Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Sunday, May 30, 2010

Proposal Untuk Studi Kepustakaan

Sunday, May 30, 2010
0 komentar
TANAH DAN HAK ATAS TANAH: IMPLIKASI
SUDUT PANDANG UPPA TERHADAP PELAPORAN AKUNTANSI

1. Latar Belakang Masalah
Penyajian laporan keuangan dimaksudkan memberikan informasi kepada para pemakai laporan agar dapat membantu untuk menginterpretasikan aktivitas ekonomis dari suatu perusahaan (badan usaha) tertentu. Mengingat tujuan tersebut laporan hares disajikan dengan benar sesuai dengan standard pelaporan yang berlaku. Standard pelaporan di Indonesia diatur dalam Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia yang mernuat ketentuan kualitas laporan sebagai berikut:

1. Laporan keuangan menyajikan informasi yang relevan.
2. Laporan keuangan dapat dimengerti. Oleh karenanya digunakan istilah teknis yang berlaku dalam akuntansi.
3. Informasi yang disajikan dapat diuji kebenarnya.
4. Informasi yang disajikan untuk kepentingan umum dan netral.
5. Laporan keuangan disajikan tepat waktu.
6. Laporan keuangan dapat dipebandingkan balk dengan laporan keuangan periode sebe¬lumnya maupun dengan laporan keuangan perusahaan lain yang sejenis.
7. Laporan keuangan menyajikan ringkasan fakta secara lengkap.

Mengingat peranannya yang sangat penting tersebut laporan keuangan pada dasarnya merupakan ikhtisar kegiatan ekonomis yang terbentuk dari transaksi-transaksi dalani badan usaha tersebut. Kegiatan transaksi yang dilakukan oleh badan usaha dengan pihak lain tersehut didasarkan pada kaidah dan hukurn yang berlaku dilingkungan perusahaan tersebut berada. Apabila transaksi tersebut dilakukan dengan pihak-pihak lain yang berada diluar juridiksi suatu negara, maka akan berlaku pula hukum/kebiasaan dagang yang di alcui secara internasional. Oleh karenanya ringkasan informasi akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan, merupakan pengejawantahan dari proses juridis yang terbeniuk dalani transaksi yang dilaksanakan kedalam Bahasa akuntansi.

Dari uraian atas terlihat bahwa penerapan kaidah hukum dalam kegiatan ekonomis suatu badanusaha sangat t"rat kaitannya dengan penerapan kaidah akuntansi dalam menyajikan informasi keuangan. Meskipun keduanya merupakan disiplin ilmu yang berbeda (dan mengalami perkembangan yang berbeda pula), namun dalarn praktek akuntansi hams selalu mengacu terhadap vralc tek yang terjadi dalam penerapan kaidah hukum yang berlaku. Perkembangan disiplin lime hukum (hukum dagang). juga mengikuti perkembangan dinamikan rnasvarakat pelaku ekonomi dalam membentuk komitmen diantara mereka sendiri. Penciptaan modus barn dalam melakukan kerjasama/transaksi ekonomis senantiasa akan menciptakan kebiasaan dagang yang haru dan akhirnya membentuk aturan hukum barn guna memadahi penciptaan obyek hukurn tersehut. Demikian halnya akuntansi juga dihadapkan tantangan bagaimana mewadahi produk hukum tersebut dalam bahasa akuntansi yang dapat diterima umum.

Dalam hal transaksi yang berkaitan dengan masalah tanah juga membentuk kebiasaan¬kebiasaan dagang yang berkaitan dengan pendayagunaan tanah. Semua bentuk transaksi yang berkaitan tanah diatur dalam UUPA (Undang Undang Pokok Agraria) beserta aturan pelaksanaannya. Sebagaimana halnya sifat dari suatu undang-undang pasti mengandung kekakuan sehingga tidak akan luwes sesuai dengan kebutuhan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap masalah tanah. Terobosan-terobosan yang terjadi untuk menca¬pai kepentingan ekonomis suatu badan usaha akan menyebabkan munculnya kebiasaan baru dalam transaksi tanah.

Praktek-praktek transasksi dalam masalah pertanahan me¬munculkan upaya hukum yang jauh berkembang dibandingkan dengan masalah tanah ketika Undang-undang tersebut lahir. Praktek pertanahan yang semakin berkembang tersebut mempunyai akibat dalam tehnik penyajian laporan keuangan pula. Hal ini terlihat dari heberapa laporan keuangan yang telah dipublikasikan ternyata menyajikan cara-cara pelaporan atas tanah yang berbeda dengan cara-cara pelaporan tanah dimasa yang lalu. Perkembangan ini menuntut pekajian ulang terhadap standard pelaporan dalam Prinsip¬prinsip Akuntansi Indonesia, khususnya yang mengatur penyajian elemen tanah dan hak atas tanah.

Undang-undang pokok agraria (UUPA) adalah undang-undang yang mengatur masalah keagrariaan di Indonesia. Nama resmi undang-undang ini adalah UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA. Diundangkan pada tanggal 24 September 1960. Dalam undang-undang tersebut diatur kekuasaan negara dalam penguasaan bumi, air dan ruang angkasa (pasal 1 ayat 2). flak menguasai tersebut memberikan kewenangan kepada negara (pasal 2 ayat 2) sbb:

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliha¬raan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan¬perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Pemanfaatan oleh orang-perorang terhadap bumi, air dan ruang angkasa diatur dalam bentuk hak atas bumi, ruang angkasa dan air. Ini menunjukkan pengaturan dalam hukum agraria tidak hanya mengatur masalah pertanahan saja. Pengertian Hak atas Bumi berbeda dengan hak atas tanah. Hal ini mengingat pengertian tanah hanya terbatas pada segala yang ada pada permukaan bumi saja. Sedangkan pengertian tentang hak atas bumi tercakup pula segala sesuatu yang diatasnya dan yang ada didalamnya. Berdasarkan Undang-undang ini, hanya Flak atas Tanah saja yang dapat dimanfaatkan oleh orang-perorang. Pasal 6 menunjukkan, bahwa "semua Hak atas Tanah mempunyai fungsi sosial", dan oleh karenanya pemilikan dan penguasaan atas tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan (pasal 7). Ketentuan mengenai batasan pemilikan dan penguasaan tanah lebih lanjut diatur dalam Undang-undang no 56 tahun 60. Pemanfaat oleh orang-perorang diatur dalam hak-hak atas tanah sebagai berikut:

a. Hak Milk, adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah (pasal 20 ayat 11 Meskipun Hak Milik mempunyai kedudukan tertinggi dalam tata hukum agrariaan namun tidak berarti tidak dapat diganggu gugat mengingat fungsi sosial (seperti halnya hak aegendom pada tata hukum jaman penjaja¬han dahulu).

b. Hak guna-usaha (HGU).adalah hak untuk mengusahakim tanah yang dikuasai lang¬sung oleh Negara dalam jangka waktu maksimal 5 tahun dengan luas tanah 5 ha. s/d 25 ha. untuk perusahaan-pel ussahaan yang bergerak dalam bidang pertanian, perikanan dan peternakan (pasal 25 ayat 1, 2 dan pasal 29 ayat 1).

c. Hak guna Bangunan (HGB), adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan¬bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Hak guna Usaha dapat diperpanjang paling lama 20 tahun (pasal 35 ayat 1 dan 2).

d. Hak Pakai, adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah haik yang dikuasai oleh negara maupun pihak lain (pasal 41 ayat 1).

e. Hak Sewa, adalah hal yang di peroleh karena pemanfaat tanah dengan imbaian sejum lab uang.

f. Hak membuka tanah.

g. Hak memungut hasil hutan.

h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara (pasal 16).

Bagi suatu badan usaha diperlakukan ketentuan pemberian Hak guna Usaha ataupun Hak guna Bangunan. Hal ini antara lain disebab kan ketentuan pemberian hak milik hanya diberikan kepada perorang an warga negara Indonesia (pasal 9 ayat 1 dan 2). Kalaupun ada badan hukum yang menghendaki perolehan hak milik maka harus ditetapkan melalui suatu ketetapan pemerintah (pasal 21 ayat 2). Peraturan pelaksanaan pasal 21 ayat 2 tersebut berupa Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 1963 (TLN 2555) tertanggal 19 Juni 1963. Dengan demikian badan usaha milik swasta tertutup kemungkinan untuk memiliki sebidang tanah dengan status Hak Milik.

Alternatip bagi pihak swasta adalah pemanfaatan Hak guna Usaha dan Hak guna Bangunan sebagai landasan hukum pengusahaan atas sebidang tanah. Kedua jenis hak atas tanah tersebut merupakan urutan yang tertinggi setelah Hak Milik dalam hirarki peraturan perundangan masalah tanah. Ditinjau dari sudut pandangan ekonomi maka kedua jenis Hak atas Tanah tersebut memberikan jaminan yang paling aman yang dimungkinkan bagi badan usaha swata.

Bagi badan usaha yang bergerak dalam bidang industri ataupun perdagangan apabila ingin memperoleh penguasaan atas sebidang tanah, maka altematip yang terbaik adalah memanfaatkan ketentuan flak guna Bangunan saja agar keamanan operasi perusahaannya terjamin.1 Namun, hal ini bukan berarti tidak akan ada masalah. Pasal 35 ayat 2 menunjuk¬kan adanya batasan lama waktu penggunaan hak guna Bangunan tersebut. Aturan itu menyatakan Hak guna Bangunan dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. Berarti, secara teoritis penguasaan atas sebidang tanah hanya terbatas dalam jangka waktu 50 tahun saja. Ini menunjukkan bahwasannya penguasaan atas sebidang tanah bersifat terbatas. Tentunya akan sangat berbeda dengan tanah dengan Hak Milik yang penguasaannya bersifat tak terbatas dengan pengecualian akan dipergunakan oleh negara. Pasal tersebut menunjukkan bahwa setelah 50 tahun tanah yang dikuasai suatu badan usaha harus dikembalikan kepada negara. Peraturan itu tidak menegaskan apakah pemegang Hak guna Bangunan diijinkan kembali memperpanjang hak atas tanah yang dimilikinya tersebut.

Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia tahun 1984, merupakan produk Ikatan Akuntan Indonesia dalam merumuskan Standard pelaporan informasi keuangan dalam suatu laporan keuangan. Pasal-pasal yang mengatur penyajian pemilikan sebidang tanah adalah sebagai berikut:

Pertama, pasal 4.1 berbunyi sebagai berikut:

Aktiva tetap meliputi aktiva yang tidak dapat disusutkan (non depreciable) dan
aktiva yang dapat disusutkan (depreciable), mencakup tanah/hak atas tanah, bangunan, mesin serta peralatan lainnya ataupun sumber-sumber alam.

