

apabila konklusi salah, premisnya juga salah

Contoh:

Semua manusia akan mati

Malaikat adalah manusia

Jadi: Malaikat akan mati

Di sini konklusinya salah, sebab itu premisnya (kedua-duanya atau salah satunya) juga
pasti salah. Premis mayor benar. Premis minor salah,. sebab malaikat memang bukan
manusia. Jadi, konklusi salah karena premis minornya salah.

Hukum ketiga:

apabila premisnya salah, konklusi dapat benar dapat salah

Contoh:

Malaikat itu benda fisik

Batu itu malaikat

Jadi: batu itu benda fisik

Di sini, kedua premisnya salah, tetapi konklusinya benar. Kalau premisnya salah dan konklusi salah, lihat di atas.

Hukum keempat:

apabila konklusi benar, premis dapat benar dapat salah

Contoh:

konklusi benar premis salah, lihat contoh di atas. Konklusi benar, premis benar,
lihat contoh pada hukum pertama.


5. Kesesatan (fallacy)

Tugas logika ialah menyiapkan sarana untuk melakukan penalaran yang sahih atau tepat.
Dalam kenyataan, baik dalam kehidupan akademis maupun pergaulan sehari-hari, sering sekali terjadi penalaran yang tidak sahih. Penalaran yang tidak sahih atau tidak tepat itulah yang dinamakan penalaran yang sesat. Atau disingkat saja dengan kesesatan atau fallacy.

Perlu dibedakan antara paralogis dan sofsime. Paralogis adalah kesesatan yang tidak disadari (tidak disengaja), dan terjadi karena pembicara kurang menguasai hukum-hukum penalaran atau karena keterbatasan lain. Di sini orang mengemukakan penalaran yang sesat tapi dia tidak menyadarinya. Sebaliknya, orang yang dengan sengaja menggunakan kesesatan untuk tujuan tertentu dinamakan sofis. Seorang sofis memiliki dasar-dasar logika dan argumentasi yang kuat, dan sebab itu bisa menjebak lawan bicara dengan mudah. Jadi, dia dengan sengaja mengemukakan penalaran sesat untuk kepentingannya sendiri.

Kesesatan dapat terjadi karena bahasa (semantik) dan relevansi antara premis dan konklusi. Berikut penjelasan tentang kedua macam kesesatan tersebut.

5.1. Kesesatan karena bahasa (semantik)

Kesesatan ini disebabkan oleh ambiguitas arti kata yang digunakan (homonim). Atau juga karena sebuah kalimat yang digunakan berpeluang untuk ditafsirkan berbeda-beda. Bentuk kesesatan ini ada bermacam-macam.

5.1.1. Kesesetan karena term ekuivok

Kata yang digunakan mempunyai arti lebih dari satu, sehingga penafsirannya juga berbeda.

Contoh:

Malang itu kota yang Indah

Orang miskin bernasib malang

Jadi: orang miskin bernasib indah


Bulan bersinar di langit

Bulan itu 30 hari

Jadi: 30 hari bersinar,di langit


5.1.2. Kesesatan Amfiboli

Kesesatan ini terjadi karena struktur kalimat dibuat sedemikian sehingga dApat ditafsirkan ganda.

Contoh:

(dari iklan di media masa) "Dijual segera: kursi tinggi untuk bayi dengan kaki patah "

Tanggal 17 Agustus 1998 dirayakan HUT proklamasi RI ke-53

5.1.3. Kesesatan komposisi

Kesesatan ini terjadi karena pencampuradukan term yang bersifat kolektif dan distributif.

Contoh:

"Sebuah sekolah, terdiri atas bangunan tempat belajar, laboratorium dan sebuah ruangan untuk olahraga, yang semuanya mempunyai luas 800 meter persegi. " Kata "luas" bisa diterapkan untuk seluruh sekolah, maupun untuk tiap bagian dari sekolah yang disebutkan tadi. Jadi, bisa saja maksudnya Was sekolah itu seluruhnya 800 m2, atau • setiap bagian sekolah itu luasnya 800 m2 sehingga Was sekolah itu seluruhnya 2400 m2.

5.1.4. Kesesatan dalam pembagian

Kesesatan ini terjadi karena anggapan bahwa apa yang benar bagi keseluruhan, berlaku bagi individu. Jadi, ini terbalik dari kesesatan komposisi.

