Ishak Rafick adalah seorang jurnalis yang memiliki pengalaman belasan tahun, menulis berbagai artikel tentang ekonomi politik, korporasi, manajemen dan lain-lain. Ishak yang memiliki pendidikan tinggi alumni Universitas Indonesia ini, juga mendapatkan gelar Master of Art clan Rijks Universiteit Leiden Netherland dengan tesis berjudul " Het Beeld van Indonesie in the 20steeewse koloniale literatuur" (Wajah Indonesia Dalam Literatur Kolonial Abad 20). Ishak juga mengikuti berbagai jenis training di dalam maupun luar negeri dalam bidang jurnalistik maupun manajemen seperti Nijenrode Management Institute, Breukelen Netherland. Dengan latar belakang pendidikan yang sangat luas dan motivasi yang sangat kuat, Ishak menulis buku Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia. Buku ini merupakan sebuah karya dan prestasi yang menonjol karena jarang sekali jurnalis Indonesia menulis buku, terutama tentang topik yang cukup serius. Sebagai seorang jurnalis, style penulisan Ishak sangat mudah dimengerti, enak dibaca walaupun memerlukan waktu yang cukup panjang untuk dapat memahami garis merah dan buku sang penulis. Justru itu menjadi daya tarik tersendiri dari buku ini, karena penulis tidak ingin menjejalkan kesimpulannya sendiri kepada pembaca. Dia lebih senang memaparkan duduk perkaranya daripada menggurui. Gaya bahasanya bukan 'telling', tapi 'showing'. Dia menantang pikiran, sekaligus menggugah nurani.
Ada kegelisahan yang sangat mendalam dalam buku Ishak tentang peranan dan ketangguhan Negara serta korporasi dalam menghadapi gejolak krisis baik pada tahap awal maupun pasca krisis. Ishak, misalnya, mencoba memetakan dan melakukan analisa mengapa Indonesia gagal tinggal landas setelah 32 tahun Orde Baru. Berbagai kelemahan struktural dan penyimpangan prioritas masa Orde Baru dianalisa dengan tajam dan menarik secara jurnalistik. Di tengah pertumbuhan ekonomi yang lumayan, Ishak memaparkan berbagai ketimpangan yang terjadi dan kerawanan di dalam bidang ekonomi maupun sosial. Namun pada akhirnya, Soeharto tidak mampu menahan besarnya tekanan terhadap perubahan dan keinginan untuk demokratisasi.
Ada kegelisahan yang sangat mendalam dalam buku Ishak tentang peranan dan ketangguhan Negara serta korporasi dalam menghadapi gejolak krisis baik pada tahap awal maupun pasca krisis. Ishak, misalnya, mencoba memetakan dan melakukan analisa mengapa Indonesia gagal tinggal landas setelah 32 tahun Orde Baru. Berbagai kelemahan struktural dan penyimpangan prioritas masa Orde Baru dianalisa dengan tajam dan menarik secara jurnalistik. Di tengah pertumbuhan ekonomi yang lumayan, Ishak memaparkan berbagai ketimpangan yang terjadi dan kerawanan di dalam bidang ekonomi maupun sosial. Namun pada akhirnya, Soeharto tidak mampu menahan besarnya tekanan terhadap perubahan dan keinginan untuk demokratisasi.
0 komentar:
Post a Comment