Kalimat yang dikutip dengan huruf miring tersebut menunjukkan tidak jelas adakah tanah mempunyai kedudukan yang sama dengan hak atas tanah. Cara penulisan dengan garis miring seperti tersebut diatas dapat ditafsirkan dengan pengertian atau. Akuntansi secara jelas menyatakan, bahwa tanah merupakan aktiva tetap berwujud sedangkan hak atas tanah merupakan aktiva tetap tak berwujud. Bila ditinjau secara semantik, maka keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Dan segi akuntansi tanah adalah aktiva tetap berwujud yang nilai gunanya dari waktu kewaktu akan selalu sama. Untuk sebidang tanah yang digunakan sebagai tempat usaha biasaya dianggap bahwa fungsi untuk ditempati tidak pemah akan habis; oleh karenanya kemudian dapat dianggap bahwa kos tanah tidak perlu didepresiasi atau diamortisasi menjadi beban operasi.2 Sedangkan hak atas tanah merupakan aktiva tak berwujud yang menurut UUPA manfaatnya dibatasi oleh waktu. Dengan demikian terlihat bahwa P.A.I. tidak secara tegas memberikan diskripsi pada dua pengertian aktiva yang sebetulnya sangat berbeda. Sebaiknya diantara kata-kata tanah dan hak atas tanah tidak menggunakan garis miring tetapi menggunakan koma saja.

Pasal 4.1 tersebut diatas sebetulnya akan mengatur jenis-jenis aktiva tetap yang boleh disusutkan ataupun tidak boleh disusutkan. Namun, mengingat bunyi kalimat pasal tersebut tidak mengungkapkan secara jelas mana aktiva yang boleh disusut dan mana yang tidak boleh disusut, maka seseorang dapat secara bebas menafsirkannya. Aki bat ketidak jelasan diskripsi pengertian kedua istilah tersebut ternyata berakibat pada pasal-pasal berikutnya.

Kedua, pasal 4.6 juga mengatur tentang hak atas tanah yang berbunyi sbb:
"Setiap jenis aktiva tetap, seperti: tanah/hak atas tanah, bangunan dan lain sebagainya, hams dinyatakan secara terpisah " (halaman 40)
Kalimat diatas mengatur bahwa semua aktiva tetap harus disajikan dalam neraca secara terpisah atau sebagai alternatip dimungkinkan tidak disajikan secara terpisah namun dalam catatan atas laporan keuangan harus disajikan dengan rinci. Kritik terhadap kalimat tersebut adalah:
a. Pengertian tanah dan hak atas tanah rancu, sebagaimana diuraikan dalam butir ke satu diatas.
b. Penyajian rincian aktiva tetap dalam catatan atas laporan keuangan hanya dibaca dikalangan terbatas. Bagi sebagian besar pembaca laporan keuangan (terutama yang memperoleh melalui media massa) justru penyajian tersebut akan sangat menyesatkan.

Ketiga, pasal 5.1 juga mengatur hak atas tanah yang berbunyi sbb:

"Aktiva yang tidak berwujud mencerminkan hak/hak istimewa atau posisi yang menguntungkan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan. Hak patent, hak cipta, franchise, goodwill adakah jenis-jenis aktiva yang tidak berwujud pada umumnya". (halaman 40)

Kalimat di atas lebih jelas menigambarkan keraguan PAI dalam merumuskan hal-hal yang masuk kategori aktiva tidak berwujud. Ini dapat dilihat dangan kata-kata yang dikutip miring. Kata pada umumnya menggambarkan masih terdapat hal-hal lain yang sulit didiskripsikan yang dapat masuk dalam kategori aktiva tak berwujud. Kalimat diatas juga tidak menjelaskan adakah Hak atas Tanah masuk dalam kategori sebagai aktiva tidak berwujud. Dalam hal ini pendapat Suwardjono yang menyatakan "Kos tanah belisewa (lease hold), tanah hak guna bangunan, atau bentuk investasi nonpermanen lainnya dalam sarana berupa tanah harus secara sistematik diserap dalam produksi selama umur ekonomik atau selama jangka waktu kontrak" 1 lebih dapat diterima.

2. Perumusan Masalah

Bahwa perkembangan praktek hukum atas transaksi tanah perlu dikaji mengingat perkembangan masalah tanah yang sudah sedemikian jauh. Praktek akuntansi dalam masalah pertanahan harus memperhatikan landasan hukum yang tepat, agar informasi yang disajikan dapat ditafsirkan dengan tepat.

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengkajian terhadap pratek akuntansi aktiva tetap khususnya dalam hal tanah dan hak atas tanah. Diharapkan dari penelitian ini akan memperoleh pertimbangan teoritikal terhadap penyajian Tanah dan Hak atas Tanah dalam laporan keuangan suatu perusahaan.

4. Pembatasan Masalah

Ruang lingkup penelitian kami lakukan terbatas pada bagaimana penyajian informasi akuntansi dalam publikasi resmi perusahaan sebagai bahan pertimbangan bagi fihak lain dalam pengambilan keputusan ekonomi pada perusahaan tersebut. Dalam hal Hak atas Tanah pembahasanhanya menyangkut Hak guna Bangunan sebagai landasanhukum penguasaan satu bidang tanah bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa, perdagangan dan industri.

5. Manfaat penelitian

1. Penyusunan standard dalam Prinsip Akuntansi Indonesia
2. Identifikasi praktik akuntansi dalam penyajian informasi masalah Tanah dan Hak atas Tanah.

6. Metodologi Penelitian

Penelitian dilakukan dengan pendekatan analitis obyektip dengan menggunakan acuan studi kepustakaan. Pendekatan ini digunakan agar analasis dapat dilakukan secara obyektif dan sudut pandangan para pemakai laporan keuangan. Analisis dilakukan terhadap publikasi resmi laporan keuangan perusahaan untuk periode yang berakhir pada tanggal 31 Desember 1988, yang disajikan dalam bentuk iklan dalam surat kabar KOMPAS edisi 1 Januari 1989 s/d 30 April 1989. Dalam penelitian ini tidak digunakan pendekatan wawancara (quetionair) kepada perusahaan yang digunakan sebagai obyek analitis, mengingat informasi yang disajikan merupakan publikasi resmi yang secara bebjis dapat diinterpretasikan oleh pihak lain yang berkepentingan. Disamping itu penulis mengambil peranan sebagai pihak luar yang mencobamemahami masalah-masalah yang timbul dalam menafsirkan suatu laporan keuangan yang disajikan secara resmi.


Selengkapnya Download Versi Pdf

Proposal Untuk Studi Kepustakaan.pdf

Anda Akan Menyukai ini :

read more

Studi Kepustakaan Dalam Disiplin Ilmu Akuntansi

0 komentar

A. PENGANTAR PENELITIAN KEPUSTAKAAN
Banyak penulis muda ragu-ragu apakah studi Kepustakaan (literatur) juga termasuk dalam kategori penelitian. Bahkan dikalangan para dosen mudapun juga takut, jangan-jangan hasil penelitiannya yang didasarkan pada studi kepustakaan tidak akan dapat masuk dalam kum B (tentang karya akademik). Persoalan ini hares mendapat kejelasan mengingat adanya anggapan bahwa karya penelitian yang berdasarkan studi kepustakaan seringkali dimasukkan dalam kategori makalah ilmiah yang bobot kumnya jauh lebih rendah. Dipihak lain, para dosen pembimbing juga ragu-ragu membimbing skripsi yang berdasarkan studi kepustakaan tersebut. Mengingat kemungkinan team penguji skripsi belum tentu sarna persepsinya terhadap studi kepustakaan tersebut.

Keragu-raguan berbagai pihak mengenai keabsahan studi kepustakaan sebagai suatu karya ilmiah muncul, mungkin karena metode tersebut tidak populer saja untuk disiplin ilmu tertentu (misalnya, bidang akuntansi). Hal ini terlihat dari kenyataan bahwasannya studi kepustakaan tidak diajarkan sec ara mendalam sebagai salah satu materi matakuliah metodologi penelitian. Sebagai akibatnya para mahasiswa tidak mengenal teknik penelitian ini. Maha¬siswa jurusan akuntansipun akhirnya juga tidak mengenal studi kepustakaan sebagai salah satu metode penelitiannya. Dalam disiplin ilmu sosial lainnya. seperti bidang sastra dan bidang hukum penggunaan studi kepustakaan bukanlah sesuatu yang aib. Pengkajian terhadap hikayat Hang Tuah, Kajian terhadap Surat-surat R.A. Kartini dan pengkajian terhadap kitab-kitab kuno lainnya, merupakan contoh bagaimana metodologi ini digunakan. Karya semacam ini tentu berdasarkan kepustakaan dan dokumentasi yang ditemukan dan publikasi selama tokoh tersebut masih hidup. Jadi, masalahnya bagaimana metodologi ini diterapkan, kiranya perlu dikembangkan lebih jauh.

Para pakar disiplin akuntansi (di Indonesia), jarang menggunakan studi pustaka, mungkin metodologi tersebut sering dianggap kurang sahih. Kalaupun digunakan, biasanya hanya terbatas pada saat menyajikan makalah, yang herarti tidak melakukan peneelitian dengan sepenuhnya. Padahal bagi para pemula (termasuk para mahasiswa yang sedang menyusun skripsi) metodologi ini amat berguna, terutama guna pemahaman berbagai konsep guna pendalaman ilmunya kelak. Saya yakin selama metodologi ini digunakan untuk kepentingan pendidikan kader ilmuwan, metode ini masih dapat dipertanggungjawabkan.

B. STUDI KEPUSTAKAAN DAN PERMASALAHANNYA

Studi kepustakaan, adalah salah bentuk metodologi penelitian yang menekankan pada pustaka sebagai suatu objek studi. Pustaka pada hakekatnya merupakan hasil olah budi manusia dalam bentuk karya tertulis (litteracy) guna menuangkan gagasan /ide/pandangan hidupnya dari seseorang ataupun sekelompok orang. Penelitian terhadap kepustakaan bukan berarti melakukan penelitian terhadap bukunya, tetapi lebih ditekankan kepada esensi yang terkandung dalam buku tersebut. Mengingat berbagai pandangan yang diungkapkan dalam karya seseorang atau sekelompok orang selalu ada variasinya. Dengan demikian studi kepustakaan dilakukan dengan penelaahan gagasan para pakar (pakar lain), konsepsi yang telah ada, aturan (rule) yang mengikat objek ilmu beserta profesinya. Studi ini dimaksudkan untuk menganalisis sesuatu masalah yang menjadi topik karya penelitian ataupun konsepsi tersebut. Dengan memperhati¬kanpengertian tersebut, studi pustaka harus menggunakan sistematika dan proses penelitian yang jelas serta menggunakan alat-alat analisis yang jelas pula.