Contoh:

Semua gadis Bali pandai menari

Ni Made Swasti adalah gadis Bali

Jadi: Ni Made Swasti pandai menari


Semua orang Jawa ramah tamah,

Mas Gunawan orang Jawa

Jadi: Mas Gunawan ramah tamah


Semua mahasiswa Gunadarma prorefjormasi

Yuli adalah mahasiswa Gunadarma

Jadi: Yuli proreformasi

5.1.5. Kesesatan aksentuasi

Kesesatan terjadi karena aksen bicara. Aksen berbeda menyebabkan perbedaan penafsiran pula.

Contoh:

Sesama teman harus saling menolong

Di sini, ada dua kemungkinan penafsiran Apapun yang terjadi seorang teman harus ditolong (termasuk mengerjakan ujian, menyembunyikannya dari kejaran polisi), atau yang ditolong hanya teman. Yang bukan teman tidak harus ditolong.

5.2. Kesesatan karena relevansi

Kesesatan ini terjadi karena orang menurunkan konklusi yang tidak punya relevansi dengan premis. Jadi, tidak ada hubungan logis antara konklusi dan premis. Berikut beberapa jenis kesesatan relevansi yang paling umum dikenal.


5.2.1. Argumentum ad hominem

Kata bahasa Latin ini berarti argumen yang ditujukan kepada orangnya. Kesesatan terjadi
karena orang menerima atau menolak suatu argumentasi bukan karena alasan logis, tetapi pamrih orang yang berbicara atau lawan bicaranya.

Contoh:

Di sebuah sidang pengadilan, jaksa penuntut umum tidak memberikan bukti-bukti secukupnya tentang kesalahan terdakwa, tapi membeberkan sejarah hidup terdakwa yang penuh dengan kebalikan. Dengan demikian diharapkan itu dapat mempengaruhi keputusan hakim. di sebuah sidang, terdakwa tidak mengemukakan argumentasi logis tentang kejahatan yang dituduhkan kepadanya, tetapi mengatakan bahwa penderitaan yang ditimpakan hakim kepadanya akan berbalik menimpa hakim dan keluarganya.

5.2.2. Argumentum ad verecundiam

Kesesatan ini disebut juga argumentum auctoritatis. Kesesatan terjadi bukan karena penalaran logis, tetapi orang yang mengemukakannya adalah orang yang berwibawa dan dapat dipercaya (misalnya karena kepakaran). lni bermakna sama dengan peribahasa bahasa Latin: tantum valet auctoritas, quantum valet argumentatio (nilai argumentasi tergantung dari nilai wibawa)

5.2.3. Argumentum ad baculum

Dalam bahasa Latin, baculum berarti tongkat pemukul. Kesesatan ini terjadi bila orang menolak atau menerima suatu argumen bukan atas dasar penalaran logis, melainkan karena ancaman atau teror. Jadi, orang menerima sesuatu karena takut.

5.2.4. Argumentum ad populum

Artinya "yang ditujukan kepada rakyat". Yang penting disini bukan pembuktian rasional melainkan pernyataan yang membangkitkan emosi massa. Pembicara ingin menggugah emosi massa demi kepentingannya. Argumentum ad populum biasanya digunakan oleh para juru kampanye politik, demagogi, atau kegiatan propaganda.

5.2.5. Argumentum ad misericordiam

Argumen ini dimaksudkan untuk menggugah belas kasihan. Misalnya di pengadilan, terdakwah mengemukakan hal-hal yang bukan berkaitan langsung denga_*n pembuktian perkara, tetapi yang menggugah belas kasihan hakim. Umpamanya, dengan memberitahu hakim bahwa ia mempunya istri dpn lima anak kecil-kecil yang sakit-sakitan dan perlu seorang ayah yang kuat untuk melindungi.


5.2.6. Post Hoc Propter Hoc

Nama lain untuk ini ialah non causa pro causa. Kesesatan terjadi karena orang menganggap sesuatu sebagai sebab, padahal bukan. Pada suatu urut-urutan peristiwa, orang menunjuk apa yang terjadi lebih dulu sebagai pcnyebab peristiwa yang terjadi sesudahnya, padahal bukan.