Studi kepustakaan sebagai suatu proses penelitian meliputi aktivitas sebagai berikut:

a. Pengumpulan bahan-bahan (di perpustakaan) dan perumusan ide penelitian,
b. Penyusunan Proposal penelitian,
c. Kompilasi data, klasifikasi data, analisis data, dan penyusunan rerangka analisis terha-dap fakta yang telah ditemukan.
d. Penyusunan kesimpulan.

Sistematika dalam studi literatur dimaksudkan sebagai proses penelitian dengan menggunakan metode, pendekatan, cara, serta alat analisis yang terancang dan diterapkan dengan ajeg. Antara sistematika dengan proses penelitian sebenarnya tidak dapat dipisahkan, mengingat proses penelitian sebetulnya merupakan penjabaran dari sistematika penelitian itu sendiri. Mengenai alat-alat analisis yang hams digunakan tentu saja pendekatan dengan studi kepustakaan ini akan berbeda pola kerjanya bila dibandingkan dengan studi non-kepusta¬kaan. Alat-alat uji statistik misalnya, sangat sulit diterapkan dalam studi kepustakaan. Terkecuali apabila peneliti ingin melakukan analisis data statistik secundair.

Lalu alat-alat uji dalam studi kepustakaan tersebut bagaimana bentuknya? Rupanya masalah ini kebanyakan tidak diajarkan kepada para mahasiswa dan juga tidak banyak buku teks yang membahas metodologi penelitian tersebut. Pengajaran metodologi penelitian ini sebetulnya jauh lebih sulit bila dibandingkan dengan pengajaran menggunakan pendekatan statistikal, justru karena analisisnya bersifat kualitatip. Dengan studi kepustakaan yang dengan sendirinya menggunakan pendekatan kualitatip, maka alat-alat uji statistika jarang digunakan. Alat-alat analisis dalam studi kepustakaan antara lain:

1. Analisis komparasi, yaitu dengan cara membandingkan objek penelitian dengan konsep pembanding. Dalam penelitian ini akan dihasilkan dua kemungkinan (a) simpulan menyatakan bahwa konsep yang diteliti sama dengan konsep pembandingnya, dan (B) simpulan menyatakan ketidaksamaan konsep yang dibandingkan.
2. Analisis historis, yaitu dengan cara melakukan analisis kejadian-kejadian di masa yang lalu untuk mengetahui kenapa dan bagaimana suatu peristiwa itu telah terjadi. Hasil
yang ditemukan bermanfaat untuk menentukan apakah rentetan kejadian tersebut sangat penting untuk menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Tentu pendekatan ini jarang digunakan, namun demikian pendekatan studi kepustakaan ini sangat baik guna mengasah kemampuan analisis dan pendalaman materi teori akuntansi. Sebab, peneliti dituntut cermat membaca, cermat menafsirkannya, cermat menganalisis hubungannya dan cermat dalam membuat simpulan.

1. Analisis Komparasi.

Alat analisis semacam ini biasanya digunakan untuk penelitian yang bersifat studi kasus. Tujuan utama penelitian semacam ini adalah membandingkan apakah kasus yang diteliti mempunyai persamaan dengan konsep pengujinya. Alat-alat yang digunakan untuk menguji dalam penelitian ini antara lain; doktrin, postulat, dalil, dan teori yang ada pada khasanah ilmu pengetahuan pada umumnya maupun berlaku khusus untuk disiplin ilmu tertentu. Sebagai contoh; seorang peneliti ingin menguji apakah basic acounting prinsiple pertama yang dikemukakan oleh Paul Grady dapat diterima oleh masyarakat akuntansi di Indonesia. Pertanyaan si peneliti tersebut dapat dijawab dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatip dan pendekatan kualitatip. Pendekatan kuantitatip menggunakan alat uji statistika dengan cara mengumpulkan opini masyarakat akuntansi di Indonesia (salah satu cara). Pendekatan kualitatip dapat dilakukan dengan mempelajari publikasi yang telah dikeluarkan oleh ikatan profesi, maupun pendapat para pakar yang dianggap layak. Dengan pendekatan ini tidak dapat dihindarkan, peneliti hams menggali kepustakaan akuntansi sejak sebelum pemikiran Grady lahir sampai perkembangan teori akuntansi yang mutakhir di Indonesia.

Masalahnya kemudian, setiap peneliti hams menentukan alat uji contoh kasus tersebut. Bentuk alat uji yang dianggapnya tepat dilakukan dengan mengidentifikasi teori yang sekiranya mampu menjawab pertanyaan tersebut. Misalnya, menggunakan pendekatan pragmatik, sebagai alat analisis untuk mengupas kandungan yang ada dalam kepustakaan akuntansi tersebut. Pendekatan pragmatik didasarkan pada teori pragmatisme, yaitu teori perilaku yang mendasarkan nilai guna pada saat itu. Dengan demikian sesuatu itu dianggap baik (dan benar), kalau pada saat itu memang mempunyai nilai guna yang tinggi; meskipun dikelak kemudian hari mungkin akan berakibat yang tidak baik. Pendekatan pragmatik ini, setahap demi setahap (dengan sistimatis) digunakan sebagai basis analisis untuk memahami apakah praktik yang berlaku ataupun gagasan tersebut dapat diterima oleh teori yang digunakan sebagai alat analisis. Seorang peneliti akhimya dapat menyimpulkan, bagaimana gagasan Paul Grady tersebut dimata para pakar di Indonesia. Tentu saja, menguraikan temuan-temuan dengan pendekatan studi kepustakaan tersebut sangat sulit bagi peneliti yang jarang (dan tidak terlatih) menulis karya ilmiah.

2. Historical Analysis (Analisis Kesejarahan)

Historical tidak sama pengertiannya dengan historis, oleh karena itu untuk membedakan pengertian dengan ilmu sejarah, kata historical ditérjemahkan dengan kata kesejarahan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, historical research methode ini diterjemahkan menjadi metode penelitian kesejarahan. Penelitian kesejarahan adalah pengumpulan data secara sistematik dan penilaian secra objektip mengenai kejadian dimasa lalu untuk melakukan pengujian hipotesa mengenai sebab-sebab, pengaruhnya, dan kecenderungan kejadian yang telah berlalu untuk mendapatkan kejelasan permasalahannya dan memprediksi kemungkinan dimasa yang akan datang.

Penelitian akuntansi maupun bisnis, dapat menggunakan metode kesejahrahan ini guna menganalisis kejadian-kejadian di masa lalu dan untuk memprediksi kebijakan yang akan ditempuh dimasa yang akan datang. Seorang manajer baru tentu tidak akan dapat merumus¬kan kebijaksanaannya dengan baik tanpa melihat aspek kesejarahan yang ada pada perusa¬haan yang dipimpinnya. Dia haraus mempelajari perilaku personel yang dipimpinnya, produk yang dijualnya, karakter pasar yang dirnilikinya, dan lain-lain. Kesemuanya ini akan dipahaminya melalui penelitian kesejarahan baik yang dilakukannya sendiri maupun oleh stafnya.

Langkah-langkah dalam penelitian kesejarahan, juga tidak akan jauh berbedaa dengan metode penelitian yang lainnya antara lain:
1. Difinisi Permasalahan.
2. Memformulasikan Hipotesa (atau pertanyaan yang akan dijawab).
3. Sistimaktika pengumpulan data.
4. Tujuan evaluasi data.
5. Konfirmasi dan diskonfirmasi hipotesa (analisis).

Dalam penelitian kesejahrahan, si peneliti tidak hams melakaukan kontrol terhadap variabel-variabel yang ditelitinya, tetapi lebih ditekankan pada masalah bagaimana menggabungkan serta memunculkan fakta yang relevan dengan fenomena yang ada. Persoa¬lan yang sering muncul dalam penelitian kesejarahan adalah bagaimana si peneliti menghilangkan unsur subjektivitas yang ada pada dirinya sendiri. Subjektivitas ini seringkali muncul, karena seorang peneliti biasanya sudah mempunyai value judgement sendiri; terlebih apabila si peneliti ikut terlibat didalamnya dalam proses pengambilan keputusan.

C. OBYEK STUDI KEPUSTAKAAN

Studi kepustakaan dalam disiplin akuntansi sebetulnya sama saja dengan disiplin ilmu sosial lainnya. Sebagaimana halnya disiplin ilmu sosial lainnya terutama menyangkut obyek teori dan konsep yang ada, pemikiran para pakar, aspek regulasi dan aspek praktik yang ada dewasa ini. Khusus di Indonesia, mengingat disiplin akuntansi masih relatip muda, aspek kebahasaan mempunyai peranan yang sangat penting untuk diteliti.

Beberapa masalah yang perlu penelitian mendalam dalam displin akuntansi antara lain sebagai berikut ini:

1. Pembahasan terhadap konsep ataupun teori yang telah ada.

Baik konsep ataupun teori akuntansi mempunyai peranan yang sangat penting sebagai dasar untuk membentuk standar akuntansi. Apabila konsep dan teori berubah, maka dasar dasar penyusunannyapun juga akan berubah. Masalahnya, apakah konsep dan teori tersebut memang relevan dengan situasi dan kondisi yang belaku di Indonesia, mengingat masyarakat yang membentuk budaya akuntansi juga sangat berbeda. Ini berarti dalam hal penelitian terhadap konsep ataupun teori tersebut, permasalahannya adalah:

a. Kesesuaian terhadap perkembangan terbaru, berkaitan dengan pertanyaan apakah teori tersebut masih relevan dengan situasi yang telah berubah.
b. Mungkinkah suatu konsep dikembangkan lebih jauh. Terlihat bila suatu konsep lama ditinggalkan ternyata menjadi relevan dengan keadaan yang terbaru dengan diketemukannya suatu konsep yang lebih mutakhir.

Sebagai contoh: kemungkinan pengembangan teori akuntansi adalah pengembangan konsep pencatatan berpasangan menjadi pencatatan tiga dimensi (Ijiri; triple entry bookkeping). Penelitian terhadap konsep ini mengandung potensi yang cukup memungkinkan dalam pengembangan teori akuntansi maupun praktik akuntansi. Meskipun penelitian semacam ini tidaklah mudah.

2. Pembahasan terhadap gaya pemikiran seorang pakar.

Pemikiran seseorang sangat berpengaruh dalam pembentukan suatu teori. Telaah terhadap buah karya seorang paKar yang mampu menelorkan teori sangat penting untuk diteliti. Sebagai contoh, bagaimana pemikiran Luca Pacioli melahirkan konsep double entry bookkeping, sangat penting untuk dipelajari untuk mengembangkan konsep itu sendiri. Lihat pula Patton dan Littleton yang dengan pendekatan deduktipnya mampu merumuskan konsep dasar akuntansi berdasarkan praktik akuntansi yang terjadi di Amerika Serikat. Buku karya mereka berdua mampu member; warna tcrsendiri terhadap disiplin akuntansi hingga kini.

3. Aspek hukum positip terhadap standar akuntansi.

Hukum positip yang berlaku pada setiap negara akan selalu berbeda-beda. Hal ini disebabkan sistem hukum yang berlaku tergantung pada filosofi suatu negara, sistem politik, serta lingkungan yang membentuk negara tersebut. Hukum positip yang berlaku pada suatu negara secara jelas mempengaruhi hagairnana perlakuan. akuntansi dalam setiap transaksi bisnis. Ini akan berakibat anabila st stem hukumnya berbeda, maka perlakuan akuntansinya-pun juga akan berbeda-heda pula. Tull san dan penelitian yang menyoroti aspek hukum dalam standard akuntansi di Indonesia ini masih sangat jarang, mengingat pengurus Ikatan Akuntan Indonesia cenderung mengambil jalan pintas dengan mengadopsi standar akuntansi yang berlaku.di suatu negara (dalam hal ini masyarakat akuntansi di Amerika Serikat). Tentu saja cara kerja ini mengandung kelemahan, akuntansi yang ada di Indonesia didasarkan pada sistem kapitalistik tetapi kenyataan sebagian sistem hukum kita masih berdasarkan sistem sosialistik. Sebagai contoh, dalam kasus tanah dan hak atas tanah, yang ternyata Undang-undang Pokok Agraria secara jelas menyatakan Sosialime sebagai dasar pembentukan undang-undang tersebut. Tentu saja standar akuntansi yang lahir di negeri Amerika Serikat tidak mengenal Sosialisme, mengingat konsep dasarnya adalah masyarakat dan struktur pemerintahan hams menghargai dan melindungani hak kekayaan pribadi. Banyak hal akan terjadi karena perbedaan kedua sistem tersebut dan mengandung fenomena akuntansi.

4. Aspek kebahasaan dalam pengembangan akuntansi.
Aspek kebahasaan sangat penting untuk diteliti, mengingat banyak sekali peristilahan akuntansi yang salah-kaprah. Dugaan kesalah-kaprahan ini disebabkan oleh beberapa faktor yang antara lain:

a. Hal ini tirnbul karena praktik akuntansi yang ada sebagian merupakan warisan praktik di jaman penjajahan Belanda yang di Indonesiakan dengan tidak mempertimbangkan dari sisi akademik.
b. Ilmu akuntansi merupakan pengetahuan yang masih asing bagi budaya bangsa Indonesia, sehingga belum menjadi kebiasaan sehari-hari. Mengingat memang tidak mempunyai budaya tersebut, masyarakat tidak mempunyai apresiasi peristilahan akuntansi yang terkait. Hal ini menyebabkan sulit mencari padanan kata yang sesuai dengan struktur bahasa Indonesia serta khasanah bahasa secara keseluruhan.
c. Bahasa Indonesia itu sendiri merupakan bahasa yang sedang tumbuh untuk menjadi bahasa persatuan dan juga bahasa ilmu pengetahuan. Mengingat bahasa Indonesia masih relative muda dibandingkan dengan bahasa dunia lainnya, belum banyak kata-kata ataupun rekayasa kata yang dihasilkan.
d. Praktik akuntansi di Indonesia sudah terlanjur menggunakan istilah teknis (jargon) yang umum digunakan, meskipun tidak didasarkan rerangka berpikir yang konseptual. Dalam pengajaran akuntansi seringkali pengajar dihadapkan dengan persoalan peristila¬han dalam bahasa Indonesia yang membingungkan. Hal ini mengingat pemilihan kata dalam khasanah bahasa Indonesia apabila dibandingkan dengan terminologi dari bahasa asal masih terasa kurang cocok.

Sebagai akibat dari alasan di atas, penggunaan istilah teknis akuntansi perlu dikodi¬fikasikan dengan baik. Tentu raja istilah teknis tersebut tidak boleh direkayasa dengan sembarangan sesuai dengan selera para pakar/ penulis buku. Saya berpikir bahwa semua istilah teknis akuntansi hendaknya mempunyai argumentasi yang tepat ditinjau dan aspek kebahasaannya. Telaah aspek kebahasaan ini mencakup dua bidang penelitian, yaitu:
a. Memberikan justifikasi terhadap peristilahan yang sudah tepat. Dalam konteks peneli¬tian kebahasaan ini istilah yang sudah berterima perlu diuji apakah mempunyai argumen yang tepat sehingga tidak perlu direkayasa istilah baru.
b. Merekayasa istilah akuntansi yang dianggap masih meragukan. Terhadap istilah yang belum dapat diteliti adakah suatu istilah dapat mewakili makna yang sebenarnya.

Memperhatikan ke empat butirpermasalahan di atas, sebenamya terlihat studi kelayakan mempunyai ladang yang cukup luas dalam disiplin akuntansi. Masalahnya adalah, rujukan yang digunakan dalam penelitian ini dipandang masih belum memadai. Inilah kiranya tantangan para pakar/cendekiawan bidang akuntansi di Indonesia.

D. PROPOSAL STUDI KEPUSTAKAAN

Barang kali, kesulitan utama seseorang dalam menyusun studi kepustakaan adalah mencari bahan penelitian. Bahan-bahan penelitian pada umumnya tersimpan di perpustakaan, yang tentunya di Indonesia masih banyak yang belum mampu memenuhi kebutuhan. Khasanah pustaka yang dapat digali, antara lain (a) publikasi ilmiah, (b) jurnal ilmiah, (c) ringkasan laporan penelitian, (d) micro film dan lain-lain. Disamping dari perpustakaan bahan-bahan dapat diperoleh dari museum, Arsip Nasional, Lembaran Negara dan dokumen resmi lainnya. Pada perpustakaan yang sudah maju tersimpan berbagai macam dokumentasi penelitian yang sudah terklasifikasi. Dengan tersedianya informasi yang memadai, para peneliti cukup hanya dengan menggali publikasi tersebut sebagai bahan utama penelitiannya.

Persoalan kedua adalah penyusunan proposal penelitian, yang tentunya akan berbeda bentuknya dengan penelitian empirik. Dalam penelitian empirik, gagasan penelitian dapat muncul begitu saja, tanpa disertai bacaan yang cukup, sepanjang peneliti dapat melihat fenomena yang dihadapinya. Fenomena yang menjadi esensi gagasannya tersebut, segera dikonfirmasi dengan teori yang mendukungnya. Nah, dan sini si peneliti baru mulai mencari dukungan literatur.

Dalam penelitian kepustakaan, situasinya justru terbalik. Peniliti justru harus membaca bahan pustaka sebanyak-banyaknya. Dalam menggali bahan kepustakaan peneliti harus mempunyai sikap kritis terhadap pendapat para penulis terdahulu, dengan maksud agar Dia bisa merekonstruksikan gagasannya dengan lebih baik. Dengan memperhatikan thema penelitian yang diyakininya barn kemudian mencoba merumuskan temuan-temuan apa selama menggali sumber-sumber kepustakaan. Dari beberapa alternatif yang dipandang memungkinkan, peniliti barn mereka-reka gagasan penelitian apa yang ingin divangkapkan lebih jauh. Dengan demikian langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum menulis proposal penelitian adalah:

1. Tentukan bidang studi yang benar-benar menjadi favorit Anda dan benar-benar menguasainya, dan tentukan sebagai bidang garap tugas akhir.
2. Setelah memilih bidang/thema penelitiannya, carilah buku-buku teks maupun referensi yang menunjang thema tersebut. Misalnya, thema penelitian dibidang pengauditan (auditing) maka informasi yang harus dicari adalah:
• Buku-buku teks dan referensi auditing (baik berbahasa Indonesia dan Asing), lalu telusuri daftar pustakanya. Dari penelusuran bahan-bahan ini Anda akan memperoleh bahan bacaan yang sangat memadai.
Memperoleh jurnal ilmiah (misal: Jurnal Akuntansi dan Manajemen -STIE YKPN, Accounting Research Journal, dan lain-lain), dan selanjutnya carilah topik-topik yang membahas masalah pengauditan.
Gunakan buku-buku hasil kodifikasi standar yang ditetapkan oleh profesi (baik di Indonesia maupun di negara lainnya).
• Jangan lupa gunakan kamus (umum maupun peristilahan khusus) bila menemukan masalah-masalah semantikal.

3. Dari buku teks dan referensi yang bermacam-macam tersebut carilah masalah-masalah yang mengandung kontroversi (pro dan kontra. Masalah semacam ini biasanya akan menimbulkan ide/gagasan penelitian menjadi muncul dengan sendirinya, misalnya:
• Hubungan antara auditor dengan kode ethik profesi akuntan.
• Bagaimana akuntan harus menjaga independensinya selama menjalankan tugas profesionalnya.
• Bagaimana perumusan opini akuntan pemeriksa terhadap laporan keuangan yang tidak didasarkan pada buku Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia

4. Lakukan seleksi di am ara berbagai thema tersebut, dan tentu diantara berbagai altematip thema penelitian anda ada salah satu judul yang menarik. Kalau gagasan Anda sudah terformulasikan segeral ah konsultasi dengan pembimbing.

5. Jika sang pembimbing sudah setuju dengan thema yang Anda ajukan, segeralah buat naskah proposal penelitian.

Semua informasi yang dipandang penting harus dicatat, tidak hanya simpulan dari idenya saja, tetapi harus pula dicatat identifikasi buku/sumber yang dibacanya tersebut. Dalam rangka mendokumentasi temuan-temuannya, disarankan menggunakan kartu pos. Cara penggunaannya, catatlah di bagian atas cumber referensi penting dan berupa ringkasan isi temuan Anda. Cara ini akan memudahkan si peneliti dalam merekonstruksi gagasannya dalam penyusunan usulan proyek penelitian serta laporan hasil penelitiannya.