Contoh:

Matahari terbit sesudah ayam berkokok

Jadi: terbitnya matahari disebabkan kokok ayam


Nenek tua di kampung A meninggal sesudah berjadi gerhana bulan

Jadi: nenek itu meninggal karena gerhana bulan

Dua orang berkelahi, katakanlah Gatot dan Bambang. Gatot menggunakan clurit, Bambang tanpa senjata. Suatu ketika ujung clurit menggores bagian perut Bambang. Bambang lalu dilarikan ke rumah sakit, tapi karena kehilangan banyak darah dia meninggal. Orang mengatakan: Bambang meninggal karena sabetan clurit Gatot. Tetapi menurut visum et repertum dokter, Bambang meninggal karena serangan jantung. Pergumulan dengan Gatot menaikkan tensi emosinya, sehingga dia mendapat serangan jantung. Jadi, dia meninggal karena serangan jantung. Kalau orang lain yang lebih sehat berkelahi dengan Gatot, dan terkena goresan clurit seperti itu, mungkin tidak akan mati.

5.2.7. Petitio Principii

Nama lain untuk ini ialah Begging the question. Kesesatan ini terjadi karena orang tidak membuktikan sesuatu yang harus dibuktikan. Jadi, apa yang harus dibuktikan (konklusi) digunakan sebagai premis. Dalam banyak hal, terjadi penalaran yang melingkar, sehingga terjadi circulus vitiosus (lingkaran setan).

Contoh.

Seorang guru bertanya kepada siswa mengapa lampu di ruangan tiba-tiba mati. Dan siswa itti mentawah karena lampu tidak menyala. Bukankah mati berarti tidak menyala? Sang guru mungkin bertanya terus: mengapa lampu tidak menyala? Dan siswa itu menjawab lagi: karena lampu itu belum hidup lagi. Guru, yang mulai kesal, bertanya lagi: mengapa lampu itu belum hidup lagi? Dan murid itu menjawab: karena lampu itu tidak memberikan cahaya. Dan guru itu, yang marah karena merasa dipermainkan murid, bertanya: mengapa lampu yang mati itu tidak menyala dan belum hidup lagi dan tidak memberikan cahaya?
Begitulah kesesatan petitio principii. Kesesatan ini pada dasarnya sama dengan apa yang dinamakan tautologi

5.2.8. Argumentum ad ignorantiam

Di sini orang memberikan pembuktian tanpa dasar, tetapi lawan bicara juga tidak dapat menggugurkan pembuktian itu dengan alasan yang kuat.

Contoh:

Si A mengatakan bahwa B adalah tukang teluh sebab sejak B berdomisili di desa ini telah banyak penduduk yang meninggal secara misterius. B, kata A, tidak mempunyai kerja, tapi orang tidak tahu dari mana dia mendapat biaya hidup. Karena tidak ada bukti kuat bahwa B bukan tukang teluh, maka kesimpulannya B adalah tukang teluh. Kesesatan ini biasanya berkaitan dengan hal-hal yang sulit dibuktikan secara empiris, seperti gejala psikis, telepati, paranormal, dan sejenisnya.

5.2.9. Ignoratio elenchi

Kesesatan terjadi karena tidak ada hubungan logis antara konklusi dan premis.

Contoh:

Di sebuah sidang pengadilan pembela berhasil membuktikan bahwa pembunuhan itu suatu perkuatan sangat keji dan, tekutuk, dan menyimpulkan bahwa terdakwa tidak mungkin melakukan perbuatan keji tersebut. Ini sebab kesesatan sebab yang harus dibuktikan ialah bahwa terdakwa tidak membunuh, bukan bahwa pembunuhan adalah perbuatan sangat keji.

Para anggota DPRD secara aklamasi menyetujui peraturan daerah tentang retribusi sampah, karena tumpukan sampah merusak keindahan kota dan berbahaya untuk kesehatan. Ini kesesatan sebab yang harus dibuktikan ialah peraturan retribusi itu harus diterima, bukan bahwa sampah itu begini begitu.

6. Rangkuman

Dari uraian di atas, kita mengambil beberapa pokok pikiran sebagai rangkuman untuk bab ini :
6.1. Gejala bahasa hanya terdapat pada manusia. Bahasa membedakan manusia dari hewan. Manusia disebut animal symbolicum (= hewan yang dapat menggunakan simbol)

6.2. Penalaran (reasoning) merupakan bentuk pemikiran yang paling rumit. Bentuk pemikiran lainnya ialah pengertian (konsep) dan pernyataan (proposisi).

6.3. Empat hukum penalaran merupakan panduan untuk mengukur hubungan logis antara premis dan konklusi.

6.4. Kemampuan untuk penalaran sahih dapat ditingkatkan dengan mempelajari hukumhukum logika. Hal ini penting guna menghindarkan diri dari kemungkinan melakukan kesesatan-kesesatan penalaran.

0 komentar:

Post a Comment

 

Komentar

Postingan Terakhir