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan proposal penelitian dalam studi kepustakaan adalah sebagai berikut:

1. Ruang lingkup penelitian dan permasalahannya.
Apa yang dicari dalam? pen& itian pustaka ini tentu akan berbeda dengan penelitian yang bersifat empirik. Hai ini mon,11-rzgat kepustakaan menyangkut dokumentasi karya orang lain, sumber-sumber resmi dirna;,1 yang lalu dan fakta yang berupa data statistik yang terbit dtmasa yang lalu. Uraian Nang lingkup penelitian menyangkut pentingnya suatu obyek penelitian hams diteliti dengan menggunakan studi kepustakaan. Disamping itu perlu pula diuraikan bagaimana teiaah pustaka sehubungan dengan obyek penelitian yang diajukan tersebut. Telaah ini untuk menjelaskan, hubungan teoritikal ohiek penelitian yang diajukan dengan kerangka teoritik yang dibangun dalam disiplin akuntansi.

2. Penentuan tujuan penelitian.
Perumusan tujuan penelitian didasarkan pada latar belakang penelitian yang telah dikemukakan dalam butir di atas. Tujuan penelitian ini, dimaksudkan untuk menunjukkan arah yang akan dicapai dalam proposal penelitian Mi. Maksudnya penelitian harus menentukan dengan pasti tentang sesuatu obyek yang akan ditelitinya. Sekaligus mengkomunikasikan kepada pembimbing (pihak lain), mengenai target yang bakal dicapai dal am peneliti an tersebut.

3. Periunya hipothesis.
Hipothesa sangat penting dikemukakan dalam berbagai penelitian, terutama penelitian yang bersifat empirik. Dalam studi kepustakaanpun dipandang perlu dikemukakan rumusan hipotesa guna menjelaskan arah kesimpulan yang akan dicapai dalam penelitian tersebut.

4. Teknik analisis yang digunakan.
Peneliti hendaknya menjelaskan teknik analisis yang akan digunakan dalam melakukan penelitian kepustakaan, dengan maksud memberikan gambaran apakah teknik penelitian yang akan digunakan memang layak. Hendaknya difikirkn dengan cermat, bahwa teknik penelitian yang dipilih tersebut memang dapat digunakan dalam objek penelitian tersebut.

5. Daftar Kepustakaan.
Daftar pustaka kiranya perlu disajikan dengan cermat. rnengingat daftar ini akan menunjukkan sampai sejauh mana keluasan bacaan dan ruang lingkup penelitian tersebut. Tentu saja tidak cukup hanya menjelaskan buku yang akan menjadi objek penelitian, lebih jauh peneliti harus pula mengungkapkan dokumen resmi apa sajakah yang harus diteliti serta berbagai bentuk publikasi khusus lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, baik sumber penelitian maupun proposalnya mempunyai peranan yang sangat penting guna menjelaskan suatu objek penelitian. Namun sebetulnya yang paling sulit menemukan gagasan suatu hal perlu diteliti. Meskipun disadari tidak hanya terbatas dalam kajian pustaka saja. Ini menunjukkan bahwa kemampuan peneliti menyerap buku-buku yang telah dibacanya memegang peranan yang sangat penting. Lebih penting dan kesediaannya untuk membaca buku, peneliti harus mempunyai keinginan tahu yang cukup tinggi, sehingga dapat mengabstraksikan ide-ide yang ditemukan selama membaca bahan¬bahan penelitian.


Selengkapnya Download Versi Pdf

Studi Kepustakaan Dalam Disiplin Ilmu Akuntansi.pdf

Anda Akan Menyukai ini :

read more

Konsep Dasar Aplikasi Perbankan

0 komentar
Pengelolaan data dan informasi bank, selain keakuratan dan kecepatan, harus mempertimbangkan aspek keamanan. Aspek tersebut sangat penting mengingat sebagian besar data bank adalah data keuangan yang dimiliki pihak eksternal yang jumlah dan lalu lintas datanya sangat fluktuatif dan cepat. Keberhasilan pengamanan data tersebut akan meningkatkan kredibilitas bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat (agent of trust), meningkatkan peranan bank sebagai instrumen moneter dalam lalu lintas pembayaran giral dari sisi perusahaan sebagai lembaga yang profit oriented, dapat mencegah kerugian yang akan mempengaruhi kondisi keuangan bank yang bersangkutan.

Beberapa contoh kasus yang menunjukkan kegagalan dalam sistem keamanan data akan dapat menyebabkan bank mengalami kesulitan, baik dalam bentuk kehilangan kekayaan perusahaan karena pembobolan oleh pihak yang tidak berhak, sehingga berdampak pada hilangnya kepercayaan nasabah. Modus operandi yang paling sering terjadi dalam pembobolan bank adalah transfer fiktif, manipulasi lewat komputer, pemanfaatan kartu kredit, dan bank tanpa izin.

Kasus-kasus kejahatan kerah putih (white collar crime) tersebut menuntut bank yang sudah memanfaatkan teknologi komputer dan
teknologi informasi untuk menerapkan sistem keamanan pada kegiatan operasional perbankan. Tiga faktor keamanan yang harus mendapat perlindungan dalam sistem keamanan bank adalah (1) kerahasiaan (security), (2) integritas (integrity), dan (3) ketersediaan (availability). Tujuan sistem keamanan tersebut harus diimplementasikan pada saat pengembangan sistem aplikasi perbankan. Langkah awalnya adalah mengidentifikasikan risiko-risiko yang potensial terjadi pada saat penggunaan teknologi komputer atau informasi untuk operasional perbankan.

SISTEM APLIKASI PERBANKAN

1. Hubungan antar Sub Sistem

Sistem informasi keuangan merupakan bagian penting dari struktur informasi di berbagai lembaga keuangan. Meskipun sering dinamakan sistem general ledger, sistem informasi keuangan sebenarnya adalah sistem pelaporan dan pengendalian keuangan menyeluruh yang tidak hanya sebatas fungsi-fungsi rutin yang mencakup pemeliharaan general ledger sebuah lembaga. Sistem ini merupakan salah satu dari dua sistem yang memayungi kegiatan bank. Sistem yang lainnya adalah sistem informasi nasabah (customer information system). Seperti sudah dikemukakan dalam modul pelatihan sebelumnya, sistem aplikasi perbankan terpadu sebenarnya terdiri dari berbagai sub sistem atau modul-modul yang saling berhubungan satu sama lain. Jika seluruh aktifitas bank sudah menggunakan sistem aplikasi maka jumlah subsistem atau modul aplikasinya akan semakin banyak. Bagaimana bentuk keterkaitan antara sub sistem atau modul tersebut disajikan kembali dalam Gambar 1 berikut.


Pengertian sistem aplikasi perbankan adalah penggunaan komputer dan alat-alat pendukungnya dalam operasional perbankan yang meliputi pencatatan, penghitungan, peringkasan, penggolongan, dan pelaporan semua kegiatan di bidang perbankan. Kegiatan tersebut bisa meliputi administrasi, akuntansi, manajemen, pemasaran, atau bidang lain yang mendukung kegiatan perbankan.

Proses komputerisasi pada kegiatan-kegiatan operasional perbankan tersebut selain dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas operasional perbankan dalam melayani costumer atau nasabah, juga memberikan data dan informasi yang akurat bagi manajemen perbankan sehingga dapat digunakan sebagai bahan dalam penyusunan strategi selanjutnya dengan tujuan dapat menjaga kestabilan kredibilitas dan likuiditas lembaga perbankan tersebut.

Sistem aplikasi komputer perbankan yang lengkap dan terintegrasi satu sama lain mencakup sistem informasi keuangan (financial information system); sistem pengolahan transaksi (transaction processing system); sistem pengolahan aplikasi (application processing system); sistem keputusan manajemen (management decision system); serta sistem informasi nasabah (customer information system). Untuk kasus bank-bank di Indonesia, relatif belum ada sistem aplikasi bank yang bisa dikatakan full integrated. Sistem aplikasi yang bisa dikatakan hampir semua bank sudah menerapkan sebagian atau seluruhnya adalah sistem pengolahan aplikasi (application processing system) yang berkaitan dengan pengelolaan dana masyarakat (deposit application system). Sistem aplikasi yang akan dikaji dalam modul pelatihan ini adalah adalah aplikasi general ledger dan aplikasi tabungan.

2. Aplikasi General Ledger
Sistem Aplikasi General Ledger ini bersifat Integrated banking operational system dengan memakai jaringan kerja komputer yang saling berhubungan dengan seluruh kegiatan operasional aplikasi perbankan, mulai dari proses pembukuan sampai dengan pelaporan keuangan bank serta penerapan sistem On Line antar bagian atau antar cabang.

Sistem informasi keuangan bisa menyediakan informasi untuk berbagai tujuan, yaitu (1) Pelaporan periodik, (2) Informasi historis, (3) laporan ke otoritas moneter (Bank Indonesia), (4) laporan konsolidasi, (5) perencanaan laba dan anggaran, (6) pelaporan kinerja, menghitung tingkat, hasil, dan berbagai rasio keuangan, (7) akuntansi biaya, dan (8) output untuk sistem lain. Fasilitas dan karakteristik tambahan yang terdapat pada berbagai sistem informasi keuangan yaitu informasi saldo rata-rata, memasukkan transaksi pada hari sebelumnya, pembangkitan transaksi secara otomatis, deskripsi transaksi otomatis, perbaikan pemasukan data, implosion dan eksplosion transaksi, pemasukan data secara on line, pelayanan on line, pembuatan berbagai bentuk laporan, sistem keamanaan, pembuatan laporan gabungan, perhitungan pajak, konversi nilai tukar mata uang, prosedur tutup tahun, serta fleksibitas sistem informasi keuangan tersebut. Karakteristik sistem tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.


Informasi historis yang bisa dihasilkan sistem aplikasi perbankan diantaranya meliputi posisi saldo periode yang lalu, besarnya bunga periode yang lalu, dan rekapitulasi transaksi pada periode yang lalu. Informasi histroris tersebut merupakan hasil pengolahan data transaksi secara periodik yang juga dilengkapi dengan ketersediaan informasi saldo rata-rata, deskripsi transaksi otomatis, perbaikan input data transaksi, serta kemampuan eksplosion dan implosion. Informasi saldo rata-rata bisa diperinci per rekening, per nasabah, per cabang, atau per kelompok rekening.

Indikator-indikator di atas semuanya berkaitan dengan transaksi pada rekening-rekening keuangan bank. Pemasukan berbagai transaksi tersebut dilengkapi penjelasan sifat, jenis, atau keterangan mengenai transaksinya. Jika input data transaksi tersebut salah, sistem aplikasi dilengkapi dengan kemampuan untuk melakukan perbaikan atau pemeliharaan input datanya, yang meliputi pengeditan, penghapusan, pemutakhiran data nasabah, perbaikan nominal transaksi, dan keterangan-keterangan lain mengenai input transaksi.

Sistem aplikasi di Bank juga dilengkapi kemampuan eksplosion dan implosion. Eksplosion adalah kemampuan untuk menginput satu kali ke dalam sistem tetapi bisa untuk sejumlah transaksi, misalkan sekali input metode perhitungan bunga atau perhitungan pajak yang diberlakukan untuk semua rekening nasabah atau input penyetoran dengan mengkombinasikan uang tunai, pemindahbukuan, dan warkat kliring yang akan mempengaruhi rekening lain selain rekening penyetoran. Sedangkan implosion adalah kemampuan melakukan lebih dari satu masukan untuk satu transaksi, misalnya pembukaan rekening baru oleh seorang nasabah memerlukan beberapa kali masukan yang meliputi input data nasabah, biaya administrasi, serta pembuatan dan penyetoran pertamanya.

Sistem aplikasi juga dilengkapi dengan kemampuan pembuatan laporan, baik laporan transaksi harian per kelompok rekening per ledger atau sub ledger; laporan periodik harian, bulanan, atau tahunan; laporan konsolidasi seluruh cabang atau per cabang; serta laporan pertanggung jawaban petugas penginput transaksi. Jenis-jenis laporan tersebut biasanya dihasilkan setelah dilakukan proses akhir hari, akhir bulan, atau akhir tahun melalui prosedur tertentu yang juga secara lengkap tersedia dalam sistem aplikasi di Bank.

Kemampuan sistem yang berkaitan status Bank sebagai bank devisa adalah konversi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Pemasukan nilai konversi tersebut bisa diubah-ubah sesuai dengan fluktuasi atau kebijakan pihak manajemen dalam menentukan kurs jual, kurs beli, atau penggunaan kurs tengah Bank Indonesia dalam pembuatan laporan keuangan.

Salah satu indikator sistem yang sangat penting adalah kehandalan sistem keamanan data. Sistem keamanan data yang dikaitkan dengan pengoperasian sistem aplikasi tersebut diterapkan secara berlapis dimulai dengan sistem keamanan jaringan komputer, penggunaan identitas pemakai yang dilengkapi password, pembuatan batasan wewenang dan otoritas pengguna komputer sesuai dengan deskripsi dan tingkatan jabatannya di bank, serta sistem Back Up data.

Indikator lain yang juga tersedia adalah keluwesan sistem aplikasi. Karakteristik ini mencakup kecepatan deteksi dan penjelasan kesalahan yang terjadi (trouble shooting), penguasaan sources program yang memungkinkan perubahan dan penyempurnaan program aplikasi di masa datang. Kemampuan ini sangat penting dalam mengantisipasi berbagai perubahan peraturan, misalnya format laporan ke BI, perubahan perhitungan pajak, atau perkembangan teknologi komputer itu sendiri. Perubahan-perubahan tersebut relatif sering terjadi di perbankan Indonesia.

Jenis penyajian informasi lainnya adalah laporan kinerja bank dan perhitungan berbagai rasio keuangan yang tidak secara otomatis dihasilkan oleh sistem aplikasi. Laporan kinerja bank tersebut meliputi pertumbuhan sumber dana selama periode tertentu untuk melihat pola kecenderungannya, pertumbuhan jumlah nasabah, atau perkembangan asset bank. Sedangkan yang berkaitan dengan rasio keuangan meliputi penyajian secara otomatis mengenai berbagai rasio keuangan, yaitu Return On Asset (ROA), Loan to deposit Ratio (LDR), Capital Adequacy Ratio (CAR), efisiensi biaya, dan lain-lain. Semua rasio tersebut bisa dihitung langsung berdasarkan posisi rekening pada laporan keuangan bank.

Salah satu karakteristik sistem informasi keuangan bank yang penting adalah integrasi sistem yaitu seluruh fungsi-fungsi perusahaan menggunakan satu sistem aplikasi atau kemampuannya untuk mengirimkan keluaran ke sistem lain secara otomatis. Sistem on-line atau sistem aplikasi perbankan terintegrasi ini merupakan trend TSI perbankan dewasa ini sehingga masing-masing bagian atau nasabah bisa secara online berhubungan dengan pihak bank di seluruh kantor cabang. Sistem on line ini memerlukan sistem jaringan komputer yang menghubungkan seluruh kantor cabang dan pembuatan sub-sub sistem aplikasi yang terintegrasi dengan memperhitungkan keterkaitan fungsional antar bagian di bank tersebut dan keterkaitannya dengan sistem eksternal, baik nasabah, lembaga keuangan lain, atau sistem-sistem informasi eksternal lainnya.

3. Sistem Aplikasi Tabungan

Penerapan sistem aplikasi tabungan pada dasarnya adalah merubah pengolahan data dari sistem manual yang bersifat prosedural atau langkah-langkah pelayanan tabungan untuk menjadi pengolahan data dengan menggunakan komputer. Secara umum penggunaan sistem aplikasi ini tidak merubah pengertian atau prosedur-prosedur mengenai tabungan yang berlaku standar untuk setiap bank. Perbedaan yang ada lebih bersifat pelayanan terhadap nasabah, perhitungan bunga secara otomatis dan cara pelaporan (reporting).

Kemampuan sistem aplikasi tabungan mungkin berbeda-beda antara satu bank dengan bank yang lain. Sebagai contoh, ada sistem aplikasi tabungan yang bisa mengakomodasikan sistem on line, tetapi masih ada bank yang menggunakan sistem aplikasi tabungan yang hanya bisa dioperasikan off line dan hanya terpasang di satu komputer (stand alone). Perbedaan kemampuan dan kapasitas sistem tersebut menyebabkan banyaknya berbagai jenis sistem aplikasi tabungan yang digunakan oleh bank-bank di Indonesia, baik yang dikembangkan sendiri oleh sumber daya intern bank maupun yang dibeli dari vendor atau software house.

Sistem aplikasi tabungan yang akan dipelajari disini adalah aplikasi yang memungkinkan diterapkannya sistem on line dan bisa digunakan oleh banyak pengguna (multi user). Aplikasi ini juga telah terintegrasi atau terhubung dengan aplikasi general ledger sehingga pada pembuatan laporan neraca, sistem aplikasi tabungan tidak perlu memasukkan (input) ulang ke aplikasi general ledger tetapi secara otomatis dilakukan posting. Bentuk integrasi sistem aplikasi tabungan ke sistem aplikasi general ledger tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

Download Versi Pdf

Konsep Dasar Aplikasi Perbankan. Pdf

Anda Akan Menyukai ini :

read more

Berhati-hatilah Dalam Menggunakan Skema Analisis Du Pont

0 komentar

Bagi sebagian besar pembaca, sebutan skema analisis du pont kiranya bukan lagi merupakan sesuatu yang baru. Skema analisis du pont merupakan suatu alat analisis ROI (yang merupakan singkatan 'rate of return on investment' dan yang kurang-lebihnya dapat kita tukar dengan istilah 'rentabilitas perusahaan' yang sangat ampuh.

Menurut pengamatan penulis, rupanya tidak berbeda dengan alat-alat analisis ampuh lainnya, skema analisis du Pont tersebut apabila dipergunakan secara kurang hati-hati justru dapat mendatangkan malapetaka bagi perusahaan pemakainya. Penerapan yang menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan kebanyakan timbul sebagai akibat perhatian pemakai skema analisis du Pont yang hanya terpancang pada apa yang tersurat dalam skemanya saja dan melupakan perlu diperhatikannya juga hubungan-hubungan kausal yang ada di antar komponen-komponen yang membentuk skema analisis du Pont tersebut. Hubungan-hubungan kausal yang dimaksud memang dalam skema tidak tersurat, sehingga mempunyai kecenderungan untuk diabaikan.

Dalam tulisan ini penulis dengan menggunakan alat analisis yang biasa ditemukan dalam literatur ekonomika manajerial, mencoba mengungkapkan beberapa hubungan kausal termaksud dengan sekaligus menunjukkan kesimpulan-kesimpulan yang menyesatkan yang kecendrungannya timbul sebagai akibat tidak disadari atau tidak diperhitungkan kemungkinan adanya hubungan-hubungan kausal tersebut.

Skema Analisis Du Pont

Sebelum kita memperbincangkan mengenai skema analisis du Pont, khususnya bagi pembaca yang sama sekali belum pernah mengenalnya, ada baiknya sebagai langkah pertama kita perkenalkan analisis du Pont melalui Gambar 1.

Yang dapat diuraikan dengan menggunakan skema analisis du Pont ialah ROI, yang merupakan singkatan 'rate of return on investment' , yang merupakan angka banding, atau rasio, antara laba yang diperoleh perusahaan dengan besarnya aktiva total perusahaan. Dari Gambar 1 dapat disaksikan bahwa ROI merupakan hasil perkalian perputaran aktiva total dengan marjin laba bersih ( 'profit margin'). Lebih lanjut, perputaran aktiva total didefenisikan sebagai hasil bagi aktiva total terhadap hasil penjualan, sedangkan marjin laba bersih didefenisikan sebagai rasio antara laba bersih dengan hasil penjualan. Dari sinilah kemudian dapat ditunjukkan alternatif-alternatif kebijaksanaan yang dapat menghasilkan peningkatan ROI.


Selanjutnya perlu diketengahkan bahwa apa tersurat dalam skema analisis du Pont semuanya hanya berupa kesamaan-kesamaan. Pada hal senyatanya hubungan kausal antara besaran yang satu dengan besaran yang lain banyak dijumpai. Di bawah nanti akan ditunjukkan bahwa dengan mengabaikan hubungan-hubungan kausal yang ada di antar komponen-komponen dalam skema analisis du Pont mempunyai kecenderungan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang menyesatkan tersebut dengan sendirinya mempunyai kecenderungan mendatangkan kerugian bagi perusahaan.

Skema Analisis Du Pont Sebagai Rangkaian Kesamaan Murni

Seperti yang terungkap dalam Gambar 1, terlihat dengan jelas bahwa skema analisis du Pont terbentuk dari sejumlah kesamaan-kesamaan. Secara terinci kesamaan-kesamaan tersebut ialah :

#1. Aktiva lancar = uang tunai + piutang + persediaan
#2. Aktiva total = aktiva tetap + aktiva lancar
#3. Perputaran aktiva = hasil penjualan : aktiva total
#4. Laba = hasil penjualan - (harga pokok penjualan + biaya operasi)
#5. Marjin laba bersih = laba : penjualan
#6. ROI = perputaran aktiva X marjin sisa hasil usaha

Dalam ungkapan-ungkapan tersebut di atas tanda = dipergunakan untuk menunjukkan bahwa persamaan yang terbentuk bukan sekedar persamaan, melainkan kesamaan atau ' identity; . Dalam kesamaan-kesamaan, hubungan antara nilai variabel pada sebelah kiri tanda kesamaan dengan variabel-variabel yang ada di sebelah kanan tanda kesamaan berupa hubungan definisional. Kesamaan yang mengungkapkan hubungan definisional tidak terkandung di dalamnya ungkapan mengenai hubungan kausal. Kesamaan hanya mengungkapkan hubungan antar variabel sesuai dengan definisi yang dipergunakan.

Pemakai analisis du Pont yang kurang hati-hati, yang hanya terpancang pada hubungan-hubungan definisional yang tersurat dalam bagannya saja dan tidak menyadari atau melupakan adanya hubungan-hubungan kausal di antara unsur-unsur yang membentuk skema analisis du Pont tersebut, mempunyai kecenderungan besar untuk menurunkan kesimpulan-kesimpulan yang menyesatkan ini tidak jarang pula pada gilirannya menurunkan saran-saran yang justru dapat mencelakakan perusahaan bersangkutan. Beberapa contoh dapat disebutkan di bawah ini.Dengan menentukan sebagai premis bahwa perusahaan mempunyai misi untuk memaksimumkan tingginya ROI, maka dengan mendasarkan pada kesamaan #6, tidaklah dapat diragukan kesimpulan yang menyebutkan bahwa ROI dapat dinaikkan dengan cara menaikkan tingkat perputaran aktiva dan atau menaikkan tingginya marjin laba bersih.


Tetapi masalahnya kemudian, bagaimana caranya kita menaikkan tingkat perputaran aktiva dan atau persentase marjin laba bersih?

Untuk menjawab pertanyaan seperti ini memang kita dapat berpegang pada kesamaan¬kesamaan yang isinya mengungkapkan defenisi dari pengertian-pengertian perputaran aktiva dan marjin laba bersih tersebut. Kesamaan #3 mengungkapkan bahwa angka perputaran aktiva total merupakan hasil bagi nilai aktiva total terhadap nilai hasil penjualan. Dan sini memang logis untuk menarik kesimpulan misalnya bahwa tingkat perputaran aktiva akan dapat dinaikkan dengan jalan mengurangi besamya aktiva perusahaan; oleh karena itu, kalau perusahaan ingin menaikkan ROI, cara yang mungkin paling mudah untuk mencapainya ialah dengan mengurangi aktiva perusahaan.

Kesimpulan-kesimpulan tersebut apabila dilihat hanya dengan menggunakan kacamata kesamaan-kesamaan seperti yang tersurat/terpancang pada skema analisis du Pont itu raja, memang tidak akan terlihat kemungkinan timbulnya kontradiksi-kontradiksi, kejanggalan¬kejanggalan, dan bahkan indikasi-indikasi yang mengingatkan kepada kita bahwa kesimpulan saran yang dihasilkan, penerapannya dalam praktek justru mempunyai kecenderungan mengakibatkan menurunnya ROI. Koreksi terhadap kesimpulan-kesimpulan akhir tersebut hanya dapat diperoleh apabila di samping memperhatikan apa yang secara ekplisit tergambar dalam skema analisis du Pont, kita menyelami juga hubunganhubungan kausal yang mungkin ada di antara variabel-variabel yang membentuk skema analisis du Pont tersebut.

Skema Du Pont Dengan Kelengkapan Hubungan Kausal

Di atas telah disebut, bahwa persamaan-persamaan seperti yang terlihat dalam skema analisis du Pont semuanya merupakan kesamaan-kesamaan. Hubungan kausal di antara variabel-variabel yang tercakup dalam skema analisis du Pont tersebut hanya akan nampak apabila kita menerapkan teori-teori atau konsep-konsep yang menerangkan perilaku variabel¬variabel bersangkutan. Di bawah ini beberapa hubungan kausal yang dipandang relevan dalam kaitannya dengan penggunaan analisis ROI du Pont akan diuraikan. Dengan mendasarkan pada pengetahuan mengenai hubungan-hubungan kausal tersebut, kita akan dapat membuat koreksi terhadap kesimpulan-kesimpulan yang menyesatkan seperti, yang dimaksudkan di atas.

Hubungan Antara Aktiva Dengan Omset Penjualan

Kembali kepada kesimpulan bahwa untuk menaikkan tingginya ROI bisa diwujudkan dengan cara menurunkan besamya aktiva. Apabila pernyataan tersebut sama sekali tidak dihubungkan dengan kenyataan praktek dan kemurnian kesamaan tetap dipertahankan, maka kita tidak dapat menyalahkan pemyataan tersebut. Akan tetapi apabila sebaliknya yang kita lakukan, yaitu apabila kita mengkaitkannya dengan kenyataan-kenyataan praktek, kesimpulan tersebut pantas dianggap sebagai kesimpulan yang menyesatkan.

Kesimpulan tersebut di atas tidak dapat dikatakan salah apabila asumsi bahwa besarnya aktiva tidak merupakan kendala atau pembatas besarnya penjualan. Akan tetapi kenyataan yang banyak kita jumpai tidak mendukung asumsi tersebut. Semakin besar jumlah barang yang kita jual, pada umumnya dibutuhkan pula persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan suku cadang, persediaan barang setengah jadi, piutang dan juga uang tunai yang lebih banyak. Singkatnya ialah bahwa, mengecilnya aktiva dapat mengakibatkan lebih terbatasnya jumlah dan nilai penjualan.

Oleh karena itu, jelaslah bahwa menurunnya aktiva tidak selalu mengakibatkan meningkatnya angkaperputaran aktiva, oleh karena menurunnya aktiva dapat mengakibatkan menurunnya penjualan. Hanya apabila betul-betul bisa diyakini akan adanya kelebihan aktiva dengan jumlah yang cukup besar, saran untuk mengurangi besarnya aktiva bisa membawa hasil yang diinginkan.

Mengenai pengurangan aktiva atau terutama penurunan modal kerja, hendaklah perlu juga diperhatikan apakah kelebihan tersebut cukup besar dan bersifat sementara. Apabila sifatnya sementara, yaitu hanya beberapa minggu atau bulan, mungkin lebih baik cara menaikkan ROI melalui penurunan jumlah aktiva tidak dipergunakan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan, bahwa untuk kelestarian perusahaan pada umumnya diperlukan dapat dipertahankannya tingkat pertumbuhan perusahaan yang cukup memadai. Omset penjualan perlu tumbuh dan untuk melayani tumbuhnya omset penjualan, aktiva perusahaan perlu juga mengalami pertumbuhan.

Selanjutnya, selain penurunan aktiva lancar dapat mengakibatkan menurunnya penjualan, seperti diuraikan di atas, yang pada gilirannya melalui tingkat perputaran yang tetap rendah mengakibatkan tetap rendahnya ROI, menurunnya penjualan itu sendiri berkecendrungan mengakibatkan menurunnya marjin laba juga. Hubungan kausal ini tidak terlihat dalam skema analisis du Pont.

Mengapa marjin laba bersih menurun? Menurunnya marjin laba bersih sebagai akibat menurunnya omset perusahaan dengan gamblang antara lain diterangkan oleh konsep analisis break-even. Analisis break-even menunjukkan bahwa sebagi akibat adanya unsur biaya tetap, maka menurunnya omset penjualan akan mengakibatkan meningkatnya biaya per satuan. Dengan harga penjualan yang tidak berubah, meningkatnya biaya satuan akan mengakibatkan menurunnya marjin laba bersih.

Dari uraian di atas jelaslah kiranya bahwa saran untuk menaikkan ROI melalui penurunan aktiva yang diturunkan dari rangkaian kesamaan skema analisis du Pont tanpa disertai penelaahan pada hubungan-hubungan kausal antara variabel-variabel unsurnya, bila diterapkan dalam praktek kecenderungannya bahkan dapat mendatangkan akibat yang merugikan. Sekalipun demikian, perlu pula diketengahkan, bahwa memang ada keadaan¬keadaan di mana penurunan besarnya aktiva benar-benar dapat menaikkan ROI dan menguntungkan. Beberapa contoh dapat disebutkan :

(a) Perusahaan memiliki persediaan bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi, yang dikarenakan tidak dapat dipakai lagi karena rusak, karena perubahan proses produksi, karena perubahan macam dan atau kualitas produk yang dijual, dan sebagainya, dapat dijual atau dibuang tanpa menimbulkan ketidaklancaran dalam kegiatan produksi.

(b) Perusahaan memiliki mesin-mesin atau barang-barang kapital lainnya yang sudah tidak dipergunakan dalam produksi dan masih memiliki harga buku cukup besar.

(c) Perusahaan memiliki tanah belum terpakai, yang setelah diperhitungkan pula kebutuhan perluasan perusahaan pada waktu yang akan datang masih terhitung berlebihan.

(d) Setelah diperhitungakn tingkat pertumbuhan penjualan, modal kerja yang tersedia terhitung masih terlalu besar.

Marjin Laba Bersih

Dari kesamaan-kesamaan du Pont dapat ditarik kesimpulan bahwa ROI akan berhasil dinaikkan apabila perusahaan bisa menaikkan tingginya 'profit margin' atau mad in laba bersih, yang sesuai dengan kesamaan-kesamaan yang disajikan dapat dicapai dengan memperbesar laba atau laba bersih dan memperkecil hasil penjualan. Dari kesamaan laba atau laba bersih terlihat juga adanya beberapa altematif, yang dapat menuju tercapainyapeningkatan hasil penjualan. Semua altematif-altematif ini, kembali ditekankan disini, apabila hanya kesamaan-kesamaan raja yang diperhitungkan akan cenderung menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang tegas (tetapi menyesatkan). Sebaliknya apabila kita memperhitungkan pula hubungan-hubungan kausal yang ada, banyak sekali kemungkinan kesimpulan yang dapat kita hasilkan.

Untuk menaikkan hasil penjualan dapat dipergunakan bermacam-macam cara. Apabila kita hanya terpancang oleh kesamaan hasil penjualan sama dengan kuantitas yang dijual kali harga jual per satuan', kita dapat menaikkan hasil penjualan dengan cara :

(a) menaikkan harga jual,
(b) memperbesar volume penjualan, dan
(c) menaikkan harga jual dan memperbesar volume penjualan bersama-sama.

Akan tetapi apabila kita mendasarkan pada konsep ekonomi mengenai permintaan, masalahnya tidaklah sesederhana itu. Menaikkan harga jual tanpa mengurangi volume penjualan sangat sukar untuk berhasil; lebih-lebih untuk perusahaan yang menghadapi banyak saingan. Untuk perusahaan yang mempunyai kedudukan monopoli sekalipun tidak mungkin menaikkan harga jual tanpa diikuti oleh penurunan jumlah yang terjual; kecuali apabila pada mulanya terdapat adanya kelebihan permintaan yang cukup besar.

Sebagai akibat menurunnya volume penjualan tidal lagi dapat dipastikan bahwa hasil,penjualan akan meningkat, sekalipun harga jual dinaikkan. Hanya apabila permintaan akan produk yang dihasilkan oleh perusahaan berada dalam keadaan inelastik hasil penjualan akan meningkat. akan tetapi sebaliknya, apabila elastik, maka hasil penjualan akan menurun. Apabila hasil penjualan menurun, ROI juga dapat menurun melalui beberapa jalur:

(a) Melalui penurunan laba; yaitu sebagai akibat menurunnya hasil penjualan dan atau sebagai akibat meningkatnya biaya rata-rata;
(b) Menurunnya marjin laba bersih sebagai akibat kejadian butir (a) tersebut dengan persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan persentase penurunan hasil penjualan.
(c) menurunnya perputaran aktiva yang diakibatkan oleh menurunnya hasil penjualan. Apabila menurunnya angka perputaran tersebut tidak dibarengi oleh meningkatnya marjin laba bersih dengan persentase kenaikan yang tingginya paling tidak sama dengan penurunan angka perputaran aktiva, maka ROI akan menurun pula.

Sekarang bagaimana kalau keadaan permintaan inelastik, yang berarti meningkatnya harga jual mengakibatkan naiknya hasil penjualan? Apakah dalam keadaan seperti ini keberhasilan kebijaksanaan menaikkan harga jual dengan maksud meningkatkan tingginya ROI masih perlu diragukan?

Jawabnya: Memang masih perlu diragukan. Sekalipun meningkatnya hasil penjualan menghasilkan peningkatan pada angka perputaran aktiva, akan tetapi kita hams ingat bahwa meningkatnya hasil penjualan pada saat yang sama juga menurunkan marjin laba bersih. Dengan demikian masalahnya tinggal berupa apakah persentase kenaikkan hasil penjualan tersebut kenyataannya lebih tinggi ataukah lebih rendah bila dibandingkan dengan persentase kenaikan biaya tetap rata-rata sebagai akibat menurunnya volume penjualan. Apabila persentase kenaikan hasil penjualan melebihi persentase kenaikkan biaya tetap per satuan, besarny a laba akan meningkat. Kalau ini dipenuhi, barulah angka ROI betul-betul meningkat.

Efisiensi Dan ROI

Sering kita dengar ungkapan-ungkapan bahwa untuk bisa memperoleh laba yang besar dan juga untuk dapat mempertahankan eksisitensi perusahaan, perusahaan hams beroperasi secara efisien. Bahkan mengingat bahwa gejala konsentrasi pada banyak bidang usaha dijumpai juga di negara kita, maka untuk dapat tercapainya kontinuitas, bagi perusahaan tidak cukup hanya bisa mempertahankan, melainkan juga hams senantiasa meningkatkan efisiensi kerjanya.

Pernyataan di atas, sepenuhnya dapat diterima. Dengan beroperasi secara lebih efisien berarti bahwa untuk menghasilkan keluaran atau 'output' yang sama bisa dicapai dengan menggunakan masukan atau 'input' yang lebih kecil dibandingkan dengan sebelumnya. Dengan menggunakan ungkapan skema analisis du Pont ini berarti bahwa untuk hasil penjualan yang sama, dengan beroperasi secara lebih efisien bisa dicapai dengan jumlah biaya yang lebih rendah. Ini lebih lanjut berarti bahwa dengan menggunakan kesamaan #4 angka laba bersih naik. Dengan naiknya laba bersih, sekalipun hasil penjualan tidak berubah, maka berdasarkan kesamaan #5, marjin laba bersih akan naik karenanya. Dengan angka perputaran aktiva yang tidak berubah, maka dengan menggunakan kesamaan #1 berarti ROI meningkat.

Masalahnya sekarang: "Bagaimana caranya meningkatkan efisiensi operasi perusahaan?" Terhadap pertanyaan tersebut dapatlah di sini dikatakan, bahwa dengan melalui sistem perencanaan yang lebih baik, dengan organisasi yang lebih baik, dengan komposisi atau susunan karyawan, alat-alat produksi dan berbagai masukkan yang tersedia yamg lebih baik, dengan hubungan kerja yang lebih baik, dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan di berbagai bidang yang lebih tepat, dan seterusnya, yang semuanya dapat dikatakan berada di luar bidang manajemen pembelanjaan, tingkat efisiensi operasi perusahaan akan dapat dinaikkan.

Peningkatan efisiensi operasi perusahaan ini ditandai oleh bergesemya kebawah kurva biaya rata-rata. Dalam Gambar 2 peningkatan efisiensi operasi perusahaan terungkapkan dalam bentuk bergesernnay kurva biaya rata-rata dari AC ke AiCI.

Manaikkan ROI Melalui Kegiatan Pemasaran

Kalau peningkatan efisiensi menggeser kurva biaya rata-rata ke bawah dan bergesernya kurva biaya rata-rata tersebut pada gilirannya mengakibatkan meningkatnya marjin laba bersih, yang akhimya meningkatkan tingginya ROI, maka untuk kegiatan-kegiatan pemasaran yang berdaya dan berhasil guna akan menaikkan tingkat ROI melalui pergeseran kurva hasil penjualan rata-rata AR menjauhi titik silang sumbu 0.


Kalau dipergunakan Gambar 2, kegiatan 'marketing mix' yang tepat menggeser kurva AR ke kanan. Dengan bergesemya kurva AR ke kanan, maka bagi perusahaan terbuka dua pilihan untuk menaikkan ROI, yaitu :

(a) Perusahaan tetap mempertahankan harga jual yang semula berlaku, yaitu setinggi 0110 dengan disertai meningkatnya potensi penjualan dari OB0 ke 013 Kalau ini yang dipilih, ROI akan naik melalui :
1. lebih rendahnya biaya rata-rata, khususnya melalui unsur biaya tetap rata-ratanya,

2. meningkatnya angka perputaran aktiva total, andaikan dalam keadaan semula masih tersedia kapasitas aktiva total (khususnya unsur aktiva lancarnya) atau kapasitas modal kerja yang masih menganggur.

(b) Perusahaan menaikkan harga jualnya. Kalau ini yang dipilih, maka meningkatnya ROI akan terwujud melalui meningkatnya angka marjin laba usaha. Dengan perputaran aktiva.total yang tidak mengalami perubahan meningkatnya marjin laba bersih dengan sendirinya akan menghasilkan kenaikan pada angka ROI.

Dengan sendirinya pilihan gabungan antara pilihan (a) dan (b) dapat disebutkan, akan tetapi akan terasa berlebihan untuk di uaraikan. Dengan menggunakan Gambar 2 pilihan (a) dapat menghasilkan pembengkakan potensi penjualan sebesar BoB1, dan pilihan (b) dapat memungkinkan perusahaan manaikkan harga jualnya dengan HoH1.

Akhirnya, perlu kiranya diketengahkan pula disini, bahwa usaha untuk meningkatkan ROI baik melalui peningkatan efisiensi maupun melalui kebijaksanaan 'marketing-mix' yang tepat seperti dalam contoh di atas, bisa dicapai dengan ataupun tanpa membutuhkan tambahan beban biaya. Apabila tidak diperlukan tambahan beban biaya, dapatlah dipastikan bahwa ROI akan meningkat sebagai akibat kegiatan-kegiatan tersebut. Akan tetapi apabila untuk peningkatan efisiensi dan 'product-mix' diperlukan tambahan beban biaya, maka peningkatan ROI seperti yang diinginkan belum pasti tercapai, sebab peningkatan beban biaya itu sendiri merupakan unsur yang mempunyai pengaruh menurunkan tingginya ROI. Dari uraian tersebut, jelaslah kiranya pentingnya kita memperhitungkan juga secara cermat kemungkinan perubahan biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan ROI.

Kesimpulan

Dari uraian yang disajikan di atas, dapat kiranya disarikan beberapa kesimpulan :
1. Hubungan-hubungan seperti yang terpampang pada skema analisis ROI du Pont hanya berupa kesamaan-kesamaan. Skema yang hanya mengungkapkan kesamaan-kesamaan tanpa disertai dangan perhatian pada hubungan-hubungan kausal yang mungkin terjadi antara variabel yang satu dengan variabel yang lain, mempunyai kecenderungan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang menyesatkan.
2. Apabila dalam keadaan semula volume penjualan telah tidak lagi berada di sebelah kiri kurva AR, harga jual telah tidak lagi berada pada ketinggian optimal, ROI tidak mungkin dapat dinaikkan, kecuali melalui usaha menggeser kurva AC ke bawah dengan jalan menaikkan tingkat efisiensi di berbagai bidang atau melalui penggeseran kurva AR ke kanan antara lain dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan pemasaran tertentu, seperti misalnya 'marketing mix' yang tepat.
3. Meningkatnya beban biaya yang diperlukan untuk meningkatkan ROI, peranannya terhadap tingginya ROI harus pula diperhitungkan.



Download Versi Pdf

Berhati-hatilah Dalam Menggunakan Skema Analisis Du Pont. Pdf

Anda Akan Menyukai ini :

read more
 

Komentar

Postingan Terakhir